Sejarah Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib) k typo |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(44 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Aceh''' ({{lang-nl|'''Atchin''' atau '''Acheh'''}}, {{lang-en|'''Achin'''}}, {{lang-fr|'''Achen''' atau '''Acheh'''}}, {{lang-ar|'''Asyi'''}}, {{lang-pt|'''Achen''' atau '''Achem'''}}, {{lang-zh|'''A-tsi''' atau '''Ache'''}})<ref>{{en}} {{cite book
Ada yang percaya bahwa asal usul orang Aceh adalah "[[Suku Mante|suku Mantir]]" (atau dalam bahasa Aceh: ''Mantee'')<ref name="De Atjehers">{{nl}}{{cite book
▲Ada yang percaya bahwa asal usul orang Aceh adalah "[[Suku Mante|suku Mantir]]" (atau dalam bahasa Aceh: ''Mantee'')<ref name="De Atjehers">{{nl}}{{cite book | first=Christiaan Snouck | last=Hurgronje |coauthors=| editor= | title=De Atjehers | publisher=Landsdrukkerij, Batavia | year=1893 | isbn= |pages= |page=| chapter=}}</ref> yang dikaitkan dengan "Mantera" di Malaka dan orang berbahasa Mon-Khmer.<ref>{{en}}{{cite book | first=Barbara A. | last=West | coauthors= | title=Facts on File library of world history, Encyclopedia of the peoples of Asia and Oceania, Vol. 2 | publisher=Facts On File, University of California | year=2009 | isbn=0816071098, 9780816071098 |page=1002 | chapter=}}</ref> Menurut sumber [[sejarah narasi]] lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh Besar tempat kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua Blaih (desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah Aceh tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain.<ref>{{id}}{{cite book | first=H. M. | last= Zainuddin | coauthors= |editor= | title=Tarich Atjeh dan Nusantara | publisher=Pustaka Iskandar Muda | year=1961 | isbn= |page= | chapter=}}
</ref>
== Budaya ==
Pengelompokan budaya dalam empat pembagian budaya berdasarkan kaum (kawom) atau disebut pula sebagai suku (sukee) besar mengikuti penelusuran antara lain melalui [[bahasa purba]] yakni;<ref name="De Atjehers"/><ref>{{nl}}{{cite book
* Kaum Lhee Reutoh (kaum/sukee tiga ratus) yang berasal dari budaya [[Suku Mante|Mantee]] sebagai penduduk asli.
* Kaum Imeuem Peuet (kaum/sukee imam empat) yang berasal dari
* Kaum Tok Batee (kaum/sukee yang mencukupi batu) yang datang kemudian berasal dari berbagai etnis Eurasian, Asia Timur dan Arab.
* Kaum Ja Sandang (kaum/sukee penyandang) yaitu para imigran India yang umumnya telah memeluk agama Islam.
== Sejarah awal ==
[[Berkas:Locator kab aceh besar.png|
Dalam sumber buku kronik kerajaan Liang <ref>({{zh|t=宋書|s=宋书|p=Sòng Shū}})Song-shu an old text compiled by Xu Yuan</ref> dan kerajaan Sui <ref>({{zh|c=北史|p=Běishǐ}}) Bei-shi which covers the period from A.D. 386 to 618, written by Li Yan-shou during the period A.D. 627-659</ref> di Tiongkok pernah disebutkan sekitar tahun [[506]] sampai [[581]] Masehi terdapat [[kerajaan Poli]] yang wilayah kekuasaannya meliputi [[Aceh Besar]] <ref>{{fr}}{{cite book
[[Berkas:Southeast Asia trade route map XIIcentury.jpg|
Ketika kerajaan Sriwijaya sedang mencapai puncak kejayaannya dan kemakmurannya yang memainkan peran penentu dengan menetapkan pola perdagangan terdiri atas tiga lapisan yakni pelabuhan dan pergudangan utama pada [[Palembang]] sedangkan pelabuhan dan pergudangan sub-regional seperti Ilamuridesam ([[Kerajaan Lamuri|Lamuri]]), Takuapa ([[Kedah]]), [[Jambi]] dan [[Lampung]] selanjutnya diikuti [[Banyuasin II, Banyuasin|Sungsang]] serta beberapa pelabuhah kecil lainnya menggunakan alur sungai [[Musi]]
== Samudera Pasai ==
Baris 26 ⟶ 24:
kerajaan Islam Samudera-Pasai di Aceh dengan rajanya Malik Al Saleh dan diteruskan oleh cucunya Malik Al Zahir
=== Era Malik Al Saleh ===
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H atau bersamaan dengan tahun 1385 M-1923 M, ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur, di dunia bagian Asia, telah muncul Kerajaan Islam Samudera-Pasai yang berada di wilayah Aceh yang didirikan oleh [[Meurah Silu]] (Meurah berarti Maharaja dalam bahasa Aceh) yang segera berganti nama setelah masuk Islam dengan nama [[Malik al-Saleh]] yang meninggal pada tahun 1297.
