Katedral Jakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
+ gambar |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(158 revisi perantara oleh 39 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox church
|name = Katedral Jakarta
|
|color = blue
|image = [[Berkas:Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-10.jpg|275px]]
|
|
|consecration_year = 21 April 1901
|founder =
|architect = Antonius Dijkmans
|style = [[Arsitektur Kebangkitan Gotik|Neo-Gotik]]
|status = [[Katedral]], [[Paroki]]
|functional status = Aktif
|heritage designation =
|architectural type = [[Gereja]]
|capacity = 2.500 orang
|archdiocese = [[Keuskupan Agung Jakarta|Jakarta]]
|deanery = Pusat
|parish = Katedral
|province = Jakarta
|constructed_date = 21 April 1891
|priestincharge = R.P. A. Hani Rudi Hartoko, [[Yesuit|S.J.]]
|asstpriest = {{ubl|R.P. Yohanes Deodatus, S.J.|R.P. Macarius Maharsono Probho, S.J.}}
|bishop = [[Ignatius Suharyo|Ignatius ''Kardinal'' Suharyo]]
|address = Jl. Katedral No. 7B, [[Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat|Pasar Baru, Sawah Besar]]
|location = [[Jakarta Pusat]], [[Jakarta]]
|country = [[Indonesia]]
|phone = +62-21-3457-746
|website = {{URL|http://www.katedraljakarta.or.id/}}
|logo =
|logosize = 200px
|embedded = {{Infobox cagar budaya
|child = yes
|Name = Gereja Katedral Jakarta
|Image = Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-04.jpg
|Type = Nasional
|Session = 237/M/1999
|Extension = Menteri
|Criteria = Situs
|ID = CB.64
|Location = [[Jakarta Pusat]], [[Jakarta]]
|Year = 4 Oktober 1999
|ownership = [[Daftar paroki di Keuskupan Agung Jakarta|Paroki Katedral]]
|management = [[Daftar paroki di Keuskupan Agung Jakarta|Paroki Katedral]]
|Link = https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2015090300036/gereja-katedral-jakarta
|map_location = Indonesia Jakarta
|map_label = {{PAGENAME}}
|map_caption = Lokasi {{PAGENAME}} di [[Jakarta Pusat]]
|coordinates = {{coord|-6.169175|106.833134|format = dms|display = title,inline}}
}}
}}
'''Gereja Katedral Jakarta''', atau bernama resmi '''Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga''' ({{lang-nl|De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming}}; {{lang-en|The Church of Our Lady of the Assumption}}) adalah sebuah [[gereja]] [[katedral]] [[Gereja Katolik Roma|Katolik]] yang terletak di [[Jakarta Pusat]], [[Jakarta]], ibu kota [[Indonesia]]. Gedung gereja ini diresmikan pada [[1901]] dan dibangun dengan arsitektur [[Kebangkitan Gotik|neo-gotik]] dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta">[http://www.katedraljakarta.or.id Situs resmi Katedral Jakarta]</ref>
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor [[Antonius Dijkmans]] dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, [[Carolus Wenneker]]. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh [[Cuypers-Hulswit]] ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada [[21 April]] [[1901]] oleh Mgr. [[Edmundus Sybradus Luypen]], S.J., Vikaris Apostolik Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada [[27 Juli]] [[1826]] gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya saat terjadi kebakaran besar. Lalu pada tanggal [[31 Mei]] [[1890]], Gereja itu pun sempat roboh oleh masalah struktur sehingga harus dilakukan renovasi. Arsitektur bangunan gereja yang sekarang sangat mirip dengan Gereja Sint-Petrus-en-Pauluskerk, Oostende, Belgia.
Pada malam natal, [[24 Desember]] [[2000]], Gereja ini menjadi salah satu lokasi yang terkena [[Bom malam Natal 2000|serangan ledakan bom]] oleh kelompok ekstremis Islam, [[Jamaah Islamiyah]].
== Sejarah ==
===
Dengan adanya perubahan politik di [[Belanda]] khususnya kenaikan
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang imam dari [[Belanda]] tiba di Jakarta, yaitu R.D. [[Jacobus Nelissen]] dan R.D. [[Lambertus Prinsen]].<ref name="katedral">{{id}}2008. "Perjalanan Iman Gereja Katedral". Jakarta: Museum Katedral.</ref> Adapun yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah R.D. Jacobus Nelissen. Setelah sekitar dua abad perayaan [[ekaristi]] dilarang di Hindia Belanda, pada tanggal 10 April 1808, untuk pertama kalinya diselenggarakan [[misa]] secara terbuka di [[Batavia]] di rumah Dokter F.C.H. Assmuss, kepala Dinas Kesehatan waktu itu. Dokter Assmuss bersama dengan beberapa kawan kemudian mengumpulkan sejumlah orang yang sebagian besar bekerja sebagai tentara. Upacara Misa berlangsung sederhana dengan tempat yang kurang memadai. Kedua imam tersebut untuk sementara tinggal di rumah Dokter Assmuss.
