#ALIH [[Riau]]
{{tanpareferensi}}
{{ethnic group|
|group=Melayu Riau<br />ملايو رياو
|image= [[File:Retrato de Parameswara.jpg|53px|Parameswara]] [[File:HangTuahMuziumNegara.JPG|53px|Hang Tuah]] [[File:HenriqueofMalacca.jpg|52px|Enrique of Malacca]] [[File:Raja Ali Haji.jpg|56px|Raja Ali Haji]] [[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Sultan van Siak TMnr 60027152.jpg|56px|Syarif Kasim II dari Siak]] [[File:Tuanku Tambusai.jpg|56px|Tuanku Tambusai]] [[File:Raja haji fisabilill.jpg|56px|Raja Haji Fisabilillah]]
|poptime= 7,789,585 <small>(2010 perkiraan)</small>
|popplace=[[Riau]], [[Kepulauan Riau]], [[Sumatera Utara|Sumatera Utara bagian selatan]], [[Provinsi Jambi|Jambi bagian utara]]
|langs=[[Bahasa Melayu|Melayu Riau]]{{br}}[[Bahasa Malaysia|Malaysia]]{{br}}[[Bahasa Minangkabau|Minangkabau]]{{br}}[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels=[[Islam]]
|related= [[Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Mandailing|Mandailing]]
}}
'''Melayu Riau'''(''[[Jawi]]:'' ملايو رياو) adalah salah satu dari banyak [[Suku Melayu|Rumpun Melayu]] yang ada di nusantara. Mereka berasal dari daerah Riau yang menyebar di seluruh wilayah sampai ke pulau-pulau terkecil yang termasuk dalam wilayah propinsi Riau dan kepulauan Riau. Wilayah kediaman mereka yang utama adalah di daerah Riau kepulauan, sebagian besar di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah [[Pekanbaru]] yang merupakan kekuatan kerajaan Riau di masa lampau.
Provinsi Riau, terletak di bagian tengah Pulau Sumatera. Sebelah Utara provinsi ini berbatasan dengan Provinsi [[Sumatera Utara]] dan [[Selat Malaka]], di sebelah Selatan berbatasan dengan [[Provinsi Jambi]], sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi [[Sumatera Utara]] dan [[Sumatera Barat]], dan di sebelah Timur berbatasan dengan [[Laut Cina Selatan]]. Meskipun sebagian besar penduduk Melayu Riau hidup di Pulau Sumatera, sebagian lain tinggal di kepulauan. Dua pulau yang paling berkembang dalam gugusan pulau itu adalah Pulau [[Batam]] dan Pulau [[Bintan]].
Bahasa Melayu Riau adalah bagian dari rumpun [[Bahasa Melayu]]. Bahasa Riau sendiri memiliki dua dialek, yakni dialek Melayu Riau Daratan yang digunakan di Pulau Sumatera, dan dialek yang mereka gunakan di Kepulauan Riau dan di daerah pesisir pantai. [[Sastra Melayu|Sastra Melayu Riau]] terekam dengan baik dalam pantun, syair, gurindam, hikayat, karmina, seloka, puisi-puisi tradisional, peribahasa lokal, mantra-mantra, dan kisah-kisah roman, serta bentuk-bentuk ekspresi lainnya yang mereka gunakan untuk mengungkapkan perasaan mereka.
== Etimologi ==
''' Melayu '''([[Aksara Tionghoa Tradisional|Aksara Tionghoa]] {{zh|t=末羅瑜國|p=Mòluóyú Guó}}), berasal dari kata ''Malaya dvipa'' dari kitab Hindu ''Purana'' yang berarti ''tanah yang dikelilingi air'' yang merujuk pada sebuah [[Kerajaan Melayu|Kerajaan Melayu Kuno]] di [[Jambi]] pada abad ke-7.<ref>Munoz, Paul Michel(2007).''Early Kingdoms of Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula''. [[Singapore]]: Editions Didier Millet, Csi. ISBN 978-9814155670</ref><ref>M Surhone, L., T Tennoe, M., & F Henssonow, S. (2011). ''Tamil Place Names in Malaysia''. Betascript Publishing. ISBN 9786135287486</ref>
[[File:Hindia Belanda 1930.gif|thumb|Pantai timur Sumatera khususnya Riau termasuk dalam kawasan ''[[swapraja]]'' atau berkepemerintahan sendiri.]]
