Sejarah Mesir Kuno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k menambahkan Kategori:Sejarah Afrika menggunakan HotCat
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 2:
'''Sejarah [[Mesir Kuno]]''' meliputi kurun waktu sejak berdirinya permukiman-permukiman [[Prasejarah Mesir|pradinasti]] di utara [[Sungai Nil|Lembah Sungai Nil]] hingga [[Aegyptus (provinsi Romawi)|Mesir ditaklukkan oleh Bangsa Romawi]] pada 30 SM. Zaman firaun diperkirakan bermula sekitar 3200 SM, yakni sejak kawasan [[Mesir Hulu|Hulu]] dan [[Mesir Hilir|Hilir]] [[Mesir]] bergabung menjadi satu negara sampai jatuh ke tangan Bangsa Makedonia pada 332 SM.
 
== Kronologi ==
{{Main|Kronologi Mesir}}
Sejarah Mesir Kuno dibagi-bagi menjadi beberapa kurun waktu berdasarkan masa kekuasaan [[dinasti|wangsa-wangsa]] [[firaun]]. Penetapan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa penting masih terus diteliti. Penetapan waktu yang konservatif sama sekali tidak didukung tanggal pasti yang dapat dipercaya untuk kurun waktu tiga milenia. Berikut ini adalah pembagian kurun waktu sejarah Mesir Kuno menurut [[Kronologi Mesir|Kronologi Mesir konvensional]].
Baris 17:
* [[Periode Akhir Mesir Kuno|Zaman Akhir]] (wangsa ke-26 sampai wangsa ke–31)
 
== Zaman Neolitikum Mesir ==
 
=== Zaman Neolitikum ===
[[Sungai Nil]] telah menjadi urat nadi peradaban Mesir sejak para pemburu-peramu yang hidup berpindah-pindah mulai menempati tepiannya pada zaman [[Pleistosen]]. Jejak-jejak peradaban bangsa Mesir perdana ini berwujud artefak-artefak dan ukiran-ukiran pada batu yang ditemukan di sepanjang teras Sungai Nil dan di oasis-oasis. Bagi bangsa Mesir, Sungai Nil berarti kehidupan dan gurun berarti kematian, walaupun justru gurunlah yang membentengi mereka dari para penginvasi.
 
Baris 26:
Kemarau panjang memaksa leluhur-leluhur bangsa Mesir perdana untuk berpindah dan tinggal lebih lama di sekitar Sungai Nil. Kemarau panjang juga memaksa mereka untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih menetap.
 
=== Zaman Pradinasti ===
{{Main|Prasejarah Mesir}}
{{Further|Naqada}}
[[FileBerkas:Egypte louvre 316.jpg|thumb|right|Sebuah jambangan Naqada II dihiasi lukisan kawanan kijang, dipamerkan di [[Louvre]].]]
 
Lembah Sungai Nil di Mesir pada hakikatnya tidak dapat didiami sebelum dimulainya kegiatan penerabasan dan pengairan lahan di sepanjang tepian sungai.<ref>Carl Roebuck, ''The World of Ancient Times'' (Charles Schribner's Sons Publishing: New York, 1966) p. 51.</ref> Namun tampaknya sebagian besar dari kegiatan penerabasan dan pengairan lahan ini sudah rampung sekitar 6000 SM. Sekitar waktu ini, masyarakat Lembah Sungai Nil sudah terbiasa bertani secara teratur dan mendirikan bangunan-bangunan besar di Lembah Sungai Nil.<ref name="Redford 6">Redford, Donald B. ''Egypt, Canaan, and Israel in Ancient Times.'' (Princeton: University Press, 1992), p. 6.</ref> Pada waktu itu, bangsa Mesir di penjuru tenggara Mesir hidup dari menggembalakan ternak dan mendirikan pula bangunan-bangunan besar. [[Mortar]] dipergunakan sekitar 4000 SM. Penduduk kawasan lembah dan muara Sungai Nil adalah masyarakat swasembada. Mereka telah membudidayakan jelai dan [[gandum emmer]] (sejenis gandum awal) serta menyimpannya dalam ceruk-ceruk beralaskan tikar gelagah.<ref name="Carl Roebuck p. 52">Carl Roebuck, ''The World of Ancient Times'', p. 52.</ref> Mereka beternak lembu, kambing, dan babi, menenun lenan, dan menganyam keranjang.<ref name="Carl Roebuck p. 52"/> Zaman Pradinasti, yang oleh berbagai pihak diyakini bermula dengan peradaban [[Naqada]], berlangsung pada masa ini.
Baris 43:
Peradaban Gerza yang dinamakan menurut nama situs Gerza adalah babak berikutnya dalam perkembangan peradaban bangsa Mesir. Pada kurun waktu inilah terbentuk landasan bagi zaman kekuasaan wangsa-wangsa Mesir. Peradaban Gerza, yang lebih merupakan perkembangan tak terputus dari Peradaban Amra ini, bermula di daerah muara dan bergerak ke wilayah selatan melewati Mesir Hulu; Meskipun demikian, kedatangan peradaban ini tidak berhasil menyingkirkan Peradaban Amra di Nubia.<ref name="Redford 16">Redford, Donald B. ''Egypt, Canaan, and Israel in Ancient Times.'' (Princeton: University Press, 1992), p. 16.</ref> Zaman Peradaban Gerza bertepatan dengan zaman menurunnya tingkat curah hujan secara drastis,<ref name="Redford 16"/> yang menyebabkan pertanian diandalkan sebagai sumber utama bahan pangan.<ref name="Redford 16"/> Seiring meningkatnya ketersediaan pangan, masyarakat pun mengadopsi gaya hidup yang lebih menetap, dan pemukiman-pemukiman besar bertumbuh menjadi kota-kota yang berpenghuni sekitar 5.000 jiwa.<ref name="Redford 16"/> Pada kurun waktu inilah warga kota mulai mempergunakan bata lumpur dalam pembangunan kota-kota mereka.<ref name="Redford 16"/> Tembaga semakin menggeser pemanfaatan batu sebagai bahan baku pembuatan peralatan<ref name="Redford 16"/> dan persenjataan.<ref name="Gardiner 391"/> Perak, emas, [[lapis lazuli]], juga [[tembikar glasir bening]] digunakan sebagai hiasan,<ref name="Redford 17">Redford, Donald B. ''Egypt, Canaan, and Israel in Ancient Times.'' (Princeton: University Press, 1992), p. 17.</ref> dan penggilasan untuk membuat celak mata mulai dihiasi ukiran-ukiran timbul sejak kurun waktu Peradaban Badari.<ref name="Gardiner 391">Gardiner (1694), p.391</ref>
 
