Duryodana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler |
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
||
(45 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Kondadakuli.jpg
| Caption = Tokoh Duryodana yang diperankan dalam [[
| Nama = Duryodana
| Devanagari = दुर्योधन
| Ejaan_Sanskerta = Duryodhana
| Nama_lain = {{flatlist|
*Suyodana
| Senjata = Gada▼
*Kurunata
*Kurupati
*Gandarisuta
*Dretarastraputra}}
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| Istri = [[Banowati]]
| Anak = [[Laksmanakumara]] dan [[Laksmana (Mahabharata)|Laksmana]]
| Ayah = [[Dretarastra]]
| Ibu = [[Gandari]]
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Kasta = kesatria
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
}}
'''Duryodana'''
== Arti nama ==
Secara [[harfiah]], nama ''
== Kelahiran ==
Kisah kelahiran Duryodana dan para saudaranya tercatat dalam kitab ''Mahabharata'' pertama, yaitu ''[[Adiparwa]]'', pada bab ''Sambhawaparwa''. Dalam kitab diceritakan bahwa ia merupakan putra sulung [[Dretarastra]] (pengeran [[Dinasti Kuru]]) dan [[Gandari]] (putri [[kerajaan Gandhara]]). Mereka tinggal di keraton [[Hastinapura]] bersama adik Dretarastra yang bernama [[Pandu]] dan dua istrinya yang bernama [[Kunti]] dan [[Madri]]. Karena suatu kutukan yang diucapkan Resi [[Kindama]], maka Pandu bersuluk ke tengah hutan bersama dua istrinya. Takhta kerajaan pun dititipkan kepada kakaknya, Dretarastra.
Saat [[Gandari]] hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, ia memukul-mukul kandungannya dalam keadaan frustasi dan cemburu terhadap [[Kunti]], yang telah memberikan [[Pandu]] tiga orang putera. Atas tindakannya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. Kemudian Gandari memuja [[Byasa]], seorang pertapa sakti, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepada Gandari. Kemudian Byasa memotong gumpalan daging tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryodana, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain.▼
▲
Dalam kitab ''Adiparwa'', dikisahkan bahwa tanda-tanda yang buruk mengiringi kemunculan Duryodana dari dalam pot. Para [[brahmana]] di keraton merasakan adanya tanda-tanda akan bencana yang buruk. [[Widura]], menteri kerajaan yang merupakan adik [[Dretarastra]] mengatakan bahwa tanda-tanda seperti itu merupakan peringatan bahwa putra tersebut akan mendatangkan kekerasan yang dapat mengakhiri garis [[Dinasti Kuru]]. Widura dan sesepuh keraton bernama [[Bisma]] menyarankan agar putra tersebut dibuang, tetapi [[Dretarastra]] tidak mampu melakukannya karena cinta dan luapan perasaan akan kelahiran putra pertamanya itu.<ref name="sambhava">{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01116.htm |title=The Mahabharata, Book 1: Adi Parva: Sambhava Parva: Section CXV |publisher=Sacred-texts.com |date= |accessdate=2014-08-15}}</ref>
==
[[File:Myths of the Hindus & Buddhists - The Trial of the Princes.jpg|thumb|Ilustrasi pendidikan para pangeran Kuru di bawah bimbingan [[Drona]]. Ilustrasi karya Nandalal Bose untuk buku ''Myths of the Hindus & Buddhists'' (1914).]]