Nama ''riau'' sendiri ada tiga pendapat. Pertama, dari [[bahasa Portugis|kata Portugis]], ''[https://en.wiktionary.org/wiki/rio rio]'' berarti [[sungai]].<ref>Suwardi MS (1991). [http://www.worldcat.org/title/budaya-melayu-dalam-perjalanannya-menuju-masa-depan/oclc/29530430 ''Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan'']. [[Pekanbaru]]: Yayasan Penerbit MSI-Riau.</ref><ref name="Kondisisosbud-setneg">[http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-riau/sosial-budaya/6022-kondisi-sosial-budaya-riau "Kondisi Sosial Budaya Provinsi Riau"]. Sekretariat Negara, diakses 17 Oktober 2013.</ref> Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri [[Sungai Siak]], dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, sekaligus mengejar pengikut [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]] yang mengundurkan diri menuju [[Kampar]] setelah kejatuhan [[Kesultanan Malaka]].<ref>Schnitger, F. M., Fürer-Haimendorf, C. ., & Tichelman, G. L. (1939). ''[http://books.google.co.id/books/about/Forgotten_Kingdoms_in_Sumatra.html?id=dcYUAAAAIAAJ&redir_esc=y Forgotten kingdoms in Sumatra]''. Leiden: E. J. Brill.</ref><ref>Abdul Samad Ahmad (1979), ''Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka,'' ISBN 983-625-601-6.</ref> Pendapat kedua ''riau'' berasal dari kata ''riahi'' yang berarti air laut, yang diduga berasal dari kitab [[Seribu Satu Malam]].<ref name="Kondisisosbud-setneg"/>
Pendapat ketiga diangkat dari kata ''rioh'' atau ''riuh'' berasal dari penamaan rakyat setempat yang berarti ramai, Hiruk pikuk orang bekerja, yang mulai dikenal sejak [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja kecik]] memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719.<ref name="Kondisisosbud-setneg"/> Nama ini di pakai sebagai salah satu dari empat negeri utama yang membentuk kerajaan [[Riau]], [[Kabupaten Lingga|Lingga]], [[Johor]] dan [[Pahang, Malaysia|pahang]]. Namun, akibat dari [[Perjanjian London tahun 1824]] antara [[Belanda]] dengan [[Inggris]] berdampak pada terbelahnya kerajaan ini menjadi dua. Belahan Johor-Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, Sedangkan belahan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh Belanda.<ref>Mills, L. A. (2003). ''British Malaya 1824–67'' (p. 86– 87). Selangor, Malaysia: Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. Call no.: RSEA 959.5 MIL.</ref><ref>Brown, I. (2009). ''The territories of Indonesia''. London: Routledge. ISBN 978-1857432152 </ref>
Dibawah pengaruh Belanda tahun 1905-1942, nama Riau dipakai untuk sebuah [[karesidenan]] yang daerahnya meliputi kepulauan Riau serta pesisir timur Sumatera bagian tengah. Demikian juga dalam zaman Jepang relatif masih di pertahankan. Setelah propinsi Riau terbentuk tahun 1958 nama tersebut masih dipergunakan hingga kini.
== Asal-usul ==
[[File:Candi Muara Takus Riau.jpeg|thumb|[[Candi Muara Takus]] di Riau, diduga pernah menjadi pusat kerajaan [[Sriwijaya]].]]