== Zaman Dinasti ==
{{Daftar Dinasti Mesir Kuno}}
 
=== Zaman Dinasti Awal ===
{{Main|Periode Dinasti Awal Mesir}}
[[FileBerkas:Raneb-Stela MetropolitanMuseum.png|thumb|150px|left|Tugu batu Firaun [[Nebra|Raneb]] dari Wangsa Kedua, memuat [[Hieroglif Mesir|hieroglif]] namanya dalam sebuah [[serekh]] yang pada puncaknya bertengger [[Horus]]. Dipamerkan di [[Metropolitan Museum of Art]].]]
Catatan-catatan sejarah Mesir Kuno diawali dengan menyebut Mesir sebagai suatu negara kesatuan yang terwujud sekitar 3150 SM. Menurut tradisi Mesir, [[Menes]], yang diyakini sebagai tokoh pemersatu Mesir Hulu dan Mesir Hilir, adalah raja Mesir yang pertama. Budaya, adat-istiadat, seni rupa, rancang bangun, dan susunan kemasyarakatan Mesir berkaitan erat dengan agama, luar biasa stabilnya, dan sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam kurun waktu hampir 3000 tahun.
 
Baris 59:
Tata-cara pemakaman golongan elit menghasilkan pembangunan makam-makam [[mastaba]], yang kelak menjadi contoh bagi karya-karya bangunan pada Zaman Kerajaan Lama, misalnya [[Piramida bertingkat|Piramida Berundak]].
 
=== Zaman Kerajaan Lama ===
{{Main|Kerajaan Lama Mesir}}
[[FileBerkas:MenkauraAndQueen MuseumOfFineArtsBoston.png|thumb|right|Patung [[Batupasir|Batupasir Kelabu]] Firaun [[Menkaura]] beserta permaisurinya, Ratu Khamerernebty II. Berasal dari kuilnya di Lembah Giza, kini dipamerkan di [[Museum of Fine Arts, Boston]].]]
Zaman Kerajaan Lama lazimnya dianggap sebagai kurun waktu semenjak Mesir diperintah oleh [[Dinasti ketiga Mesir|Wangsa Ketiga]] sampai [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] (2686–2181 SM). Ibukota Kerajaan Mesir pada Zaman Kerajaan Lama adalah [[Memphis, Mesir|Memphis]], yang ditetapkan [[Djoser]] sebagai pusat pemerintahannya. Akan tetapi Zaman Kerajaan Lama mungkin lebih dikenal karena banyaknya [[piramida]] yang dibangun pada zaman ini sebagai makam firaun. Inilah sebabnya Zaman Kerajaan Lama kerap dijuluki "Zaman Piramida." Firaun pertama yang menonjol pada kurun waktu ini adalah [[Djoser]] (2630–2611 SM) dari Wangsa Ketiga, yang memerintahkan pembangunan sebuah [[Piramida Djoser|Piramida Berundak]] di [[Saqqara]], nekropolis Kota Memphis.
 