Pada bulan Mei, kedua imam itu sempat pindah ke rumah bambu yang dipinjamkan pemerintah untuk digunakan sebagai pusat sementara kegiatan-kegiatan Katolik. Rumah tersebut terletak di sebuah asrama tentara yang ada di pojok barat daya ''Buffelsveld'' atau [[Lapangan Banteng]] (sekarang kira-kira di antara Jalan Perwira dan Jalan Pejambon, di atas tanah yang saat ini ditempati oleh Kementerian Agama). Pada tanggal 15 Mei 1808, perayaan Misa Kudus pertama dirayakan di gereja darurat (kira-kira tempat parkir [[Masjid Istiqlal]]). Pada waktu itu juga telah dibentuk Badan Pengurus Gereja dan Dana Papa, yang terdiri atas Prefek Apostolik [[Jacobus Nelissen]] sebagai ketua, dengan anggota-anggota Chevreux Le Grevisse, Fils, Bauer, dan Liesart. Selama tahun 1808, berlangsung [[baptis|pembaptisan]] bagi 14 orang, yaitu seorang dewasa keturunan [[Eropa Timur]], delapan anak hasil hubungan gelap, di antaranya ada empat yang ibunya masih berstatus budak, dan hanya lima anak dari pasangan orang-orang tua yang sah status perkawinannya.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Karena dirasa perlu adanya sebuah rumah ibadah yang dapat digunakan untuk mengumpulkan umat, pada 2 Februari 1810, Pastor Nelissen mendapat sumbangan sebuah kapel dari [[Gubernur-Jenderal]] [[Meester]] [[Herman Daendels]], yaitu sebuah kapel sederhana yang terletak di pinggir Jalan Kenanga, di daerah [[Senen]], menuju [[Istana Weltevreden]] (sekarang menjadi [[RSPAD Gatot Subroto]]). Kapel ini dibangun oleh [[Cornelis Chastelein]] dan sebelumnya dipakai oleh jemaat [[Protestan]] yang ber[[bahasa Melayu]] dan pada hari biasa dipakai sebagai sekolah. Kapel ini merupakan milik Gubernemen yang dihadiahkan berikut semua isinya, termasuk 26 kursi dan sebuah organ yang sudah tidak dapat digunakan. Karena kondisi bangunan yang kurang layak, Pastor Nelissen segera mengerahkan sejumlah orang untuk merenovasi bangunan. Semua pekerjaan ini dipercayakan kepada pengusaha Tjung Sun dengan pengawasan Jongkind, arsitek, atas nama Dewan Gereja. Kapel inilah yang menjadi Gereja Katolik pertama di Batavia. Dalam bulan yang sama, Gereja Katolik pertama di Batavia ini diberkati dan sebagai pelindungnya dipilih [[Louis IX dari Prancis|Santo Ludovikus]]. Gedung itu memang tidak bagus namun dirasa cukup kuat karena terbuat dari batu dan dapat menampung 200 umat. Di dekat gedung gereja itu dibangun sebuah Pastoran sederhana yang terbuat dari bambu.