Riau diduga telah dihuni sejak 100.000-400.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman [[Pleistosen]] di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu. Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Jawa Tengah.<Ref>Tanggal tidak diketahui. [http://www.antaranews.com/print/150784/ "Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau"]. ''[[ANTARA]]'', diakses 17 Oktober 2013.</ref><ref>13 Agustus 2009. [http://politik.tvonenews.tv/berita/view/20139/2009/08/13/fosil_dari_zaman_prasejarah_ditemukan_di_riau.tvOne "Fosil Dari Zaman Prasejarah Ditemukan di Riau"]. ''[[TvOne]]'', diakses 17 Oktober 2013.</ref>
Imperium Melayu Riau juga merupakan penyambung warisan [[Sriwijaya|Kedatuan Sriwijaya]] yang berbasis agama [[Buddha]]. Ini bukti ditemukannya [[Candi Muara Takus]] yang diduga merupakan pusat pemerintahan Sriwijaya, yang berasitektur menyerupai candi-candi yang ada di [[India]]. Selain itu, [[George Coedes]] juga menemukan persamaan struktur pemerintahan Sriwijaya dengan kesultanan-kesultanan melayu abad ke-15.<ref>Cœdès, G., Damais, L., Kulke, H., & Manguin, P. (2014). ''Kedatuan Sriwijaya: Kajian sumber prasasti dan arkeologi (Edisi kedua. ed.)''. Jakarta: Ecole francaise d'Extreme-Orient. ISBN 978-602-9402-52-0</ref> Kerajaan Melayu dimulai dari Kerajaan [[Temasek|Bintan-Tumasik]] abad ke-12, disususul dengan periode Kesultanan-kesultanan melayu Islam.
Teks terawal yang membahas mengenai dunia melayu adalah [[Sulalatus Salatin]] atau yang dikenal sebagai ''Sejarah Melayu'' karya [[Tun Sri Lanang]], pada tahun 1612<ref>Mutalib, Hussin, (1977). ''Islamic Malay Polity in Southeast Asia,” Islamic Civilisation in the Malay World'', (ed.) Mohd. Taib Osman, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, pp: 1-48.</ref>. Menurut kitab tersebut, [[Bukit Seguntang]] adalah tempat dimana datangnya [[Sang Sapurba]] yang dimana keturunannya tersebar di alam melayu. [[Sang Mutiara]] menjadi raja di [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]] dan [[Sang Nila Utama]] menjadi raja di [[Pulau Bintan|Bintan]] sebelum akhirnya pindah ke [[Singapura]].<ref>Leyden, John (1821), ''Malay Annals (translated from the Malay language)'', Longman, Hurst, Rees, Orme and Brown.</ref>
[[File:SultanateMalacca.GIF |thumb|left|Daerah kekuasaan [[kesultanan Malaka]].]]
== Agama ==
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:30%; margin:0 0em 1em .25em; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"Maka segala adat-istiadat Melayu itu pun sah menurut syarak Islam dan syariat Islam. Adat-istiadat itulah yang turun-temurun berkembang sampai ke negeri Johor, negeri Riau, negeri Indragiri, negeri Siak, negeri Pelalawan, dan sekalian negeri orang Melayu adanya. Segala adat yang tidak bersendikan syariat Islam salah dan tidak boleh dipakai lagi. Sejak itu, adat-istiadat Melayu disebut adat bersendi syarak yang berpegang kepada kitab Allah dan sunah Nabi".<ref>Tonel, T. (1920). ''Adat-istiadat Melayu''. Naskah tulisan tangan huruf Melayu Arab, Pelalawan.</ref><p style="text-align: right;">— Tonel, 1920.</blockquote>
Masyarakat melayu pada umumya identik dengan [[Islam]] yang menjadi fondasi dari sumber adat istiadatnya. Oleh karena itu, adat istiadat orang Melayu Riau ''bersendikan'' ''syarak'' dan ''syarak'' ''bersendikan'' ''Kitabullah''.<ref>Prins, J. (1954). ''Adat en Islamietische Plichtenleer In Indonesia''. Bandung: W. Van Hoeve s‘Gravenhage.</ref><ref>Wan Ghalib, (1994). ''Serbaneka hukum adat daerah Riau''. Riau: Lembaga adat Riau.</ref>