Baris 68:
Zaman Kerajaan Lama dan kekuasaan raja-rajanya berpuncak pada [[Dinasti keempat Mesir|Wangsa Keempat]]. [[Sneferu]], pendiri Wangsa Keempat, diyakini telah memerintahkan pembangunan sekurang-kurangnya tiga piramida; dan jika putera sekaligus penggantinya, [[Khufu (firaun)|Khufu]], termasyhur sebagai pendiri [[Piramida Agung Giza]], maka Sneferu termasyhur sebagai firaun yang memerintahkan pengangkutan batu dan bata terbanyak dibanding firaun-firaun lainnya. Baik [[Khufu]] ([[Bahasa Yunani]] ''Keops'') maupun puteranya [[Khafra]] (Bahasa Yunani ''Kefren''), serta cucu lelakinya [[Menkaura]] (Bahasa Yunani ''Mikerinus'') menjadi masyhur berabad-abad lamanya karena pembangunan [[Kompleks piramida Giza|piramida-piramida mereka]]. Untuk mengatur dan memberi makan tenaga kerja yang dipekerjakan dalam pembangunan piramida-piramida ini, diperlukan suatu pemerintahan yang terpusat dengan kekuasaan yang sangat luas, oleh karena itu para egiptolog yakin bahwa Kerajaan Lama pada masa itu telah memperlihatkan taraf pencapaian tersebut. Penggalian-penggalian terkini di dekat piramida-piramida yang dikepalai [[Mark Lehner]] telah menyingkap keberadaan sebuah kota besar yang tampaknya pernah menampung dan menghidupi para pekerja piramida. Sekalipun pernah dipercaya bahwa budak-budaklah yang membangun monumen-monumen itu, suatu teori yang didasarkan pada riwayat [[Keluar dari Mesir|eksodus]] Bangsa Israel dalam Alkitab, penelitian atas makam-makam para tenaga kerja ahli yang mengawasi pembangunan piramida-piramida menunjukkan bahwa monumen-monumen itu dihasilkan oleh [[kerja bakti]] [[rakyat jelata]] yang dihimpun dari segenap penjuru Mesir. Tampaknya mereka bekerja ketika luapan banjir tahunan [[Sungai Nil]] sedang menutupi ladang-ladang mereka. Mereka juga tampaknya merupakan sekumpulan besar tukang dan pandai yang meliputi juru ukir, juru gambar, matematikawan dan rohaniwan.
 
[[Dinasti kelima Mesir|Wangsa Kelima]] bermula dengan pemerintahan [[Userkaf]] sekitar 2495 SM, dan ditandai dengan makin berkembangnya pemujaan terhdap Dewa Matahari [[Ra (mitologi)|Ra]]. Dampaknya adalah berkurangnya pengerahan daya upaya untuk membangun kompleks-kompleks piramida selama masa pemerintahan wangsa ini dibandingkan dengan yang berlaku pada masa kekuasaan Wangsa Keempat, dan lebih besar daya upaya yang dikerahkan untuk mendirikan kuil-kuil pemujaan matahari di Abusir. Hiasan pada kompleks-kompleks piramida bertambah rumit pada masa kekuasaan wangsa ini. Raja terakhir wangsa ini, [[Unas]], adalah raja pertama yang memerintahkan agar ayat-ayat piramida ditatahkan pada piramidanya.
Makin besarnya minat bangsa Mesir akan barang-barang dagangan semisal [[kayu hitam]], wewangian seperti [[mur]] dan [[Kemenyan arab|kemenyan]], emas, tembaga dan bermacam-macam logam berguna, telah mendorong orang-orang Mesir Kuno untuk mengarungi laut lepas. Bukti dari [[Piramida Sahure]], raja kedua dari Wangsa Kelima, menunjukkan adanya perniagaan secara teratur dengan daerah pesisir [[Suriah]] untuk mendapatkan kayu Aras. Para firaun juga melepas ekspedisi-ekspedisi ke [[Negeri Punt]] yang termasyhur itu, yang kemungkinan besar terletak di Ethiopia dan Somalia sekarang ini, untuk mendapatkan kayu hitam, gading, dan damar wangi.
 
Pada masa kekuasaan [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] (2345–2181 SM), kekuasaan para firaun sedikit demi sedikit melemah seiring peningkatan kekuasaan para [[nomark]] (kepala-kepala daerah). Jabatan-jabatan ini tidak lagi dipegang oleh keluarga kerajaan dan mulai diwariskan turun-temurun, sehingga menciptakan wangsa-wangsa daerah yang agak merdeka dari kewenangan pusat yang dipegang firaun. Kekacauan internal mulai timbul pada masa pemerintahan Pepi II (2278–2184 SM) yang memerintah cukup lama itu sampai pada akhir kekuasaan Wangsa Keenam. Pepi II mangkat sesudah orang-orang yang dipersiapkan menjadi penggantinya meninggal dunia. Keadaan ini agaknya memicu perselisihan seputar suksesi yang menjerumuskan Mesir ke dalam kancah perang saudara hanya beberapa dasawarsa setelah berakhirnya pemerintahan Pepi II. Pukulan terakhir tiba tatkala Mesir dilanda [[Kekeringan|kemarau panjang]] pada abad ke-22 SM yang menyebabkan tingkat ketinggian banjir [[Sungai Nil]] rendah secara konsisten.<ref>[http://www.bbc.co.uk/history/ancient/egyptians/apocalypse_egypt_04.shtml The Fall of the Old Kingdom] by Fekri Hassan</ref> Akibatnya adalah keruntuhan Kerajaan Lama disusul bencana kelaparan dan pertikaian selama beberapa dasawarsa.
 