Dalam ''Mahabharata'' diceritakan bahwa Duryodana sangat kuat. Ia dihormati oleh adik-adiknya, khususnya [[Dursasana]]. Setelah [[Pandu]] wafat di tengah hutan, [[Madri]] melakukan ritual [[Sati (praktik)|''Sati'']]. Kemudian [[Bisma]] menjemput [[Kunti]] dan kelima putra Pandu ([[Pandawa]]) untuk tinggal lagi di keraton [[Hastinapura]]. Kedatangan para putra Pandu menimbulkan perasaan waswas pada Duryodana, sebab Yudistira (Pandawa tertua) adalah yang sulung di antara para pangeran di sana, sehingga peluang sebagai pewaris takhta akan jatuh kepadanya. [[Sangkuni]], paman Duryodana dari pihak ibunya, kerap memberikan saran yang jahat, dan mendiskusikan rencana menyingkirkan para Pandawa, tetapi sering kali gagal.<ref>{{cite book|last=Rao|first=Shanta Rameshwar|title=The Mahabharata (Illustrated)|year=1985|publisher=Orient Blackswan|isbn=9788125022800|pages=25–26}}</ref>
Saat para [[Korawa]] dan [[Pandawa]] unjuk kebolehan saat menginjak dewasa, munculah sesosok ksatria gagah perkasa yang mengaku bernama [[Karna]]. Ia menantang [[Arjuna]] yang disebut sebagai ksatria terbaik oleh [[Drona]]. Namun [[Krepa]] mengatakan bahwa Karna harus mengetahui kastanya, agar tidak sembarangan menantang seseorang yang tidak setara.<ref>{{cite book|last=McGrath |first=Kevin |year=2004 |title=The Sanskrit Hero: Karna in Epic Mahābhārata |publisher=Brill Academic |isbn=90-04-13729-7 |url=https://books.google.com/books?id=YkmXk3-1j7UC |accessdate=25 November 2013 |ref=harv}}</ref> Setelah menyaksikan perlakuan tersebut, Duryodana membela Karna, kemudian mengangkatnya menjadi raja di [[Kerajaan Anga]]. Semenjak saat itu, Duryodana bersahabat dengan Karna. Baik Karna maupun Duryodana tidak mengetahui, bahwa Karna sebenarnya merupakan putra [[Kunti]]. Karna juga merupakan harapan Duryodana agar mampu meraih kemenangan saat [[Bharatayuddha]] berlangsung, karena Duryodana percaya bahwa Karna adalah lawan yang sebanding dengan Arjuna.
== Istri dan keturunan ==
Dalam kitab-kitab ''Mahabharata'', nama istri Duryodana tidak pernah disebutkan secara spesifik, tetapi banyak sumber yang menyebutkan bahwa Duryodana hanya memiliki seorang istri saja, yang kemudian diberi nama "[[Banowati|Bhanumati]]" dalam [[interpolasi (sastra)|kisah sisipan]], atau disebut "[[Banowati]]" dalam kisah [[pewayangan]] [[Jawa]].<ref>{{Cite book|last=Sharma|first=Arvind|url=https://books.google.com/books?id=KnCxH85Vra4C&q=duryodhana+wife&pg=PA298|title=Essays on the Mahābhārata|date=2007|publisher=Motilal Banarsidass Publishe|isbn=978-81-208-2738-7|language=en}}</ref> Dalam kitab ''[[Striparwa]]'' (buku ke-11 ''Mahabharata''), ada sebuah kalimat yang dinarasikan oleh [[Gandari]] tentang istri Duryodana dan ibu [[Laksmanakumara]], tetapi namanya tidak disebutkan. Dalam kitab ''[[Santiparwa]]'' (buku ke-12 ''Mahabharata''), Resi [[Narada]] menceritakan pernikahan Duryodana dengan putri Raja Citranggada dari [[kerajaan Kalinga|Kalinga]], tanpa menyebut nama sang putri.
Menurut suatu cerita dalam ''Mahabharata'', Duryodana menculik putri Raja Citranggada{{mdash}}yang dideskripsikan sebagai gadis berkulit putih bersih{{mdash}}dari suatu [[sayembara]] dengan dibantu oleh sahabatnya yang bernama [[Karna]], setelah sang putri menolak dirinya. Dikisahkan bahwa perasaan Duryodana kepadanya begitu dalam. Saat tiba di [[Hastinapura]], Duryodana mengajukan pembenaran atas tindakannya, dengan cara mengungkit kembali tindakan yang pernah dilakukan oleh kakeknya, [[Bisma]] saat menculik tiga putri dari [[kerajaan Kasi]] demi dipersembahkan kepada adik tirinya ([[Wicitrawirya]]).<ref>{{Cite book|last=Anonymous|url=https://books.google.com/books?id=ygA2240G74kC&q=Narada+said%2C+%27Having+thus+obtained+weapons+from+him+of+Bhrigu%27s+race%2C+Karna+began+to+pass+his+days+in+great+joy%2C+in+the+company+of+Duryodhana%2C+O+bull+of+Bharata%27s+race.&pg=PT7783|title=The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa (Complete)|publisher=Library of Alexandria|isbn=978-1-4655-2637-3|language=en}}</ref>
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', ''[[Purana]]'', serta ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'', [[Laksmanakumara]] (laki-laki) dan [[Laksmana (Mahabharata)|Laksmana]] (perempuan) merupakan anak-anak Duryodana dan Banowati.<ref>{{cite book|title=The Complete Life of Krishna: Based on the Earliest Oral Traditions and the Sacred Scriptures|url=https://books.google.com/books?id=LFwoDwAAQBAJ&q=lakshmana+daughter+of+duryodhana&pg=PT171|publisher=Simon and Schuster|author=Vanamali|access-date=22 May 2012|isbn = 9781594776908|year=2012}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/iml/iml23.htm |title=Indian Myth and Legend: Chapter XVIII. The Battle of Eighteen Days |publisher=Sacred-texts.com }}</ref> Sangat sedikit cerita yang melibatkan mereka dalam ''Mahabharata''. Kisah tentang Laksmanakumara terutama terdapat dalam episode gugurnya [[Abimanyu]], sedangkan Laksmana dikisahkan menikah dengan [[Samba (Mahabharata)|Samba]], putra [[Kresna]].