Sebelum kedatangan Islam ke nusantara, banyak bagian wilayah berada di bawah Kerajaan Sriwijaya antara abad ke-7 sampai abad ke-14 yang sangat dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha.<ref> Cœdès George and Damais Louis Charles, (1992). ''Sriwijaya: History, Religion and Language of an Early Malay Polity'', Kuala Lumpur: The Malaysian Branch Royal Asiatic Society, pp: viii.</ref> Pada masa itu Islam sudah diperkenalkan ketika Maharaja Sriwijaya mengirimkan surat kepada Khalifah [[Umar bin Abdul Aziz]], yang berisi permintaan untuk mengirimkan utusan untuk menjelaskan hukum Islam kepadanya.<ref>Azra, Azyumardi (2004). ''Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII'' (dalam bahasa Indonesia). Prenada Media. hlm. 27–28. ISBN 979-3465-46-8</ref>
[[File:Ilustrasi Pengislaman Sultan-Sultan Melayu.jpeg|thumb|Ilustrasi pengislaman Raja-raja Melayu.]]
Pada abad ke-12, masuknya Islam ke nusantara dibawa melalui [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] yang telah terlebih dahulu dan diakui sebagai perintis kerajaan Islam di nusantara pada zamannya.<ref>Hamka, (1954). ''Sejarah Umat Islam'', Singapore: Pustaka.</ref>
Proses ekspansi Islam di alam melayu terjadi melalui perdagangan, pernikahan dan kegiatan misionaris ulama Muslim. Faktor-faktor ini menyebabkan penyebaran damai dan pertumbuhan pengaruh Islam di seluruh alam melayu. Faktor kuat diterimanya Islam oleh masyarakat melayu adalah aspek kesetaraan manusia, yang menurut ideologi masyarakat kala itu menganut sistem [[kasta]] dalam Hindu, dimana masyarakat kasta kelas bawah lebih rendah dari anggota kasta yang lebih tinggi.<ref>Wertheim, W.F, (1964). ''Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change'', Haque: W. Van Hoeve, pp: 170.</ref>
Masa keemasan ketika [[Kesultanan Melaka|Malaka]] menjadi sebuah kesultanan Islam. Banyak elemen dari hukum Islam, termasuk ilmu politik dan administrasi dimasukkan ke dalam hukum Malaka, terutama [[Qanun |Hukum Qanun]] Malaka. Penguasa Melaka mendapat gelar '[[Sultan]]' dan bertanggung jawab terhadap agama Islam. Pada abad-15 Islam menyebar dan berkembang ke seluruh wilayah Melaka termasuk seluruh [[Semenanjung Malaya]], [[Kepulauan Riau]], [[Bintan]], [[Lingga]] dan beberapa wilayah di pesisir timur Sumatera, yaitu [[Jambi]], [[Bengkalis]], [[Siak]], [[Rokan]], [[Kabupaten Indragiri Hilir|Indragiri]], [[Kampar]], dan [[Kuantan]]. Malaka dianggap sebagai katalisator dalam ekspansi Islam ke daerah lainnya seperti [[Palembang]], [[Sumatera]], [[Patani]] di [[Thailand Selatan|Thailand selatan]], Utara Kalimantan, [[Brunei]] dan [[Mindanao]].<ref>Mutalib, Hussin, (1977). ''Islamic Malay Polity in Southeast Asia, Islamic Civilisation in the Malay World'', (ed.) Mohd. Taib Osman, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, pp: 1-48.</ref>
Disisi lain, orang [[Orang Sakai|Sakai]] dan [[Orang Talang Mamak|Talang Mamak]] masih menganut animisme. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak penduduk Sakai dan Talang Mamak yang sudah memeluk agama Islam. Meski begitu, peralihan kepercayaan itu tak memupus kebiasaan mereka mempraktekkan ajaran nenek moyang mereka.