=== Zaman Antara Pertama ===
{{Main|Periode Menengah Pertama Mesir}}
[[FileBerkas:AncientEgyptianModelOfAHouse-ROM.png|thumb|right|Sebuah model rumah dari tanah liat yang digunakan dalam pemakaman dari Zaman Antara Pertama, dipamerkan di [[Royal Ontario Museum]].]]
Setelah keruntuhan Kerajaan Lama, tibalah kurun waktu sekitar 200 tahun yang dikenal sebagai Zaman Antara Pertama, yang lazimnya diperkirakan meliputi tahun-tahun pemerintahan serentet firaun tak dikenal semenjak akhir masa kekuasaan [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] sampai dengan [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]], serta sebagian besar masa kekuasaan [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]].
Sebagian besar firaun-firaun ini adalah raja-raja daerah yang berkuasa sebatas luas nome mereka. Ada beberapa naskah fiksi, yang dikenal sebagai Ratapan, berasal dari permulaan Zaman Kerajaan Pertengahan yang memberi sedikit gambaran mengenai apa saja yang berlangsung pada Periode Menengah Pertama. Beberapa naskah memuat renungan akan hancurnya tata pemerintahan, sementara naskah-naskah lain menyiratkan invasi "para pemanah dari Asia". Pada umumnya isi naskah-naskah tersebut menyoroti suatu masyarakat yang mengalami hilangnya tata-tertib kemasyarakatan maupun keseimbangan alam.
Baris 83:
Menjelang 2160 SM sebuah rentetan baru para firaun dari ([[Dinasti kesembilan Mesir|Wangsa Kesembilan]] dan [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]]) mempersatukan dan memerintah atas [[Mesir Hilir]] dari ibukota mereka di [[Herakleopolis Magna|Herakleopolis Agung]]. Sebuah wangsa tandingan ([[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]]) yang berpangkalan di [[Thebes, Mesir|Thebes]] mempersatukan kembali [[Mesir Hulu]], dan tanpa dapat dicegah lagi timbullah pertentangan di antara dua wangsa yang saling bersaing itu. Sekitar 2055 SM bala tentara Thebes mengalahkan para firaun Herakleopolis dan mempersatukan kembali Dua Negeri. Pemerintahan firaun pertamanya, [[Mentuhotep II]], menandai permulaan Zaman Kerajaan Pertengahan.
 
=== Zaman Kerajaan Pertengahan ===
{{Main|Kerajaan Pertengahan Mesir}}
[[FileBerkas:Mentuhotep Seated edit.jpg|thumb|right|Sebuah arca Mentuhotep II (pendiri Kerajaan Pertengahan) sebagai [[Osiris|Dewa Osiris]].]]
Zaman Kerajaan Pertengahan adalah kurun waktu dalam sejarah [[Mesir Kuno]] yang merentang sejak tahun ke-39 pemerintahan [[Mentuhotep II]] dari [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]] sampai pada akhir masa kekuasaan [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]], kira-kira antara 2030 SM dan 1650 SM.
 
Baris 102:
Populasi Mesir mulai melebihi tingkat produksi pangan pada masa pemerintahan Amenemhat III, yang oleh karena itu memerintahkan eksploitasi atas [[Fayyum]] dan peningkatan kegiatan penambangan di gurun [[Semenanjung Sinai|Sinai]]. Ia mengundang pula orang-orang Asia untuk bermukim di Mesir agar dapat dipekerjakan pada pembangunan monumen-monumen. Menjelang akhir masa pemerintahannya, banjir tahunan Sungai Nil mulai terhenti yang berdampak pada penyusutan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Pada masa kekuasaan [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]] dan [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]] Mesir perlahan-lahan mengalami kemerosotan, sehingga pada [[Periode Menengah Kedua Mesir|Zaman Antara Kedua]] beberapa pemukim Asia yang didatangkan Amenemhet III pun mampu menguasai Mesir seperti [[Hyksos|bangsa Hyksos]].
 
=== Zaman Antara Kedua dan Kekuasaan Bangsa Hyksos ===
{{Main|Periode Menengah Kedua Mesir|Hyksos}}
[[FileBerkas:Mentuhotep VI.jpg|thumb|right|x400px|Arca kecil [[Merankhre Mentuhotep|Merankhre Mentuhotep VI]], seorang raja kecil dari [[Dinasti keenam belas Mesir|Wangsa Keenam Belas]], memerintah atas wilayah kekuasaan Thebes ''[[circa|ca.]]'' 1585 SM.]]
Periode Antara Kedua merupakan kurun waktu dalam sejarah [[Mesir Kuno]] di antara akhir [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Zaman Kerajaan Pertengahan]] dan awal [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]] tatkala negeri itu sekali lagi tercerai-berai. Zaman ini dikenal sebagai zaman ketika bangsa [[Hyksos]] (salah satu suku di Asia) menunjukkan keberadaannya di Mesir. Tahun-tahun pemerintahan raja-raja bangsa Hyksos inilah yang merupakan masa kekuasaan [[Dinasti kelima belas Mesir|Wangsa Kelima Belas]].
 