== Perebutan kerajaan ==
[[Berkas:
Setelah pulang dari [[Indraprastha]], Duryodana
Setelah Yudistira kalah, Duryodana segera menyuruh agar Dropadi datang ke arena permainan, sebagai budak yang telah diperoleh melalui taruhan. Pada waktu itu Dropadi sedang berada di keputren Hastinapura. Ia berulang kali menolak untuk dijemput oleh pesuruh, sehingga Duryodana mengutus [[Dursasana]], adiknya sendiri untuk menjemput Dropadi. Dropadi tetap menolak untuk hadir di arena permainan, sehingga Dursasana menyeretnya secara paksa. Di arena permainan, Duryodana meminta Dropadi untuk menanggalkan pakaiannya, tetapi ia menolak, sehingga Dursasana mencoba menelanjanginya. Namun berkat pertolongan gaib dari [[Kresna]], kain yang dikenakan Dropadi tidak habis meski terus-menerus ditarik dan diulur-ulur. Setelah Dursasana kelelahan, akhirnya [[Bima (Mahabharata)|Bima]] bersumpah bahwa ia akan merobek dada Dursasana, serta membinasakan para Korawa.
▲Saat Duryodana datang berkunjung ke Istana [[Indraprastha]], ia terkagum-kagum dengan kemegahan istana tersebut. Saat memasuki sebuah ruangan, ia mengira sebuah kolam sebagai lantai. Tak pelak lagi ia tercebur. Kejadian tersebut disaksikan oleh [[Dropadi]]. Ia tertawa terpingkal-pingkal dan menghina Duryodana. Ia mengatakan bahwa anak orang buta ternyata ikut buta juga. Mendengar hal itu, Duryodana sangat sakit hati. Dalam hati, ia marah besar terhadap [[Dropadi]].
Tak lama setelah Dropadi dihina, pertanda alam yang buruk muncul di [[Hastinapura]]. Menyadari bahwa masa depan keluarganya terancam, Dretarastra pun mengembalikan semua yang telah dipertaruhkan Yudistira, termasuk kebebasannya. Namun, hal itu menyebabkan kekecewaan besar bagi Duryodana. Akhirnya diadakanlah permainan dengan taruhan bahwa yang kalah harus hidup di tengah hutan selama 12 tahun. Setelah itu, yang kalah menjalani hidup dalam masa penyamaran selama setahun. Apabila penyamaran pada tahun itu terbongkar, maka yang kalah harus menjalani hidup lagi di tengah hutan. Sebagaimana permainan sebelumnya, Yudistira pun kalah. Akhirnya para Pandawa beserta istri mereka menjalani apa yang telah dipertaruhkan. Kehidupan para Pandawa dan Dropadi di tengah hutan tercatat dalam kitab ''[[Wanaparwa]]'', sedangkan kehidupan mereka dalam masa penyamaran tercatat dalam kitab ''[[Wirataparwa]]''.
