Louw Djing Tie: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Menambah Kategori:Tokoh dari Fujian menggunakan HotCat |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Louwdjingtie.jpg|
Louw Djing Tie yang lahir pada tahun 1855, merupakan anak nomor dua dari tiga bersaudara.<ref>{{cite web |url=https://kebudayaantionghoa.wordpress.com/2009/07/18/louw-djing-tie/ |title=Blog Kebudayaan Tionghoa |date=18 Juli 2009}}</ref>
Ada satu kejadian di mana Djing Tie untuk pertama kalinya menyaksikan kepandaian seorang ahli [[kungfu]]. Di kota Hay Ting ada seorang biksu pengembara yang dikenal dengan Thi Tjeng (Biksu Besi). Biksu ini memiliki tenaga yang sangat kuat, ia selalu berkeliling kota sambil mengemis dengan paksa dan mengancam. Semua orang di kota Hay Ting tak ada yang berani menghentikan kelakuan biksu bejat ini karena takut dicelakai olehnya. Djing Tie yang telah mengetahui kejahatan biksu bejat itu suatu ketika bepapasan dengan Thi Tjeng di sebuah jalan. Jiwa kepahlawanan Djing Tie timbul melihat orang jahat tersebut, ia pun mengambil sebuah batu dan menimpuk kepala Thi Tjeng yang botak. Timpukan itu mengenai penutup kepala Thi Tjeng, hingga menjadi miring. Namun Thi Tjeng berpikir bahwa hal itu tidak disengaja, makanya ia pun terus berjalan sambil memukul bokhe (peralatan sembahyang).
Louw Djing Tie pun segera menimpuk untuk kedua kalinya dan kali ini membuat penutup kepala Thi Tjeng hampir jatuh. Thi Tjeng pun mulai menyadari bahwa timpukan itu merupakan perbuatan yang disengaja. Saat Thi Tjeng masih mengomel, Djing Tie kembali menimpuknya dan kali ini benar-benar membuat penutup kepala Thi Tjeng jatuh ke tanah. Thi Tjeng menjadi sangat marah, dengan segera ia melompat dan mengejar ke arah Djing Tie sambil mengancam akan membunuhnya. Djing Tie pun dengan segera melarikan diri,
Saat Djing Tie masuk ke ruang belakang, si biksu Thi Tjeng pun tiba di depan warung tahu tersebut. Biksu itu pun langsung menduga bahwa Djing Tie berada di dalam warung tersebut dan langsung menegur si orang tua. Orang tua itu mengaku sebagai kakek dari Djing Tie dan memohon agar biksu itu dapat memaafkan kenakalan cucunya tersebut. Si biksu Thi Tjeng malah menjadi marah, ia mengancam jika si kakek tidak mengeluarkan cucunya maka ia akan memukul kepala si orang tua. Mendengar ancaman itu si kakek tidak menjadi gentar malahan menjawab bahwa tidak akan semudah itu memukul dirinya. Thi Tjeng pun menjadi sangat murka, ia langsung menyerang si orang tua dengan segenap tenaga. Tanpa diduga si orang tua langsung mendahului serangan Thi Tjeng dengan pukulan lima jari. Si biksu Thi Tjeng pun mundur terhuyung-huyung dan langsung melarikan diri karena ternyata ilmu si orang tua lebih tinggi dari dirinya.
Baris 21:
Suatu hari pemerintah daerah setempat mengadakan sebuah seleksi guru kungfu untuk dijadikan pelatih tentara setempat. Dalam seleksi tersebut Djing Tie termasuk salah seorang peserta dari banyak jago-jago kungfu di daerah tersebut. Wakil dari pemerintah adalah seorang guru kungfu dari daerah Shan Tung. Guru kungfu dari Shan Tung itu ternyata cukup hebat, hingga lima orang lawan masih dapat ia kalahkan dengan mudah. Sampailah pada giliran seorang kawan Djing Tie yang bernama Lie Wan untuk naik ke atas panggung pertarungan. Kali ini pertarungan berjalan seimbang, penonton yang hadir pun sangat menikmati pertunjukan ilmu kungfu keduanya.