Wangsa Ketiga Belas terbukti tidak mampu mempertahankan keutuhan wilayah Mesir yang begitu luas, sehingga sebuah keluarga penguasa provinsi berkebangsaan Kanaan yang berlokasi di kawasan rawa-rawa di sebelah timur muara di [[Avaris]] melepaskan diri dari pemerintah pusat serta membentuk [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]]. Besar kemungkinan perpecahan wilayah Mesir terjadi tak lama sesudah berkuasanya raja-raja perkasa dari [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]], [[Neferhotep I]] dan [[Sobekhotep IV]] sekitar 1720 SM.<ref>Janine Bourriau, The Second Intermediate Period (c. 1650–1550 BC) in "The Oxford History of Ancient Egypt," ed: Ian Shaw, (Oxford University Press: 2002), paperback, pp.178–179 & 181</ref><ref>Bulletin of the American Schools of Oriental Research (BASOR) 315, 1999, pp.47–73.</ref>
Jika Wangsa Keempat Belas berkebangsaan Kanaan, maka bangsa Hyksos pertama kali muncul dalam sejarah Mesir sekitar 1650 SM tatkala mereka mengambil alih kendali atas kota [[Avaris]] dan bergegas ke selatan menuju [[Memphis, Mesir|Memphis]], dan dengan demikian mengakhiri masa kekuasaan Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas.
Rangkuman riwayat-riwayat tradisional mengenai "invasi" bangsa Hyksos atas Mesir terdapat dalam ''Aegyptiaca'' karya [[Manetho]], yang menulis bahwa pada masa itu bangsa Hyksos menguasai Mesir di bawah pimpinan [[Salitis]], pendiri Wangsa Kelima Belas. Meskipun demikian, sekarang ini telah muncul teori baru yang mendapat banyak dukungan bahwa sesungguhnya yang terjadi hanyalah migrasi sederhana yang melibatkan sedikit atau tanpa kekerasan sama sekali.<ref>Booth, Charlotte. <cite>The Hyksos Period in Egypt</cite>. p.10. Shire Egyptology. 2005. ISBN 0-7478-0638-1</ref> Menurut teori ini, para penguasa Mesir dari Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas tidak sanggup membendung masuknya para pendatang dari kawasan [[Levant]] setelah meninggalkan kerajaan-kerajaan mereka yang tengah dibelit berbagai permasalahan internal yang kemungkinan besar juga meliputi bencana kelaparan dan wabah penyakit.<ref>Manfred Bietak: ''Egypt and Canaan During the Middle Bronze Age'', BASOR 281 (1991), pp. 21–72 see in particular p. 38</ref> Baik dengan kekuatan senjata maupun secara damai, melemahnya kerajaan-kerajaan yang dikuasai Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas sudah cukup untuk menjelaskan mengapa kedua wangsa itu lekas jatuh seiring bangkitnya kekuasaan bangsa Hyksos.
 
Baris 118:
Wangsa Ketujuh Belas memperjuangkan kemerdekaan Mesir dan kelak memimpin perang pembebasan yang menghalau bangsa Hyksos kembali ke Asia. Dua raja terakhir dari wangsa ini adalah [[Seqenenre Tao II|Tao II, Sang Pemberani]] dan [[Kamose]]. [[Ahmose I]] merampungkan penaklukan serta pengusiran bangsa Hyksos dari [[Delta Nil|daerah muara Sungai Nil]], memulihkan kekuasaan Thebes atas seluruh tanah Mesir, dan berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mesir atas wilayah-wilayah bekas jajahannya di [[Nubia]] dan [[Kanaan]].<ref name="Grimal 194">Grimal, Nicolas. ''A History of Ancient Egypt'' p. 194. Librairie Arthéme Fayard, 1988.</ref> Masa pemerintahannya menandai permulaan masa kekuasaan [[Dinasti kedelapan belas Mesir|Wangsa Kedelapan Belas]] dan permulaan [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]].
 
=== Zaman Kerajaan Baru ===
{{Main|Kerajaan Baru Mesir}}
Besar kemungkinan sebagai akibat dari penjajahan bangsa [[Hyksos]] selama Periode Menengah Kedua, pada Zaman Kerajaan Baru bangsa Mesir berupaya membangun penghalang di antara Levant dan Mesir, serta berhasil memperluas wilayah kekuasaannya ke selatan sampai jauh ke [[Nubia]] dan menguasai wilayah-wilayah luas di [[Timur Dekat]]. Bala tentara Mesir bertempur melawan bala tentara [[Bangsa Het|Het]] untuk merebut kendali atas wilayah [[Suriah]] sekarang ini.
 
==== Wangsa Kedelapan Belas ====
[[FileBerkas:Tuthankhamun Egyptian Museum.jpg|thumb|right|200px|Topeng emas dari mumi [[Tutankhamun]]]]
 
Pada zaman inilah Mesir mengalami kemakmuran dan kekuasaaan yang besar. Beberapa firaun yang paling penting dan ternama memerintah pada zaman ini. [[Hatshepsut]] adalah salah seorang di antara firaun-firaun tersebut. Hatshepsut sendiri merupakan suatu keluarbiasaan karena ia adalah seorang firaun perempuan, suatu peristiwa langka dalam sejarah Mesir. Ia adalah seorang pemimpin yang penuh ambisi dan cakap, yang menambah jangkauan perniagaan Mesir sampai ke Somalia di selatan dan Mediterania di utara. Ia memerintah selama dua puluh tahun dengan jalan memadukan propaganda luas tersebar dan kepiawaian dalam berpolitik. Firaun sepemerintahan sekaligus penggantinya [[Thutmose III]] (" [[Napoleon Bonaparte|Napoleon]] dari Mesir") memperbesar angkatan perang Mesir dan memanfaatkannya dengan hasil yang besar. Menjelang akhir masa pemerintahannya ia memerintahkan penghapusan nama Hatshepsut dari monumen-monumen yang dibangun firaun perempuan itu. Ia berperang melawan orang-orang Asia dan merupakan Firaun Mesir yang paling sukses. [[Amenhotep III]] mendirikan kuil [[Karnak]] secara besar-besaran, termasuk [[Kuil Luxor]], yang terdiri atas dua [[Pilon]], sebuah selasar bertiang dua baris di belakang pintu masuk kuil baru itu, dan sebuah kuil baru untuk Dewi [[Maat]].
 