== Bahasa ==
:''Lihat pula: [[Bahasa Melayu]] dan [[Bahasa Indonesia]]''
[[File: Raja Ali Haji.jpg|thumb|170px|[[Raja Ali Haji]], seorang [[Sastra Indonesia|pujangga]] sekaligus peletak dasar pertama tata bahasa Melayu lewat kitab ''Pedoman Bahasa'' yang menjadi [[kamus]] eka bahasa pertama di Nusantara.]]
Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena Sejarah tersebut di mulai pada jaman Kerajaan Sriwijaya, saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Awalnya pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, dan akhirnya pindah ke Riau. Sejak itulah Riau mendapat predikat sebagai pusat kerajaan Melayu tersebut. Karena itu bahasa Melayu jaman Malaka terkenal dengan Melayu Malaka, bahasa Melayu jaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu jaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh [[Raja Ali Haji]], sehingga bahasa ini sudah memiliki standar pada zamannya dan juga sudah banyak dipublikasikan, berupa; buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama pada era sastra Melayu klasik pada abad-19.
=== Dialek ===
Riau memiliki berbagai macam subdialek Melayu yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia.
Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /e/lemah. Beberapa contohnya antara lain: Penyebutan kata /bila/, /tiga/, /kata/ dalam Bahasa Indonesia akan menjadi demikian dalam Bahasa Riau Daratan: /bilo/, /tigo/, /kato/. Sementara dalam Bahasa Riau Kepulauan menjadi: /bile/, /tige/, /kate/.
=== Tulisan ===
:''Lihat pula: [[Abjad Jawi]]''
== Adat dan budaya ==
=== Sistem kekerabatan ===
Setiap keluarga inti berdiam di rumah sendiri, kecuali pasangan baru yang biasanya lebih suka menumpang di rumah pihak isteri sampai mereka punya anak pertama. Karena itu pola menetap mereka boleh dikatakan neolokal. Keluarga inti yang mereka sebut kelamin umumnya mendirikan rumah di lingkungan tempat tinggal pihak isteri. Prinsip garis keturunan atau kekerabatan lebih cenderung parental atau bilateral.
Hubungan kekerabatan dilakukan dengan kata sapaan yang khas. Anak pertama dipanggil ''long'' atau sulung, anak kedua ''ngah''/''ongah'', dibawahnya dipanggil ''cik'', yang bungsu dipanggil ''cu''/''ucu''. Biasanya panggilan itu ditambah dengan menyebutkan ciri-ciri fisik orang yang bersangkutan, misalnya ''cik itam'' jika ''cik'' itu 'berkulit' hitam, ''ngah utih'' jika ''Ngah'' itu 'berkulit' putih, ''cu andak'' jika ''Ucu'' itu orangnya pendek, ''cik unggal'' jika si ''buyung'' itu anak tunggal dan sebagainya. Tetapi terkadang bila menyapa orang yang tidak dikenal atau yang baru mereka kenal, mereka cukup memanggil dengan sapaan [[kakak|''abang'']], ''akak'', ''dek'', atau ''nak''.
Pada masa dulu orang Melayu juga hidup mengelompok menurut asal keturunan yang mereka sebut suku. Kelompok keturunan ini memakai garis hubungan kekerabatan yang [[patrilineal]] sifatnya. Tetapi orang Melayu Riau yang tinggal di daratan Sumatera sebagian menganut faham suku yang [[matrilineal]]. Ada pula yang menyebut suku dengan ''hinduk'' atau cikal bakal. Setiap suku dipimpin oleh seorang [[penghulu|''penghulu'']]. Kalau suku itu berdiam di sebuah kampung maka penghulu langsung pula menjadi ''Datuk Penghulu Kampung'' atau Kepala Kampung. Setiap penghulu dibantu pula oleh beberapa tokoh seperti ''batin'', ''jenang'', ''tua-tua'' dan ''monti''. Di bidang keagamaan dikenal pemimpin seperti imam dan khotib.