Tapi Lie Wan
Djing Tie sadar bahwa kesalahannya ini sangatlah fatal dan bisa membuat dirinya dihukum berat. Untuk itulah ia pun bertekad untuk pergi keluar dari negeri China, sementara Lie Wan pergi menetap di Amoy dan menjadi seorang tabib. Djing Tie pun pergi ke Singapura. Di Singapura, Djing Tie tinggal di sebuah toko obat dan mengajar kungfu kepada para pegawai toko. Tak berapa lama Djing Tie tinggal di Singapura, ia pun berniat untuk mengembara ke pulau Jawa. Maka Djing Tie pun berangkat menuju pulau Jawa dan mendarat di Batavia (Jakarta). Di tempat barunya Djing Tie mencoba berjualan,
Suatu hari hari ada seorang kenalannya yang tinggal di Ambarawa mengajaknya pindah ke Ambarawa, dan membuka sebuah perguruan kungfu dengan diam-diam. Karena pada masa itu mempelajari ilmu beladiri masih dianggap terlarang oleh pemerintah. Murid-murid yang belajar di perguruan itu mulai bertambah banyak, dan nama Djing Tie sebagai guru kungfu mulai dikenal orang. Di tempat ini Djing Tie juga sering mengobati orang yang terkilir atau luka terpukul.
Suatu ketika saat Djing Tie berkunjung ke toko obat kenalannya ia melihat dua orang serdadu yang tengah mabuk minuman membuat keonaran di warung, di depan toko obat kenalannya. Djing Tie yang kasihan dengan pemilik warung tersebut, maju dan mengcengkeram lengan kedua serdadu tersebut dan menariknya keluar. Kedua serdadu itu memberontak,
Keesokan harinya kedua serdadu itu mendatangi warung itu kembali dan menanyakan Djing Tie pada si pemilik warung. Karena terus diancam si pemilik warung memberitahu bahwa Djing Tie sering berada di toko obat kenalannya. Dua serdadu itu pun segera mendatangi toko obat kenalannya Djing Tie dan menemukan Djing Tie sedang duduk santai di depan toko. Kedua serdadu itu segera menghampiri Djing Tie dan mencekal kedua lengannya dengan kuat serta menariknya untuk menjatuhkannya dari tempat duduknya. Tapi perbuatan itu sama sekali tak berarti, Djing Tie tetap tak bergeser dari tempat duduknya. Merasa usahanya menjatuhkan Djing Tie gagal, keduanya mulai memukul. Jika Djing Tie mau dengan sekali gebrakan dua orang serdadu itu akan terpental jauh. Namun Djing Tie tak mau membuat mereka malu, maka ia hanya menangkis saja.
Baris 33:
Beberapa kali pukulan mereka ditangkis oleh lengan Djing Tie membuat lengan mereka terasa sakit. Mereka pun agak heran melihat Djing Tie masih duduk di tempatnya semula. Kedua orang itu pun berlari ke jalan dan mengambil batu untuk menimpuki Djing Tie. Timpukan batu secara beruntun itu dengan mudah dapat dihalau oleh Djing Tie yang masih dalam keadaan duduk. Kenyataan itu membuat kedua serdadu tersebut malah makin mendongkol. Mereka lalu mengambil dua batang bambu dan mencoba mengeroyok Djing Tie. Ketika kedua batang bambu tersebut terayun ke arahnya, Djing Tie dengan cekatan menangkap ujung kedua batang bambu tersebut. Kemudian dengan kuat dan cepat ia menarik, lalu mendorong kedua batang bambu tersebut sehingga kedua orang serdadu tersebut terpental ke tengah jalan. Dengan segera keduanya bangkit dan melarikan diri sambil mengancam. Orang banyak yang menyaksikan kejadian itu dapat mengukur kemampuan Louw Djing Tie yang sangat tinggi.