==== Wangsa Kesembilan Belas ====
[[FileBerkas:NE 1300bc.jpg|thumb|300px|left|Mesir dan dunia yang dikenalnya pada 1300 SM.]]
[[FileBerkas:SFEC EGYPT ABUSIMBEL 2006-003.JPG|thumb|left|Patung raksasa [[Ramesses II]] di kuil yang dibangun baginya di [[Abu Simbel]].]]
[[Ramesses I]] memerintah selama dua tahun dan digantikan oleh puteranya, [[Seti I]]. Seti I melanjutkan upaya Horemheb untuk memulihkan kekuatan, kekuasaan, dan kehormatan Mesir. Ia pula yang berjasa atas pendirian kumpulan kuil di [[Abydos, Egypt|Abydos]].
Boleh dikata kekuatan Mesir Kuno sebagai sebuah negara-bangsa mencapai puncaknya pada masa pemerintahan [[Ramesses II]] ("yang Agung") dari Wangsa Kesembilan Belas. Ia memerintah selama 67 tahun sejak berusia 18 tahun, melanjutkan usaha pendahulunya, dan mendirikan lebih banyak lagi kuil megah, seperti kuil [[Abu Simbel]] di perbatasan dengan Nubia. Ia mencoba merebut kembali wilayah-wilayah di [[Levant]] yang pernah dikuasai Wangsa Kedelapan Belas. Perang-perang penaklukan kembali yang dilancarkannya mencapai puncaknya dalam [[Pertempuran Kadesh]] pada 1274 SM, tatkala ia memimpin bala tentara Mesir menghadapi pasukan Raja Het [[Muwatalli II]]. Catatan riwayat pertempuran ini kelak terkenal sebagai catatan pertama dalam sejarah mengenai serangan militer. Ramesses II termasyhur karena menjadi ayah dari banyak anak yang dilahirkan isteri-isteri dan [[pergundikan|selir-selirnya]]; makam yang ia bangun bagi putera-puteranya (banyak dari anak-anaknya yang meninggal dunia mendahuluinya) di [[Lembah Raja-Raja]] merupakan kompleks pemakaman terbesar di Mesir.
 
Para penggantinya meneruskan serangan-serangan militer, meskipun kalangan istana yang semakin resah membuat segala macam urusan bertambah rumit. Ramesses II digantikan oleh puteranya [[Merneptah]] yang kemudian digantikan putera Merneptah, [[Seti II]]. Kedudukan Seti II tampaknya dipermasalahkan oleh saudara tirinya [[Amenmesse]], yang mungkin saja pernah memerintah untuk sementara waktu dari Thebes. Begitu Seti II mangkat, puteranya [[Siptah]], yang mungkin pernah dijangkiti [[polio]] semasa hidupnya, ditetapkan sebagai pewaris tahta oleh [[Mangkubumi Bay]], wazir dari kalangan rakyat jelata berkebangsaan Asia yang memegang kendali di balik layar. Setelah Siptah yang berumur pendek itu mangkat, tahta diduduki oleh Ibu Suri [[Twosret]], janda Seti II (dan besar kemungkinan adalah saudari Amenmesse). Pada zaman anarki di akhir masa pemerintahan Twosret yang singkat itu, pribumi Mesir bangkit menentang kendali bangsa asing yang berakibat mangkubumi dihukum mati dan [[Setnakhte]] didudukkan pada tahta sebagai pendiri [[Dinasti kedua puluh Mesir|Wangsa Kedua Puluh]].
 
==== Wangsa Kedua Puluh ====
Menurut anggapan banyak pihak, firaun "agung" terakhir dari zaman Kerajaan Baru adalah [[Ramses III|Ramesses III]], putera Setnakhte, yang memerintah tiga dasawarsa sesudah masa pemerintahan [[Ramesses II]]. Pada tahun ke-8 masa pemerintahannya, [[Bangsa Laut|Orang Laut]] menginvasi Mesir melalui jalan darat dan laut. Ramesses III mengalahkan mereka dalam dua pertempuran besar di darat dan laut. Ia menyatakan telah menjadikan mereka bangsa taklukan serta menempatkan mereka di Kanaan Selatan, meskipun ada bukti bahwa mereka memasuki Kanaan dengan kekuatan senjata. Kehadiran mereka di Kanaan boleh jadi turut berkontribusi atas pembentukan negara-negara baru di kawasan ini seperti Filistia seusai runtuhnya Kekaisaran Mesir. Ramesses III harus pula melawan invasi suku-suku Libya dalam dua kali peperangan di kawasan barat muara Sungai Nil, yakni pada tahun ke-6 dan tahun ke-11 masa pemerintahannya.<ref>Nicolas Grimal, A History of Ancient Egypt, Blackwell Books, 1992. p.271</ref>
 