▲Setelah pulang dari [[Indraprastha]], Duryodana termenung memikirkan bagaimana cara mendapatkan harta [[Yudistira]]. Melihat keponakannya murung, [[Sangkuni]] menawarkan ide licik untuk mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Niat tersebut disetujui oleh Duryodana, termasuk Dretarastra yang terkena rayuan dan hasutan Sangkuni yang berlidah tajam. Pada hari yang dijanjikan, [[Yudistira]] bermain dadu dengan Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Di awal permainan, Sangkuni membiarkan [[Yudistira]] menikmati kemenangan, namun pada pertengahan permainan, kemenangan terus dimenangkan oleh [[Sangkuni]] berkat kelicikannya. Akhirnya Yudistira menyerahkan harta, kerajaan, bahkan adik-adiknya sendiri, termasuk [[Dropadi]], istrinya.
== Persiapan perang ==
[[File:Arjuna chooses Krishna.jpg|left|300px|thumb|Lukisan dari [[Himachal Pradesh]] (sekitar abad ke-18) menggambarkan pertemuan antara [[Kresna]], [[Arjuna]], dan Duryodana sebelum perang Kurukshetra dimulai.]]
Dalam bagian awal kitab ''[[Udyogaparwa]]'', pada saat pertemuan para kesatria di pernikahan [[Abimanyu]] dan [[Utari]], [[Satyaki]] dari kaum [[Yadawa]] menyarankan agar [[Pandawa]] membentuk suatu persekutuan dengan para raja di tanah [[India]], sehingga kekuatan tersebut dapat dipakai untuk menekan Duryodana agar mau menyerahkan [[kerajaan Kuru]] kepada Pandawa. Raja [[Drupada]] dari [[kerajaan Panchala|Panchala]] menyarankan agar Pandawa segera mengirimkan utusan dan membuat persekutuan. Duryodana mengetahui niat para Pandawa; ia pun segera membentuk persekutuan seperti yang dilakukan oleh Pandawa.
Di [[Dwaraka]], Kresna didatangi oleh pihak Korawa dan Pandawa dalam waktu bersamaan. Ia menerangkan bahwa salah satu dari mereka dapat meminta bantuan kepadanya sebagai penasihat—dengan catatan bahwa ia tak akan memegang senjata selama pertempuran—sedangkan yang satunya lagi dapat meminta keberpihakan prajurit keluarga Kresna yang disebut ''[[Narayanisena]]''. Pandawa yang diwakili [[Arjuna]] meminta bantuan Kresna sebagai penasihat, sementara Korawa yang diwakili Duryodana meminta agar laskar ''Narayanisena'' mendukungnya saat bertempur. Di [[Kurukshetra]], hanya ''Narayanisena'' pimpinan [[Kertawarma]] yang mendukung Korawa, sementara [[Satyaki]] bertempur demi Pandawa. Sedangkan para panglima ''Narayanisena'' lainnya ditahan oleh [[Baladewa]] dan Kresna agar tidak terlibat dalam pertempuran.<ref name="media.radiosai.org">{{cite web | title=The Narayani Sena Dilemma - Follow Krishna or follow Conscience | website=media.radiosai.org | url=https://media.radiosai.org/journals/vol_14/01SEP16/The-Narayani-Sena-Dilemma-Follow-Krishna-or-follow-Conscience.htm | access-date=2020-08-09}}</ref><ref name="StoryMirror 2020">{{cite web | title=Narayan or the narayani sena? | website=StoryMirror | date=2020-01-03 | url=https://storymirror.com/read/story/english/neumo18k/narayan-or-the-narayani-sena/detail | access-date=2020-08-09}}</ref><ref name="Gupta2007">{{cite book|author=Jyoti Bhusan Das Gupta|title=Science, Technology, Imperialism, and War|url=https://books.google.com/books?id=EJuM4FylchwC&pg=PA291|year=2007|publisher=Pearson Education India|isbn=978-81-317-0851-4|pages=291–}}</ref><ref name="Palkar2019">{{cite book|author=Amit Palkar|title=Moral Stories for All|url=https://books.google.com/books?id=RQKGDwAAQBAJ&pg=PA46|date=1 February 2019|publisher=Evincepub Publishing|isbn=978-93-88277-92-1|pages=46–}}{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
== Pertempuran di Kurukshetra ==▼
{{main|Perang di Kurukshetra}}▼
[[File:Raja Ravi Varma, Sri Krishna as Envoy.jpg|thumb|Lukisan "Krishna sebagai Duta" karya [[Raja Ravi Varma]] (1906). Dalam lukisan digambarkan Duryodana (tengah) menentang usulan damai [[Kresna]]. [[Satyaki]] berusaha melawan tetapi dicegah oleh Kresna.]]