Pada tanggal 10 Mei 1812, [[
Pada tanggal
===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De kathedraal aan het Waterlooplein in Batavia TMnr 60025933.jpg|
Pada waktu itu yang menjabat sebagai Komisaris Jenderal adalah [[Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies|Leonardus Petrus Josephus Burggraaf Du Bus de Ghisignies]], seorang ningrat yang juga beragama Katolik, berasal dari daerah [[Komunitas Flandria|Vlaanderen]] di [[Belgia]]. Ia memiliki wewenang penuh di Batavia, serta lebih tinggi kekuasaannya dari seorang Gubernur Jenderal. Selama jabatan Du Bus De Ghisignies, 1825-1830, [[Gereja Katolik di Indonesia]] bisa bernapas lega. Ia beragama Katolik dan sangat memperhatikan kebutuhan umat. Ia juga sangat berjasa dalam menciptakan kebebasan kehidupan beragama di Batavia waktu itu. Salah satu jasanya adalah ''Regeringsreglement'' yang dibuatnya, pada pasal 97 diletakkan: "Pelaksanaan semua agama mendapat perlindungan pemerintah". Ia juga mendesak Pastor Prinsen untuk segera menetap di Jakarta.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Melihat kebutuhan umat yang mendesak akan adanya gereja untuk tempat ibadah, Ghisignies mengusahakan tempat untuk mendirikan Gereja baru. Ia memberi kesempatan kepada Dewan Gereja Katedral untuk membeli persil bekas istana Gubernur Jenderal di pojok barat/utara Lapangan Banteng (dulu ''Waterlooplein'') yang waktu itu dipakai sebagai kantor oleh Departemen Pertahanan. Pada waktu itu, di atas tanah tersebut berdiri bangunan bekas kediaman panglima tentara Jenderal de Kock. Umat Katolik saat itu diberi kesempatan untuk membeli rumah besar tersebut dengan harga 20.000 gulden. Pengurus gereja mendapat pengurangan harga 10.000 gulden dan pinjaman dari pemerintah sebesar 8.000 gulden yang harus dilunasi selama 1 tahun tanpa bunga.
Baris 70 ⟶ 80:
Pada tahun [[1826]] Ghisignies memerintahkan Ir. Tromp untuk menyelesaikan "Gedung Putih" yang dimulai oleh [[Daendels]] (1809) dan kini dipakai Departemen Keuangan di Lapangan Banteng. Ir. Tromp diminta juga membangun kediaman resmi untuk komandan Angkatan Bersenjata (1830) dan sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila di Jl. Pejambon. Order ketiga pada Ir. Tromp adalah merancang Gereja Katolik pertama di Batavia. Tempatnya adalah yang sekarang dipakai Gereja Katedral.
Atas desakan Komisaris-Jenderal Du Bus De Ghisignies, Ir. Tromp merancang gereja baru berbentuk salib sepanjang 33 x 17 meter. Ruang altar dibuat setengah lingkaran, sedang dalam ruang utama yang panjang dipasang 6 tiang. Gaya bangunan ini bercorak [[barok]]-[[gotik]]-[[Arsitektur Klasik|klasisisme]]; jendela bercorak [[Kebangkitan Gotik|neogotik]], tampak muka bergaya barok, pilaster dan dua gedung kanan kiri bercorak klasisistis. Menara tampak agak pendek dan dihiasi dengan kubah kecil di atasnya. Maka, gaya bangungan itu disebut [[Arsitektur Klasik|eklektisistis]]. Ditambah lagi dua gedung untuk pastoran yang mengapit gereja di kanan kiri serta deretan kamar-kamar dibelakangnya. Rupanya rancangan Ir. Tromp ini membutuhkan dana yang cukup besar dan melampaui kemampuan finansial gereja waktu itu. Maka rancangan ini tidak pernah terlaksana.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Oleh karena itu, gedung yang diperoleh umat Katolik tersebut, atas usul Ir. Tromp dirombak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk gereja. Bangunan ini sebenarnya adalah gedung dengan sebuah ruangan luas di antara dua baris pilar. Di kedua sisi panjangnya dilengkapi dengan gang. Di tengah atap dibangun sebuah menara kecil enam persegi. Di sebelah timur sebagian dari rumah asli tetap dipertahankan untuk kediaman pastor dan di sebelah barat untuk koster. Altar Agungnya merupakan hadiah dari Komisaris Jenderal du Bus Ghisignies. Gereja yang panjangnya 35 meter dan lebarnya 17 meter ini pada tanggal [[6 November]] [[1829]] diberkati oleh Monseigneur Prinsen dan diberi nama '''Santa Maria Diangkat ke Surga'''.
Baris 78 ⟶ 88:
Seiring dengan berjalannya waktu, gereja tersebut mengalami banyak kerusakan. Perbaikan yang dilakukan hanya bersifat tambal sulam saja. Kemudian pada tahun [[1859]] diadakan renovasi yang cukup besar. Menurut pengamatan seorang ahli bangunan, menara yang ada di tengah atap merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan kebocoran. Menara tersebut terlalu berat bagi struktur atap gereja, sehingga menekan tembok dan menimbulkan kebocoran dimana-mana. Oleh karena itu diusulkan untuk membongkar menara kecil tersebut dan menggantinya dengan sebuah menara baru yang terletak di atas pintu masuk, di sebelah barat. Akhirnya pada tanggal [[31 Mei]] [[1880]] gereja ini mulai difungsikan lagi setelah selesai direnovasi.