[[File: Rumah Melayu Lipat Kajang Riau.jpeg|thumb|150px|Rumah Melayu Riau, ''Lipat Kajang.'']]
=== Rumah tradisional ===
Dalam masyarakat Melayu tradisional, rumah merupakan bangunan utuh yang dapat dijadikan tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat berketurunan, tempat berlindung bagi siapa saja yang memerlukan. Oleh sebab itu, rumah Melayu tradisional umumya berukuran besar. Selain berukuran besar, rumah Melayu juga selalu berbentuk panggung atau rumah berkolong, dengan menghadap ke arah matahari terbit.
[[File: Rumah Lontik.jpg|thumb|150px|Rumah Melayu Riau, Atap ''Lontik/Lentik.'']]
Jenis rumah Melayu meliputi rumah kediaman, rumah balai, rumah ibadah dan rumah penyimpanan. Penamaan itu disesuikan dengan fungsi dari setiap bangunan.
Secara umum ada lima jenis rumah adat Melayu Riau yaitu:
* Balai Salaso Jatuh atau Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar.
* Rumah Melayu Atap Limas Potong.
* Rumah Melayu Atap Belah Bubung.
* Rumah Melayu Atap Lipat Kajang.
* Rumah Melayu Atap Lontik.
=== Pakaian tradisional ===
:''Lihat pula: [[Baju Kurung]]''
[[File: BAJU MELAYU RIAU.jpg|thumb|left|Baju Melayu ''Cekak Musang'' dan Baju ''Kurung'' dilengkapi kain samping dan sarung.]]
Baju Melayu adalah pakaian umum bagi lelaki yang digunakan secara umum oleh orang Melayu dan rumpunnya di nusantara, khususnya Riau. Ada dua jenis yang pertama adalah baju kemeja lengan panjang yang memiliki kerah kaku mengangkat dikenal sebagai kerah ''Cekak Musang''. Sepasang baju dan celana biasanya yang terbuat dari jenis yang kain yang sama yakni sutra, katun, atau campuran polyester dan katun. Kain samping merupakan kain pelengkap yang sering digunakan untuk dipadu padankan dengan Baju Melayu, baik terbuat dari kain songket atau kain sarung. Sebuah tutup kepala berwarna hitam yang biasa dikenal sebagai [[songkok]] atau ''peci'' dipakai untuk menyempurnakan pakaian tersebut.
Sedangkan bagi perempuan adalah baju ''Kurung'' berbentuk gaun panjang longgar, yang terdiri dari rok dan blus. Biasanya bagian rok terbuat dari kain panjang berbahan [[songket]], [[sarung|sarung]] atau [[batik]] dengan lipatan di satu sisi.
=== Masakan khas ===
[[File: Nasi lemak100.jpg|thumb|Hidangan Nasi Lemak tradisional lengkap bersama belacan, gulai ayam, telur rebus, kacang goreng dan sambal teri.]]
Masakan tradisional Melayu Riau memiliki banyak persamaan dengan masakan Rumpun [[Melayu]] lainnya dan Sumatra pada umumnya yang banyak menggunakan rempah dan santan untuk menghasilkan makanan [[gulai]] yang berbumbu, gurih, berlemak, dan kental hingga berwarna kemerahan dan kuning tua. Kebanyakan menu masakan memakai bahan dasar ikan, dari [[patin]], [[lomek]], [[baung]], [[teri]], [[tengiri]]. [[pari]], serta udang-udangan, dan seringkali memakai daging [[kerbau]] atau [[lembu]]. Bumbu tambahan yang umum digunakan adalah [[belacan]]. Hampir setiap masakan Melayu disajikan bersama nasi putih atau dengan [[nasi lemak]] dan biasanya disantap menggunakan tangan.
== Referensi ==
<references/>
{{Suku bangsa di Indonesia}}
[[Kategori:Melayu|*]]
[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia|Melayu Riau]]
|