Sebelum pertempuran dimulai, [[Kresna]] datang ke hadapan Duryodana dan sesepuh [[Kerajaan Kuru]] seperti [[Dretarastra]], [[Widura]], [[Bisma]], dan [[Drona]]. Ia datang untuk menyampaikan misi perdamaian. Namun usul Kresna ditolak juga oleh Duryodana. Dalam kesempatan tersebut, ia memiliki niat jahat untuk menculik Kresna. Namun Kresna mengetahui niat jahat Duryodana
Kitab ''[[Mahabharata]]'' dari [[parwa]] ke-6 sampai 10 (''[[Bhismaparwa]]'', ''[[Dronaparwa]]'', ''[[Karnaparwa]]'', ''[[Salyaparwa]]'', ''[[Sauptikaparwa]]'') menceritakan jalannya [[perang Kurukshetra|pertempuran besar]] yang merupakan konflik sentral wiracarita tersebut. Menurut legenda, pertempuran terjadi di [[Kurukshetra]], suatu lapangan di bagian utara [[Kerajaan Kuru]], yang di masa kini merupakan wilayah [[Haryana]], [[India Utara]]. Dalam konflik tersebut, Duryodana didampingi kesatria-kesatria kuat, yaitu [[Bisma]] (sesepuh Dinasti Kuru), [[Krepa]] (guru keraton), [[Drona]] (guru keraton), [[Karna]] (Raja [[kerajaan Angga|Angga]]), [[Aswatama]] (putra Drona), [[Salya]] (Raja [[kerajaan Madra|Madra]]), [[Bahlika]] (penguasa [[Bahlika]]), [[Jayadrata]] (Raja [[Kerajaan Sindhu|Sindhu]]), [[Bagadata]] (Raja [[kerajaan Pragjyotisha|Pragjyotisha]]), dan lain-lain. Dengan berpihaknya Bisma dan Karna, ia menaruh harapan yang tinggi, karena ia menganggap mereka adalah kesatria yang unggul dan setara, atau bahkan melebihi [[Arjuna]]. Karna yang bersumpah setia akan selalu memihak Duryodana, berusaha memberikan yang terbaik bagi Duryodana. Namun satu-persatu kesatria besar yang memihak Duryodana akhirnya gugur di medan perang, termasuk kesatria yang sangat diharapkan Duryodana, yaitu Bisma dan Karna. Begitu pula saudara-saudaranya, meliputi [[Dursasana]], [[Wikarna]], [[Wiwingsati]], dan [[Citraksa]].
Akhirnya, hanya beberapa ksatria besar di pihak Korawa masih bertahan hidup, seperti misalnya [[Kretawarma]], [[Krepa]], [[Aswatama]], dan [[Salya]]. Pada pertempuran di hari kedelapan belas, ia mengangkat Salya sebagai senapati pihak [[Korawa]], namun pada hari itu juga Salya gugur di tangan [[Yudistira]]. Menjelang akhir peperangan tersebut, Duryodana mulai merasa cemas akan kekalahannya. ▼
=== Anugerah Gandari ===
Dalam perjalanan ke tempat ibunya, Duryodana berpapasan dengan [[Kresna]] yang baru saja datang mengunjungi Gandari. Kresna mencela dan mengejek Duryodana yang hendak menghadap ibunya sendiri dalam keadaan telanjang. Karena malu, Duryodana menutupi bagian bawah perutnya, termasuk bagian paha. Saat Duryodana memasuki tenda, Gandari pun membuka penutup matanya. Saat matanya terbuka, kekuatan ajaib dilimpahkan ke tubuh Duryodana. Namun Gandari melihat bahwa Duryodana menutupi bagian bawah perutnya. Ia pun berkata bahwa bagian tersebut tidak akan kebal dari serangan musuh, karena bagian tersebut ditutupi saat Gandari melimpahkan anugerahnya.<ref>{{citation| url=https://www.vyasaonline.com/encyclopedia/gandhari/| title=Gandhari |publisher=Vyasa Online Encyclopedia |date =17 November 2020}}</ref> Meskipun bagian cerita ini tidak terkandung dalam naskah ''[[Mahabharata]]'' gubahan [[Byasa]], tetapi cukup populer dalam adaptasi ''Mahabharata'' masa kini, contohnya dalam seri ''Mahabharata'' B.R. Chopra.<ref>{{citation|url=https://www.timesnownews.com/spiritual/religion/article/mahabharat-shri-krishna-nitish-bhardwaj-puneet-issar-duryodhan-bhim-praveen-kumar/590568 |title=Why Gandhari removed her blindfold to see Duryodhana before his fight with Bhim on war's last day| date=12 Mei 2020| access-date=17 November 2020 |publisher=Times Now News| author=Times Now Digital}}</ref>
[[Berkas:Bhima hurled his mace with fury.jpg|jmpl|left|Lukisan Bima melayangkan gadanya dengan beringas ke arah Duryodana.{{br}}Lukisan karya Evelyn Paul, 1911.]]