Hampir sepuluh tahun kemudian, [[9 April]] [[1890]], ditemukan bagian-bagian gereja yang mulai rusak, Setumpuk kapur dan pasir berserakan dekat sebuah pilar. Keadaan ini cukup mencemaskan para imam, terutama Pater Kortenhorst yang pagi itu sempat menginjak setumpuk kapur dan pasir tersebut. Pada hari yang sama sekitar pk. 09.00 pagi, Pastor Kortenhorst dan Pastor Luypen memeriksa situasi gereja. Salah satu pilar
Ketika debu sudah mulai turun, kehancuran gereja mulai
Kondisi gereja saat itu sangat parah dan tidak memungkinkan untuk penyelenggaraan misa. Untuk sementara waktu misa diselenggarakan di dalam garasi kereta kuda yang disesuaikan fungsinya untuk gereja darurat.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
===
Para imam dan umat mulai mengupayakan dibangunnya gereja yang baru. Pada tanggal 1 November 1890 ditandatangani sebuah [[kontrak]] antara Mgr. [[Adam Carel Claessens]] dan pengusaha Leykam tentang pembelian tiga juta [[batu bata]]. Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa ukuran batu bata yang diminta harus sesuai dengan contoh yang dilampirkan dan harganya ditetapkan 2,2 hingga 2,5 sen untuk setiap buahnya. Juga disebutkan bahwa dimulai dari tanggal 1 Desember 1890, setiap bulannya harus diserahkan 70.000 buah batu bata dari perusahaan pembakaran. Jumlah batu bata yang retak dan pecah tidak boleh melebihi 10 persen. Hal ini mengarah kepada harapan untuk pembangunan gereja yang dilakukan secara lebih professional.
Orang yang ditunjuk dan dipercaya untuk menjadi perencana dan arsitek pembangunan gereja ini adalah R.P. Antonius Dijkmans, S.J., seorang ahli bangunan yang pernah mengikuti kursus arsitektur gerejani bersama [[Eugène Viollet-le-Duc]] di [[Paris]], Prancis serta [[Eduard Cuypers]] di [[Belanda]]. Pastor Dijkmans yang sudah tiba di Jakarta dua tahun sebelum gereja runtuh, sebelumnya sudah membangun dua gereja di Belanda. Ia juga merancang dan membangun kapel Susteran yang terletak Jalan Pos 2, pada tahun 1891. Pada pertengahan tahun [[1891]] mulai dilakukan peletakan batu pertama untuk memulai pembangunan gereja tersebut. Setelah sekitar setahun berjalan, pembangunan terpaksa dihentikan karena kurangnya biaya. Selain itu, pada tahun [[1894]], Pastor Dijkmans harus pulang ke [[Belanda]] karena sakit dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1922. Pekerjaan pembangunan macet dan misa tetap dilaksanakan di garasi pastoran.
Uskup baru, Mgr. [[Edmundus Luypen]], S.J. melakukan penggalangan dana di Belanda dan Insinyur [[Marius Jan Hulswit]] memulai pembangunan lagi. Batu pertama kembali diletakkan dan diberkati pada tanggal 16 Januari 1899, sebagai tanda dimulainya kembali pembangunan gereja ini. Pada bulan November balok-balok atap dipasang.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/> Untuk mendukung dana pembangunan gereja, Badan Pengurus Gereja bersama umat dua kali mengadakan undian ([[lotre]]), satu kali sebelum pelatakan fondamen, kemudian sebelum pembangunan atas dimulai. Karena subsidi dari pemerintah tetap ditolak, maka menutup kekurangan itu dikeluarkan obligasi sebesar 50.000 [[Gulden Belanda]] dan pengumpulan derma di antara kalangan umat Katolik maupun di luarnya ditingkatkan.
Selain arsitek baru, ada juga seorang kontraktor bernama van Schaik, sedangkan Ir. van Es mewakili Badan Pengurus Gereja sebagai ''bouwheer''. Konstruksi besi kedua menara digambar dan dikerjakan oleh Ir. van Es sendiri. 11 tahun sesudah keputusan Badan Pengurus Gereja, 10 tahun sesudah peletakan batu pertama, gereja selesai. Proses pembangunan gereja sempat terhenti selama tujuh tahun karena kehabisan dana, sehingga pembangunan sebenarnya hanya berlangsung selama tiga tahun.
