Alun-alun Lor (Utara) adalah [[alun-alun]] di bagian Utara Keraton Yogyakarta. Tanah yang lebar dan lapang ini dahulu digunakan sebagai tempat latihan mental dan ketangkasan [[prajurit kraton]]. Alun-alun Lor juga menjadi tempat penyelenggaraan acara [[Sekaten]], tempat berkumpulnya rakyat untuk menghadap sultan, dan tempat penyelenggaraan berbagai upacara kenegaraan.
Secara fisik Alun-alun ini adalah tanah lapang berbentuk persegi/bujursangkar berumput (aslinya berpasir) dikelilingi oleh tembok yang cukup tinggi. Sekarang tembok ini tidak kelihatan lagi kecuali di bagian timur sisi selatan. Di pinggir alun-alun ditanami pohon beringin dan ditengah-tengahnya terdapat dua pohon beringin yang diberi pagar. Tanaman ditengah lapangan ini disebut dengan '''Ringin Kurung'''. Pada zaman kerajaan hanya '''Pepatih Dalem (Chief of Adminstrative Officer)''' yang boleh melewati/berjalan di antara pohon beringin yang dipagari ini. Pejabat lain apalagi rakyat tidak diperbolehkan melewatinya dan harus berjalan memutar. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan '''Tapa Pepe''' (secara harfiah berarti menjemur diri) sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah (zaman sekarang mungkin disebut sebagai demonstrasi). Pejabat Tinggi di istana bahkan kalau perlu Sultan sendirilah yang akan menerima mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah. Peristiwa terakhir konon terjadi pada zaman [[Hamengkubuwono VIII]] ketika rakyat tidak sanggup untuk membayar pajak yang ditetapkan oleh '''Pepatih Dalem''' bersama '''Gubernur Belanda'''.
Disela-sela pohon beringin di bagian tepi utara timur dan barat terdapat pendopo kecil tempat menginap para tamu kerajaan. Bagunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap.Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, '''Pagelaran'''.
Sekarang alun-alun ini dipersempit hanya bagian tengah-tengahnya saja. Dibagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum. Gambaran yang relatif masih seperti aslinya (mei 2007) ada di Alun-Alun Kidul (selatan) dimana dinding yang mengelilingi masih dapat disaksikan secara utuh.