Besarnya pembiayaan pertempuran-pertempuran ini terus menguras perbendaharaan Mesir dan ikut menjadi penyebab kemerosotan perlahan Kekaisaran Mesir di Asia. Gentingnya situasi terbuktikan oleh kenyataan bahwa peristiwa pemogokan buruh yang pertama kali tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun ke-29 masa pemerintahan Ramesses III, di saat-saat makanan harus dijatah dan keperluan pokok para undagi elit pembangun makam kerajaan beserta para tukang dan pandai di desa [[Deir el Medina]] tidak dapat dipasok.<ref>William F. abbey , The Strikes in Ramses III's Twenty-Ninth Year, JNES 10, No. 3 (July 1951), pp. 137–145</ref> Udara dipenuhi sesuatu yang menghalangi sinar matahari mencapai permukaan tanah sekaligus membatasi pertumbuhan pohon secara global selama hampir dua dasawarsa penuh sampai 1140 SM.<ref>Frank J. Yurco, "End of the Late Bronze Age and Other Crisis Periods: A Volcanic Cause" in ''Gold of Praise: Studies on Ancient Egypt in Honor of Edward F. Wente'', ed: Emily Teeter & John Larson, (SAOC 58) 1999, pp.456–458</ref> Diduga penyebabnya adalah erupsi kali ketiga dari gunung api Hekla di Islandia, namun penetapan waktu ini masih diperdebatkan.
 
Segera setelah Ramesses III mangkat, timbul pertikaian berlarut-larut di antara para ahli warisnya. Tiga dari putera-puteranya kelak berturut-turut menduduki tahta, yakni [[Ramesses IV]], [[Ramesses VI]], dan [[Ramesses VIII]]. Akan tetapi, pada zaman ini pula Mesir mulai mengalami serangkaian bencana kemarau, tingkat ketinggian banjir [[Sungai Nil]] yang di bawah normal, bencana kelaparan, kerusuhan, dan korupsi pejabat negara. Kekuasaan firaun terakhir, [[Ramesses XI]], sedemikian melemahnya sampai-sampai di daerah selatan para [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] bertindak selaku pemimpin de facto [[Mesir Hulu]], sementara [[Smendes]] sudah memegang kendali penuh atas [[Mesir Hilir]] bahkan sebelum Ramesses XI mangkat. Smendes kelak mendirikan [[Dinasti kedua puluh satu Mesir|Wangsa Kedua Puluh Satu]] di [[Tanis, Mesir|Tanis]].
 
=== Zaman Antara Ketiga ===
{{Main|Periode Menengah Ketiga Mesir}}
[[FileBerkas:Bm taharqa.jpg|thumb|right|Sfinks dari firaun berkebangsaan Nubia, [[Taharqa]].]]
[[FileBerkas:NubianPharoahs.jpg|thumb|right|220px|upright|Wangsa ke-25]]
Setelah [[Ramesses XI]] mangkat, penggantinya [[Smendes]] memerintah dari kota [[Tanis, Mesir|Tanis]] di utara, sementara [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] secara efektif berkuasa di selatan meskipun masih mengakui Smendes sebagai Raja.<ref>Cerny, p.645</ref> Pada kenyataannya, terbelahnya kekuasaan ini tidaklah seberapa penting karena baik imam besar maupun firaun berasal dari satu keluarga yang sama. [[Piankh]], memegang kendali atas Mesir Hulu, memerintah dari [[Thebes, Mesir|Thebes]], dengan batas utara daerah kekuasaan yang berakhir di [[Al-Hibah]]. (Imam Besar [[Herihor]] meninggal dunia mendahului Ramesses XI, namun semasa hidupnya ia adalah seorang pemimpin yang berkuasa penuh dalam segala hal kecuali dalam hal kemandirian, menjelang akhir masa pemerintahan raja.) Negeri Mesir sekali lagi terbagi dua dengan para imam yang memerintah dari Thebes dan para firaun yang memerintah dari Tanis. Tidak ada yang luar biasa dari masa pemerintahan mereka, dan mereka pun dilengserkan tanpa banyak gejolak oleh para raja berkebangsaan Libya dari [[Dinasti kedua puluh dua Mesir|Wangsa Kedua Puluh Dua]].
 