''De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming'' (Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga) diresmikan dan diberkati oleh [[Vikaris Apostolik]] [[Edmundus Sybradus Luypen]], S.J. pada tanggal 21 April 1901. Dalam upacara peresmian tersebut banyak dihadiri para pejabat dan umat. Mgr. Luypen berdoa sejenak di hadapan patung Maria yang terdapat di antara dua pintu utama, lalu pada pukul 08.00, Mgr. Luypen mulai mengelilingi seluruh gereja dan memerciki dengan air suci sambil diiringi Paduan Suara Santa Sesilia. Paduan suara ini didirikan pada tanggal 22 November 1865 oleh C.G.F. can Arcken. Prosesi terdiri dari pembawa salib, [[putra altar]], para imam, dan Vikaris Apostolik pada barisan paling belakang. Di muka altar semua berlutut dan menyanyikan [[Litani Orang Kudus]]. Misa [[pontifikal]] dengan liturginya yang kuno nan luhur diselenggarakan oleh Mgr. Luypen dengan didampingi lima imam. Paduan Suara Santa Sesilia dengan pimpinan Toebosch menyanyikan Misa karangan Benoit dengan iringan organ.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/> Mulai sejak itu, gereja utama di Jakarta ini dapat disebut sebagai [[Katedral]], karena di dalamnya telah terdapat [[katedra]] yang melambangkan takhta bagi seorang uskup.
Ketika gedung ini pertama kali dibangun, para pejabat ''genie'' (pasukan [[zeni]]) menilai gedung gereja yang menghabiskan biaya 628.000 gulden rancangan Pastor A. Dijkmans tersebut sebagai "gedung yang terlampau kuat", mengingat struktur gedung dan material yang digunakan sungguh-sungguh pilihan yang terbaik. Hal ini membuat bangunan Katedral Jakarta tetap berdiri tegak hingga lebih dari 100 tahun setelahnya.
=== 1901–sekarang ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De kathedraal aan het Lapangan Banteng Djakarta TMnr 60054762.jpg|jmpl|250px|Gereja Katedral Jakarta (ca.1950-60)]]
Berbagai peristiwa mewarnai lebih dari 100 tahun berdirinya Gereja Katedral ini. Pada tahun [[1924]] untuk pertama kalinya seorang Uskup ditahbiskan dalam Gereja Katedral, yaitu Mgr. [[Anton Pieter Franz van Velsen]], S.J. dan tahun berikutnya sidang pertama [[Majelis Wali-wali Gereja Indonesia]] diadakan dalam Pastoran Katedral.
Kardinal [[Gregorio Pietro Agagianian]], seorang [[Armenia]], mengunjungi Jakarta pada tahun [[1959]] dan diterima dengan meriah oleh Gereja dan pimpinan Negara RI.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Pembicaraannya dengan para waligereja dan pembesar ordo yang berkarya di seluruh Indonesia penting bagi masa depan. Hasilnya diumumkan pada tahun [[1961]]: Gereja di Indonesia bukan daerah misi lagi, melainkan Gereja Bagian yang berdiri sendiri.
Vikaris Apostolik Jakarta, Mgr. [[Adrianus Djajasepoetra]], yang ditahbiskan di Katedral Jakarta oleh Duta Besar Vatikan pada tanggal [[23 April]] [[1953]], sepuluh tahun tahun kemudian diangkat menjadi Uskup Agung. Pada saat itu,[[1962]], [[Keuskupan Agung Jakarta]] mencakup 14 paroki dengan jumlah umat 32.599 orang. Provinsi Gerejawi Jakarta juga mencakup dua keuskupan lain, yaitu [[Keuskupan Bogor]] dan [[Keuskupan Bandung]].<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Pada tahun 1963/1965 para Uskup Indonesia ikut serta dalam [[konsili Vatikan II]], yang membawa banyak perubahan dalam pastoral dan liturgi Gereja. Waktu para Uskup masih berada di Roma, di Jakarta pecah G30S PKI, sehingga Katedral perlu dijaga oleh para [[Pemuda Katolik]] dan tentara.
Peristiwa lainnya yang menggembirakan bagi umat Jakarta adalah kunjungan [[Paus Paulus VI]] (1970) dan [[Paus Yohanes Paulus II]] (1989) ke Indonesia yang disambut oleh Mgr [[Leo Soekoto]]. Ibadat dirayakan dengan meriah oleh Paus Paulus VI bersama banyak Uskup di Katedral. Pada waktu kunjungan Paus Yohanes Paulus II di Keuskupan Agung Jakarta sedang berlangsung Sinode Pertama.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Seiring dengan masa 100 tahun ini, pada tahun [[1988]] dilakukan pemugaran untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dan membersihkan lumut serta pengecatan ulang. Selain itu, juga dibangun gedung pastoran dan gedung pertemuan yang baru di bagian belakang gereja.