Keesokan harinya saat Djing Tie masih berada di rumahnya, seorang tetangganya yang menyampaikan bahwa belasan serdadu sedang menghancurkan toko obat tempat Djing Tie biasa bersantai di sore hari. Sewaktu sampai di toko obat tersebut, belasan serdadu tersebut langsung mengepung Djing Tie, dua orang di antaranya adalah dua serdadu yang dipermalukan Djing Tie kemarin. Belasan serdadu ini masing-masing ada yang memegang golok, pentungan besi dan senjata lainnya. Dengan segera mereka menyerang Djing Tie dengan ganas,
Kedua serdadu tersebut ternyata masih memiliki dendam. Kali ini mereka berniat untuk mencelakai Louw Djing Tie dengan serangan mendadak. Beberapa hari setelah kejadian pengeroyokan tersebut, Djing Tie pergi untuk menemui seorang kenalannya yang tinggal di samping pasar. Waktu itu kira-kira jam delapan malam dan Djing Tie melewati jalan dengan pepohonan besar di kanan dan kirinya. Saat Djing Tie melewati salah satu pohon, seorang serdadu menyerang dari belakang dengan sebuah botol. Tapi dengan nalurinya yang tajam, Djing Tie bergerak menangkap tangan si penyerang dan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah. Setelah itu dari arah pohon yang lain muncul kawan si penyerang yang menikam Djing Tie dengan sebuah pisau. Dengan sigap Djing Tie menggeser tubuhnya dan menangkap tangan si penyerang tersebut. Berbarengan dengan itu, penyerang yang ketiga telah maju ke arah Djing Tie. Dengan segera Djing Tie memutar kepalanya sehingga kuncir rambutnya menghantam wajah si penyerang ketiga bagaikan pecut.
Baris 41:
Saat Louw Djing Tie tinggal di Parakan, ia mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitar. Namun seorang guru kungfu setempat yang bernama The Soei merasa ingin menguji kehebatan Djing Tie. The Soei adalah seorang ahli kungfu yang sangat kuat, ia memiliki tubuh yang tinggi besar. Setiap ia berlatih kungfu di halaman rumah, air dalam vas bunga pun dapat bergoncang karena kekuatannya. The Soei pun mengajukan tantangan untuk mengadu ilmu dengan Djing Tie. Maka pada suatu sore Djing Tie pun bersedia melakukan pertandingan dengan The Soei, dengan disaksikan para sahabatnya di Parakan. Pertandingan tersebut dilangsungkan dengan menggunakan kuas china yang diberi kapur pada ujungnya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari cedera pada kedua petarung tersebut.
Kedua ahli kungfu tersebut mulai saling menyerang dengan sangat cepat, tusuk menusuk pun terus bergantian. Beberapa waktu kemudian Djing Tie mulai dapat mendesak The Soei, beberapa kali Djing Tie berhasil mengenai daerah berbahaya tubuh The Soei dengan ujung kuasnya. Tapi Djing Tie ingin menjaga harga diri The Soei, jika ia mau mungkin tubuh The Soei akan penuh dengan totolan kapur dari kuas Djing Tie. Tapi dengan sengaja Djing Tie mengalah dengan membiarkan The Soei menotolkan kuasnya ke tubuh Djing Tie. The Soei pun lambat laun mengetahui kelihaian ilmu kungfu Djing Tie, ia pun menjadi kagum dengan kerendahan hati Djing Tie. Pertandingan hari itu pun dinyatakan seimbang,
Di usia tuanya Louw Djing Tie memiliki banyak murid yang menjadikan ilmu kungfu menjadi lestari hingga saat ini. Perguruannya menjadi sangat terkenal dan ia pun tidak pernah bosan melatih para muridnya dengan sangat baik. Louw Djing Tie meninggal pada usia 66 tahun pada tahun 1921.<ref>{{cite web |url=https://books.google.co.id/books?id=CLF-Q44wza4C&pg=PA492&lpg=PA492&dq=louw+djeng+tie&source=bl&ots=NNY-hYJIas&sig=G4RPVUnljC7N0IiXwpfys1m9_AU&hl=id&sa=X&ved=0CFIQ6AEwCGoVChMI_emMyN2fxwIVzQiOCh26tgyg |title=Denys Lombard. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya 2 - Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama |date=Halaman 492}}</ref>
Salah satu murid dan pewaris yang
== Pranala Luar ==▼
ditunjuk Louw Djing Tie sebagai penerusnya adalah Hoo Tik Tjay, yang di kenal dengan nama Suthur. Beliau lah yang merawat Louw Djing Tie dimasa tua hingga meninggal.
[http://bungasepasang.blogspot.com Website Kelatnas Indonesia Perisai Diri Kota Batam]
[http://www.harimau-besi.com/index.php?option=com_content&task=view&id=79&Itemid=115 Website Komunitas Kungfu Harimau Besi]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
[https://kebudayaantionghoa.wordpress.com/2009/07/18/louw-djing-tie/ Blog Kebudayaan Tionghoa]
Baris 56 ⟶ 59:
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Praktisi kung fu Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Fujian]]
|