▲
▲== Pertempuran terakhir dan kematian ==
▲Saat Duryodana bertarung sendirian dengan [[Pandawa]], [[Yudistira]] mengajukan tawaran, bahwa ia harus bertarung dengan salah satu Pandawa, dan jika Pandawa itu dikalahkan, maka [[Yudistira]] akan menyerahkan kerajaan kepada Duryodana. Duryodana memilih bertarung dengan senjata gada melawan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]]. Kedua-duanya memiliki kemampuan yang setara dalam memainkan senjata gada karena mereka berdua menuntut ilmu kepada guru yang sama, yaitu [[Baladewa]]. Pertarungan terjadi dengan sengit, keduanya sama-sama kuat dan sama-sama ahli bergulat dan bertarung dengan senjata gada. Setelah beberapa lama, Duryodana mulai berusaha untuk membunuh Bima.
Pada waktu itu, [[Kresna]] mengingatkan
=== Kematian ===
[[File:Bhima Killing Duryodhana.jpg|thumb|Tersungkurnya Duryodana setelah duel melawan Bima, dalam ilustrasi untuk kitab ''Mahabharata'' ber[[bahasa Persia]], dari [[Muradabad]] (1761).]]
Duryodana gugur perlahan-lahan setelah duel melawan [[Bima (Mahabharata)|Bima]] pada hari kedelapan belas. Dalam kitab ''[[Sauptikaparwa]]'', hanya tiga kesatria yang bertahan hidup dan masih berada di pihaknya, yaitu [[Aswatama]], [[Krepa]], dan [[Kertawarma]]. Dalam keadaan sekarat, Duryodana sempat mengangkat Aswatama sebagai pemimpin sisa-sisa prajurit Korawa, dan berpesan agar Aswatama membalaskan dendamnya untuk membinasakan para Pandawa. Aswatama pun menyusup ke perkemahan para Pandawa pada malam hari, tetapi Pandawa sedang tidak berada di sana. Sebaliknya, ia membunuh [[Drestadyumna]], [[Srikandi]], [[Pancakumara]], [[Utamoja]], Yudamanyu, dan sisa laskar Pandawa. Ia kemudian kembali ke tempat Duryodana dan menceritakan pembalasan dendam yang telah dilakukannya. Tak lama kemudian, Duryodana gugur. Setelah Duryodana gugur, [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]] kehilangan mata batinnya sehingga ia tidak mampu lagi menceritakan kejadian di [[Kurukshetra]] kepada Dretarastra.
== Pandangan lain ==
Dalam pandangan para sarjana [[Hindu]] masa kini, Duryodana merupakan raja yang kuat dan cakap, serta memerintah dengan adil,
Duryodana juga merupakan salah satu tokoh yang sangat menghormati orangtuanya. Meskipun dianggap bersikap jahat, ia tetap menyayangi ibunya, yaitu [[Gandari]]. Setiap pagi sebelum berperang ia selalu mohon do'a restu, dan setiap kali ia berbuat demikian, ibunya selalu berkata bahwa kemenangan hanya berada di pihak yang benar. Meskipun jawaban tersebut mengecilkan hati Duryodana, ia tetap setia mengunjungi ibunya setiap pagi.
Baris 84 ⟶ 107:
== Lihat pula ==
{{commonscat|Duryodhana}}
* [[Korawa]]
* [[Sabhaparwa]]
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{Tokoh Mahabharata}}
[[Kategori:Korawa]]
|