Pada 13 Agustus 1988, purnakarya pemugaran gereja Katedral diresmikan oleh [[Daftar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia|Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat]], [[Soepardjo Roestam]] yang hadir mewakili Presiden [[Soeharto]]. Acara dimeriahkan dengan konser orgel oleh Hub Wolfs, organis dari [[Basilika Santo Servatius, Maastricht]] dan oleh Pastor Alfons Kurris, seorang dosen di konservatorium yang juga ada di [[Maastricht]]. Uskup Agung [[Leo Soekoto]] memberkati [[orgel]] pipa yang baru dan megah itu, sebuah orgel yang mempunyai 15 register dan diperlengkapi dengan 1.000 buah pipa. Berselang-seling kedua organis yang professional itu memperdengarkan karya-karya klasik, yang oleh komponis-komponis seperti Vivaldi, Bach dan Cesar Frank diciptakan khusus untuk instrumen rajawi itu.<ref name="Situs resmi Katedral Jakarta"/>
Pada tahun [[2002]] juga sempat dilakukan pembersihan dan pengecatan ulang pada dinding luar gedung gereja Katedral karena lumut banyak tumbuh merambat di dinding.
== Arsitektur dan eksterior ==
Arsitektur Gereja Katedral Jakarta dibuat dengan gaya [[Kebangkitan Gotik|neo-gotik]]. Denah dengan bangunan berbentuk salib dengan panjang 60 meter dan lebar 20 meter. Pada kedua belah terdapat balkon selebar 5 meter dengan ketinggian 7 meter. Konstruksi bangunan ini dikerjakan oleh seorang tukang batu dari Kwongfu, [[Tiongkok]]. Konstruksi bangunan ini terdiri dari [[batu bata]] tebal yang diberi plester dan berpola seperti susunan batu alam. Dinding batu bata ini menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang selebar bangunan.<ref name="katedral"/>
Terdapat 3 buah menara di Gereja Katedral, yaitu: Menara Benteng Daud, Menara Gading, dan Menara Angelus Dei. Masing-masing menara ini dibuat dari besi. Bagian bawah didatangkan dari Nederland dan bagian atas dibuat di bengkel Willhelmina, Batavia. Pada Menara Gading terdapat sebuah [[jam]] yang pada mesinnya tertulis ''Van Arcken & Co''. Pada Menara Benteng Daud terdapat sebuah [[lonceng]] yang dihadiahkan oleh Clemens George Marie van Arcken. Pada Menara Gading terdapat lonceng yang lebih kecil dan disumbangkan oleh seorang Belanda bernama Chasse. Lonceng yang terbesar bernama ''Wilhelmus'', merupakan hadiah dari J.H. de Wit.
Di halaman depan gereja yang juga berfungsi sebagai lahan parkir, terdapat Patung [[Kristus Raja]]. Halaman depan gereja ini menjadi lokasi pintu utama gereja. Di sekitar pintu utama terdapat sebuah pernyataan Katedral Jakarta sebagai [[cagar budaya]]. Di pintu utama terdapat patung Maria dengan tulisan ''Beatam Me Dicentes Omnes'' yang berarti "Semua keturunan menyebut aku bahagia". Di atas pintu utama terdapat ''rozeta'', yakni jendela bercorak Rosa Mystica sebagai lambang dari Bunda Maria. Pada rozeta terdapat 12 mahkota mawar sebagai representasi 12 rasul.<ref>{{Cite web|url=https://katedraljakarta.or.id/eksterior-gereja|title=Katedral Jakarta - Eksterior Gereja|publisher=Sekretariat Paroki Katedral Jakarta|accessdate=17 Desember 2024}}</ref>
Di samping Katedral terdapat Plaza Pancasila, suatu taman dengan hiasan dengan ikon [[Garuda Pancasila]]. Terdapat juga sebuah Goa Maria, yang bentuk fisiknya mirip dengan [[Tempat Ziarah Bunda Maria dari Lourdes|Goa Maria di Lourdes]], [[Prancis]]. Goa ini terdapat di halaman samping gereja. Selain itu terdapat juga Museum Katedral dan Sekretariat Paroki Katedral.