=== Politik Samudera Pasai bertentangan dengan Politik Gajah Mada ===
[[Gajah Mada]] yang diangkat sebagai [[patih]] di [[Kerajaan Kahuripan|Kahuripan]] ([[1319]]-[[1321]]) oleh [[Jayanagara]] dari [[Majapahit]]. Dan pada tahun [[1331]], naik pangkat Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit yang diangkat oleh Ratu [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]].
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit inilah keluar ucapannya yang disebut dengan sumpah palapa yang berisikan "dia tidak akan menikmati palapa sebelum seluruh usantara berada
== Kesultanan Aceh ==
{{Utama|Kesultanan Aceh}}
=== Era Sultan Iskandar Muda ===
[[Aceh]] merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal [[
[[Aceh]] merupakan salah satu bangsa di pulau [[Sumatra]] yang memiliki tradisi militer, dan pernah menjadi bangsa terkuat di [[Selat Malaka]], yang meliputi wilayah [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Melayu]], ketika
Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang putri dari [[Kesultanan Pahang]]. Putri ini dikenal dengan nama [[Putroe Phang]]. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun [[Gunongan]] untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.
=== Aceh melawan Portugis ===
Ketika Kesultanan Samudera Pasai dalam krisis, maka [[Kesultanan Malaka]] yang muncul
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, kembali Aceh bangkit
=== Hubungan dengan Barat ===
Baris 63 ⟶ 59:
==== Utsmaniyah ====
Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap [[Sultan Utsmaniyah]] yang berkedudukan di [[Istanbul]]. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Utsmaniyah mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.meriam tersebut menurut informasi kini berada di desa Blang Balok kecamatan peureulak (sumber MAA Atim). Pada 1565, Kesultanan Turki Usmani mengirimkan ekspedisi untuk membantu Kesultanan Aceh memerang Portugis di Malaka. Ekspedisi ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan utusan Aceh dengan Sultan Turki Usmani, Sulaiman pada tahun 1564.<ref>The Cambridge History of Southeast Asia by Nicholas Tarling p.39</ref> Ekspedisi Usmani pertama dipimpin oleh Kurtoğlu Hızır Reis yang tediri dari 15 kapal dengan berbagai meriam artileri.<ref>Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia Josef W. Meri p.465</ref>
====
Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan
=== Pasca-Sultan Iskandar Thani ===
Kerajaan Aceh sepeninggal [[Sultan Iskandar Thani]] mengalami kemunduran yang terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naiknya empat Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum [[Ulama Wujudiyah]]. Padahal, [[Seri Ratu Safiatudin Seri Ta
== Datangnya pihak kolonial ==
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan [[Portugal]], lalu sejak [[abad ke-18]] dengan [[Britania Raya]] (Inggris) dan [[Belanda]]. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di [[Kedah]] dan [[Pulau Pinang]] di [[Semenanjung Melayu]] kepada Britania Raya.
Pada tahun [[1824]], [[Perjanjian Britania-Belanda 1824|Perjanjian Britania-Belanda]] ditandatangani: [[Britania]] menyerahkan wilayahnya di [[Sumatra]] kepada [[Belanda]]. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun [[1871]], Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah [[
== Perang Aceh ==
Baris 80 ⟶ 76:
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan karena:
# Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858.
# Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London (1824).
# Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris, karena memang Belanda bersalah.
# Dibukanya [[Terusan Suez]] oleh [[Ferdinand de Lesseps]] menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.
# Dibuatnya Perjanjian
# Akibat perjanjian
# Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia [[Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen]] dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tengtang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Belanda menyatakan [[perang]] terhadap Aceh pada [[26 Maret]] [[1873]] setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah ekspedisi dengan 3.000 serdadu yang dipimpin Mayor Jenderal [[Johan Harmen Rudolf Köhler]] dikirimkan pada tahun, namun ekspedisi tersebut berhasil dikalahkan tentara Aceh, di bawah pimpinan [[Panglima Polem]] dan Sultan Machmud Syah, yang telah memodernisasikan senjatanya. dan bahkan Köhler sendiripun tewas tertembak di depan Mesjid Raya Baiturrahman pada tanggal 10 April 1873.
Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal [[Jan van Swieten]] berhasil merebut istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah wafat pada tanggal [[26 Januari]] [[1874]], digantikan oleh [[Muhammad Daud Syah dari Aceh|Tuanku Muhammad Dawood]] yang dinobatkan sebagai sultan Aceh di mesjid Indrapuri. Pada [[13 Oktober]] [[1880]], pemerintah kolonial setelah berhasil menguasai istana, menyatakan pada dunia bahwa Aceh telah ditaklukan dan perang telah berakhir. namun pernyataan pemerintah belanda ternyata salah besar, perang Aceh terus berlanjut
Pada masa perang dengan Belanda, Kesultanan Aceh meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikat di [[Singapura]] yang disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanannya menuju Pelantikan Kaisar [[Napoleon III dari
Perang kembali [[Perang Aceh (1883-1892)|berkobar]] pada tahun [[1883]]. Pasukan Belanda berusaha membebaskan para pelaut Britania Raya yang sedang ditawan disalah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh, dan menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh menyerahkan para tawanan dan menerima bayaran yang cukup besar sebagai gantinya. Sementara itu, Menteri Perang Belanda, [[August Willem Philip Weitzel]], kembali menyatakan perang terbuka melawan Aceh. Belanda kali ini meminta bantuan para pemimpin setempat,
Pada tahun [[1892]] dan [[1893]], pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Dr. [[Christiaan Snouck Hurgronje]], seorang ahli [[Islam]] dari [[Universitas Leiden]] yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para [[ulama]], bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Dr Snouck Hurgronye yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (''De Atjehers''). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana untuk menaklukkan Aceh.
Baris 107 ⟶ 103:
Pada tahun [[1898]], [[Joannes Benedictus van Heutsz]] dinyatakan sebagai gubernur Aceh pada 1898-1904, kemudian Dr Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasihatnya, dan bersama letnannya, [[Hendrikus Colijn]] (kelak menjadi [[Perdana Menteri Belanda]]), merebut sebagian besar Aceh.
Sultan Muhammad Daudsyah akhirnya terpaksa meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun [[1903]] setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda (Belanda menggunakan strategi licik dengan menekan/menangkap keluarga sultan/pejuang Aceh untuk melemahkan perjuangan mereka). setelah penyerahan diri sultan, perjuangan mempertahankan kedaulatan Aceh dilanjutkan oleh Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman setelah mendapat mandat sebagai wali nanggroe dari sultan Muhammad Daudsyah sebelum menyerahkan diri.
Strategis licik penculikan anggota keluarga Pejuang/teuntara Aceh, Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polem dapat meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polem, Cut Po Raden, saudara perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polem meletakkan senjata dan menyerah ke [[Kota Lhokseumawe|Lhokseumawe]] (1903). Akibat Panglima Polem menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polem.
