Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 18:
|}}
 
'''Perang Diponegoro''' yang juga dikenal dengan sebutan '''Perang Jawa''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]:''The Java War'', [[Bahasa Belanda|Belanda]]: ''De Java Oorlog'' adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau [[Jawa]], [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]). Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di [[Nusantara]], melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan [[Jendral De Kock]]<ref>[http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/23/jatim/pesu40.htm Kompas], diakses 14 Mei 2007</ref> yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan [[Pangeran Diponegoro]]. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.<ref name="carey">Peter Carey. 2014. ''Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)''. Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.</ref>
 
Berkebalikan dari [[Pemberontakan Raden Ronggo|perang yang dipimpin oleh Raden Ronggo]] sekitar 15 tahun sebelumnya, pasukan Jawa juga menempatkan masyarakat Tionghoa di tanah Jawa sebagai target penyerangan. Namun, meskipun Pangeran Diponegoro secara tegas melarang pasukannya untuk bersekutu dengan masyarakat Tionghoa, sebagian pasukan Jawa yang berada di pesisir utara (sekitar [[Rembang]] dan [[Lasem, Rembang|Lasem]]) menerima bantuan dari penduduk Tionghoa setempat yang rata-rata ber[[agama Islam]].<ref name=carey/>
Baris 67:
===Sinofobia===
Masyarakat Tionghoa yang dipandang sebagai sekutu oleh [[Ronggo Prawirodirjo III|Raden Ronggo]] dalam pemberontakannya berubah menjadi musuh dalam peperangan Diponegoro. Hal tersebut disebabkan mencuatnya sikap [[sinofobia|anti-tionghoa]] oleh masyarakat Jawa yang disebabkan oleh beberapa hal berikut:
#Kebijakan ekonomi yang memberatkan rakyat oleh Keraton Yogyakarta akibat intervensi pemerintah Belanda dijalankan melalui perantaraan etnis Tionghoa<ref name="budi">Budi Susanto (editor). 2003. ''Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-21-0851-3.</ref>
#Monopoli perdagangan kayu jati yang dipaksakan oleh [[Daendels]] (1809) menyebabkan bupati-bupati lokal kehilangan pemasukannya yang jatuh ke tangan pengusaha-pengusaha Tionghoa.<ref name=carey/>
#Bantuan yang diberikan Kapitan Tionghoa di Yogyakarta, [[Tan Jin Sing]], saat penyerbuan tentara Inggris, sepoy, dan pasukan Notokusumo ke Keraton Yogyakarta (Juni 1812).<ref name=carey/>
Baris 83:
== Referensi ==
{{reflist}}
==* Lihat pula ==
 
== Lihat pula ==
* [[Perang Jawa Britania-Belanda]]
* [[Perang Jawa (1741–1743)]]