<gallery>
Berkas:Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-07.jpg|Menara Katedral Jakarta
Jakarta Cathedral grotto.jpg|Goa Maria
Patung Kristus Raja Katedral Jakarta 2024 01.jpg|Patung Kristus Raja
Berkas:Plaza Pancasila Gereja Katedral Jakarta.jpg|Plaza Pancasila
Penetapan Katedral Jakarta sebagai Bangunan Cagar Budaya.jpg|Penetapan Katedral Jakarta sebagai bangunan cagar budaya
</gallery>
== Interior Katedral ==
Pada serambi di sekitar pintu utama gereja, terdapat sebuah batu pualam yang menjelaskan bahwa gereja ini didirikan oleh Arsitek [[Marius Hulswit]] dalam periode 1899–1901. Pada sisi kiri terdapat monumen "Du Bus" yang dibuat di [[Belgia]] dan dipersembahkan kepada umat Katolik di Jakarta. Pada tembok sebelah selatan terdapat pualam putih yang menjelaskan bahwa gedung ini dirancang oleh Pastor [[Antonius Dijkmans]], S.J., yang disebut sebagai Batu Peringatan D.O.M. (''Domino Optimo Maximo'').<ref name="katedral"/> Kata-kata yang tertulis pada Batu Peringatan DOM adalah sebagai berikut:
{|class="wikitable"
|-
!Bahasa Latin
|rowspan=2|[[Berkas:Prasasti DOM Katedral Jakarta.jpg|200px|Prasasti DOM]]
!Bahasa Indonesia
|-
|<poem>
HANC AEDEM
DELINEATAM AB ANT. DIJKMANS PRESBYTERO
CUIUS PRIMUS LAPIS POSITUS EST
A CAROLO WENNEKER PROVICARIO
DIE XVI JANUARII MDCCCXCIX
{{Tooltip|D. O. M.|Domino Optimo Maximo}}
SUB AUSPICIIS BEATAE MARIAE VIRGINIS
DEDICAVIT ILLUSTRISSIMUS DOMINUS
EDMUNDUS SYBRANDUS LUYPEN
EPISCOPUS TIULARIS OROPENSIS
VICARIUS APOSTOLICUS BATAVIENSIS
DIE XXI APRILIS MCMI
</poem>
|<poem>
Gedung ini
dirancang oleh Pastor Antonius Dijkmans
batu pertama diletakkan
oleh [[Carolus Gulielmus Johannes Wenneker|Carolus Wenneker]], Provikaris
pada tanggal 16 Januari 1899
BAGI TUHAN YANG MAHABAIK DAN MAHABESAR
kepada perlindungan Santa Perawan Maria
dipersembahkan oleh Yang Mulia
[[Edmundus Sybrandus Luypen]]
[[Uskup Tituler]] Orope
Vikaris Apostolik Batavia
pada tanggal 21 April 1901
</poem>
|}
<gallery>
Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-02.jpg|Aspersorium Katedral, dengan sebuah batu peringatan untuk Marius Hulswit
Patung Hati Kudus Yesus dan Penjelasan DOM di Serambi Katedral Jakarta (Desember 2024).jpg|Patung Hati Kudus Yesus dan Penjelasan DOM
Monumen Du Bus di Katedral Jakarta.jpg|Monumen Du Bus
</gallery>
[[Berkas:Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-01.jpg|thumb|Panti umat Katedral.]]
Di ruang/panti umat, terdapat sebuah patung pieta, yang merupakan replika dari karya [[Michaelangelo Buonarroti|Michaelangelo]] dan menggambarkan [[Maria]] yang memangku jasad Yesus setelah diturunkan dari salib. Di sebelah kiri dan kanan gereja terdapat 14 lukisan [[Jalan Salib]]. Lukasan ini dilukis di atas ubin oleh [[Theo Molkenboer]]. Terdapat juga sebuah mimbar yang pada awalnya digunakan untuk memberikan homili. Mimbar ini disebut sebagai mimbar kerang atau juga mimbar pengkhotbah. Mimbar ini merupakan hadiah dari imamat Mgr. Luypen yang diresmikan oleh Pastor Wenneker. Mimbar bercorak gotik ini dibuat oleh Firma Te Poel dan Stoltefusz di [[Den Haag]], Belanda. Katedral Jakarta juga memiliki sebuah organ pipa yang dibuat di Belgia pada tahun 1988. Organ pipa lain terletak di bagian atas panti umat Katedral.