Taktik licik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yang dilakukan di bawah pimpinan [[G.C.E. van Daalen (1863-1930)|Van Daalen]] yang menggantikan Van Heutz. Seperti [[Perang Aceh (1904)|pembunuhan di Kuta Reh]] (14 Juni 1904)
Taktik terakhir menangkap Cut
== Surat tanda penyerahan ==
Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah, yang isinya: Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia
== Bangkitnya nasionalisme ==
Baris 136 ⟶ 132:
# Negara Jawa Timur
# Negara Madura
# Negara
# Negara Sumatera Selatan
# Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, seperti Jawa Tengah, Bangka-Belitung, Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
Baris 148 ⟶ 144:
=== Kembali ke Negara Kesatuan ===
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-Undang Darurat itu, beberapa negara bagian menggabungkan ke RI, sehingga pada tanggal 5 April 1950 yang tinggal hanya tiga negara bagian yaitu, RI, NST (Negara
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil panitia bersama.
Baris 177 ⟶ 173:
Bulan Desember 1962, 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas [[Gunung Geber]] di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi Bratayudha, Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)
=== Hasan Di Tiro mendeklarasi Negara Aceh
14 tahun kemudian setelah Daud Beureueh pada masa [[Hasan Tiro]] pada tanggal 4 Desember 1976 mendeklarasikan kembali (re-proklamasi) kemerdekaan Aceh Sumatra. Bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra itu adalah:".<ref>(The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, p 15-17).</ref>
{{cquote|"Kepada rakyat di seluruh dunia:
Kami, rakyat Aceh,
Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat.
Baris 199 ⟶ 195:
Di samping itu telah muncul keinginan dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri yang dipelopori oleh tokoh politik seperti Tagore, cut agam, dll untuk membentuk 2 provinsi baru yang disebut dengan Provinsi Aceh Leuser Antara yang terdiri dari [[Aceh Tengah]], [[Bener Meriah]], [[Gayo Lues]], [[Aceh Tenggara]] dan [[Aceh Singkil]], serta Provinsi Aceh Barat Selatan atau ABAS yang terdiri dari [[Nagan Raya]], [[Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Simeulue]], [[Aceh Barat]] dan [[Aceh Jaya]]. Deklarasi pemekaran provinsi dilakuan secara bersama pada tanggal 4 Desember 2005 di Gelora Bung Karno, Jakarta yang dihadiri ratusan orang dan 11 bupati yang ingin dimekarkan wilayahnya, dan dilanjutkan dengan unjukrasa yang menuntut lepasnya 11 kabupaten tadi dari Aceh.
Pada [[15 Agustus]] [[2005]], Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia akhirnya sepakat untuk menandatangani persetujuan damai (MoU) dan sekaligus mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun. Kesepakatan yang
== Rujukan ==
{{reflist|2}}
== Bacaan lain ==
* {{cite book|last1=Ibrahim|first1=Muhammad|last2=Arifin|first2=Muhammad|last3=Sulaiman|first3=Nasruddin|last4=Sufi|first4=Rusdi|last5=Ahmad|first5=Zakaria|last6=Ambary|first6=Hasan Mu'arif|last7=Alfian|first7=Ibrahim|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7508/1/SEJARAH%20DAERAH%20PROPINSI%20DAERAH%20ISTIMEWA%20ACEH.pdf|title=Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|location=Jakarta|year=1991|oclc=27323558|ref=harv}}
== Pranala luar ==
* [http://acehbooks.org Aceh Books], pusat pengunduhan materi tentang Aceh (termasuk sejarah Aceh)
* {{id}} International Crisis Group: [http://www.crisisgroup.org/home/index.cfm?id=4295&l=5 Sejarah Aceh dan Syariat Islam] [http://www.crisisgroup.org/library/documents/asia/indonesia/indonesian_translations/17_indonesian_s_islamic_law___criminal_justice__indonesian_version.pdf pdf]
* [http://acehtourism.info/id/sejarah-aceh/ sejarah aceh]
* [http://atjehhistory.com Atjeh History] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150425185233/http://atjehhistory.com/ |date=2015-04-25 }}
== Lihat pula ==
Baris 217 ⟶ 216:
[[Kategori:Sejarah Aceh| ]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia
|