<gallery>
Pieta Gereja Katedral Jakarta (2024).jpg|[[Pietà]] Katedral Jakarta
Berkas:Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-03.jpg|Orgel pipa
</gallery>
Pada panti imam, terdapat altar utama Katedral Jakarta. Altar utama (''high altar'') ini berhiaskan relief dan patung ke-12 murid Yesus, beserta Santo [[Ignatius Loyola]] dan [[Santo Fransiskus Xaverius]]. Altar utama dibuat pada akhir abad ke-19 di [[Belanda]] dan dipindahkan dari [[Groningen]] ke Jakarta pada tahun 1956. Altar ini kemudian diinstalasi pada tahun 1958. Di altar ini terdapat relief tentang Manna yang digambarkan dalam [[Keluaran 16]] dan tentang imam agung [[Melkisedek]] yang digambarkan dalam [[Ibrani 7]].
Pada altar Maria terdapat relief kehidupan Bunda Maria, sementara pada Altar Yosef berhiaskan relief kehidupan Santo Yosep. Pada pilar katedral terdapat patung Santo [[Ignatius Loyola]] yang ada di pilar sebelah kiri, sementara patung Santo [[Fransiskus Xaverius]] terdapat di sebelah kanan. Sebagai sebuah [[katedral]], gereja ini memiliki [[katedra]], yang merupakan tempat duduk uskup sewaktu memimpin misa dan peribadatan.
<gallery>
Berkas:Jakarta Indonesia Jakarta-Cathedral-08.jpg|Altar gereja
Berkas:Altar Katedral Des 22.jpg|Altar Katedral Jakarta, Natal 2022
Berkas:Saint Francis Xavier statue, Jakarta Cathedral, Indonesia.jpg|Patung [[Fransiskus Xaverius|Santo Fransiskus Xaverius]]
</gallery>
== Museum Katedral ==
[[File:Museum Katedral Jakarta (2024) 01.jpg|thumb|Museum Katedral.]]
Museum Katedral diresmikan pada tanggal 28 April 1991 oleh Uskup Agung Jakarta, [[Julius Darmaatmadja]], S.J. Pembuatan Museum Katedral diprakarsai oleh pastor kepala Katedral pada waktu itu, yaitu Pater Rudolf Kurris, S.J.<ref>{{Cite news|url=https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/25/093000079/asal-mula-museum-gereja-katedral-jakarta|title=Asal Mula Museum Gereja Katedral Jakarta|date=25 Oktober 2022|accessdate=22 Desember 2024|publisher=Kompas.com}}</ref> Hal ini berawal dari rasa cinta Kurris terhadap sejarah dan benda-benda bersejarah. Menurutnya, benda-benda bersejarah itu dapat membangkitkan rasa kagum manusia terhadap masa lampau dan keinginannya menyalurkan pengetahuan dari generasi ke generasi. Museum Katedral ini sebelumnya berada di ruang balkon Katedral, namun sekarang dpindahkan ke pastoran lama, sisi utara gereja atau Plaza Maria.<ref name="katedral"/>
* Isi Museum Katedral:
:- Teks doa berbingkai: Dua versi buku misa ber[[bahasa Latin]] yang dipakai pada masa pra-[[Vatikan II]].
:- Mitra dan
:- Piala dan Kasula [[Paus Yohanes Paulus II]]
:- Replika Pastoran
Baris 203 ⟶ 252:
* 1973–1976: H. Van Opzeeland, SJ
* 1976–1980: C. Van Ierssel, SVD
* 1981–1985: W. Heffernann, M.M.
* 1985–1993: R. Kurris, SJ
* 1993–1996: M. Soenarwidjaja, SJ
* 1996–2006: RM. Wisnumurti, SJ
*
* 2017–kini: A. Hani Rudi Hartoko, SJ
==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Daftar paroki di Keuskupan Agung Jakarta]]
* [[Daftar gereja tua di Indonesia]]
* [[Daftar katedral di Indonesia]]
* [[Keuskupan Agung Jakarta]]
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Jakarta Cathedral}}
* {{
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/23/natal/761087.htm "Parkir antara Istiqlal dan Katedral"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20101204124716/http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/23/natal/761087.htm |date=2010-12-04 }}, ''KOMPAS''
{{Cagar budaya peringkat nasional di Indonesia}}
{{Batavia}}
{{Topik Jakarta}}
{{Keuskupan Agung Jakarta}}
{{DEFAULTSORT:Jakarta}}
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Katedral Katolik di Indonesia|Jakarta]]
[[Kategori:Gereja tua di Indonesia|Katedral]]
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Jakarta]]
[[Kategori:Cagar budaya peringkat nasional]]
[[Kategori:Situs cagar budaya di Indonesia]]
[[Kategori:Cagar budaya di Jakarta]]
[[Kategori:Tempat ibadah di Jakarta Pusat|Katedral]]
|