Hubungan Mesir dengan [[Libya]] sudah lama terjalin, dan raja pertama wangsa baru ini, [[Shoshenq I]], adalah orang Libya dari puak [[Meshwesh]], yang mengabdi sebagai panglima bala tentara Mesir pada masa pemerintahan pemimpin terakhir dari Wangsa Kedua Puluh Satu, [[Psusennes II]]. Ia mempersatukan Mesir, mengendalikan para [[rohaniwan]] Dewa Amun dengan cara menjadikan puteranya sendiri sebagai pemangku jabatan Imam Besar Dewa Amun yang sebelumnya diwariskan turun-temurun. Sedikit dan tidak lengkapnya keterangan yang terdapat dalam peninggalan-peninggalan tertulis dari zaman ini menimbulkan dugaan bahwa zaman ini dipenuhi pergolakan. Tampaknya ada banyak kelompok pembangkang yang akhirnya menciptakan [[Dinasti kedua puluh tiga Mesir|Wangsa Kedua Puluh Tiga]]. Wangsa baru ini memerintah pada waktu yang bersamaan dengan masa pemerintahan raja-raja terakhir Wangsa Kedua Puluh Dua.
Mesir dipersatukan kembali oleh Wangsa Kedua Puluh Dua yang didirikan oleh [[Shoshenq I]] pada 945 SM (atau 943 SM), keturunan pendatang [[Meshwesh]] dari [[Libya Kuno]]. Penyatuan kembali Mesir menjadikan negeri ini tenteram selama satu abad. Setelah berakhirnya masa pemerintahan [[Osorkon II]], Mesir kembali terbagi dua dengan [[Shoshenq III]] dari Wangsa Kedua Puluh Dua memegang kendali atas Mesir Hilir sekitar 818 SM sementara [[Takelot II]] dan puteranya (kelak menjadi [[Osorkon III]]) memerintah kawasan tengah Mesir dan Mesir Hulu.
 
Setelah Mesir undur dari [[Nubia]] pada akhir Zaman Kerajaan Baru, sebuah wangsa pribumi mengambil alih kendali atas Nubia. Di bawah kekuasaan Raja [[Piye]], orang Nubia pendiri [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]], bangsa Nubia menyerbu ke utara dengan maksud menghancurkan lawan-lawan Libya mereka yang memerintah di daerah muara. Piye berhasil merebut kekuasaan sejauh [[Memphis, Mesir|Memphis]]. Lawannya [[Tefnakht]] akhirnya bertekuk lutut namun diizinkan tetap berkuasa di Mesir Hilir dan mendirikan [[Dinasti kedua puluh empat Mesir|Wangsa Kedua Puluh Empat]] yang berumur pendek di [[Sais, Mesir|Sais]]. Kerajaan [[Kerajaan Kush|bangsa Kusy]] di selatan memanfaatkan keterpecahan Mesir dan kekacauan politik dan mengalahkan gabungan kekuatan beberapa pemimpin Mesir seperti [[Peftjaubast]], [[Osorkon IV]] dari Tanis, dan [[Tefnakht]] dari Sais. Piye mendirikan [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]] yang berkebangsaan Libya dan menjadikan para pemimpin taklukan sebagai kepala-kepala pemerintahan daerah. Ia pertama-tama digantikan oleh saudaranya, [[Shabaka]], dan kemudian oleh kedua puteranya [[Shebitku]] dan [[Taharqa]]. [[Taharqa]] mempersatukan kembali "Dua Negeri " di utara dan selatan Mesir serta menciptakan suatu kekaisaran yang sama besarnya dengan keadaannya dulu pada zaman [[Kerajaan Baru Mesir|Kerajaan Baru]]. [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]] menghadirkan suatu zaman pencerahan bagi Mesir Kuno.<ref>{{cite book|last=Diop|first=Cheikh Anta|title=The African Origin of Civilization|year=1974|publisher=Lawrence Hill Books|location=Chicago, Illinois|isbn=1-55652-072-7|pages=219–221}}</ref> Agama, seni rupa, dan rancang bangun dipulihkan kembali kejayaannya seperti sediakala yakni sebagaimana adanya pada zaman Kerajaan Lama, Kerajaan Pertengahan, dan Kerajaan Baru. Para firaun, seperti Taharqa, membangun atau memugar kuil-kuil dan monumen-monumen di seantero lembah Sungai Nil, termasuk di Memphis, Karnak, Kawa, Jebel Barkal, dan lain-lain.<ref>{{cite book|last=Bonnet|first=Charles|title=The Nubian Pharaohs|year=2006|publisher=The American University in Cairo Press|location=New York|isbn=978-977-416-010-3|pages=142–154}}</ref> Pada masa kekuasaan Wangsa Kedua Puluh Lima inilah, untuk pertama kalinya sejak zaman Kerajaan Pertengahan, Mesir menyaksikan pembangunan [[Piramida Nubia|piramida-piramida (sebagian besar terdapat di wilayah Sudan sekarang ini)]] secara besar-besaran.<ref>{{cite book|last=Mokhtar|first=G.|title=General History of Africa|year=1990|publisher=University of California Press|location=California, USA|isbn=0-520-06697-9|pages=161–163}}</ref><ref>{{cite book|last=Emberling|first=Geoff|title=Nubia: Ancient Kingdoms of Africa|year=2011|publisher=Institute for the Study of the Ancient World|location=New York|isbn=978-0-615-48102-9 |pages=9–11}}</ref><ref>{{cite book|last=Silverman|first=David|title=Ancient Egypt|year=1997|publisher=Oxford University Press|location=New York|isbn=0-19-521270-3|pages=36–37}}</ref>
 
Wibawa Mesir di mata bangsa-bangsa lain merosot tajam pada zaman ini. Sekutu-sekutu asing Mesir telah jatuh ke dalam lingkup pengaruh [[Asyur]] dan sejak sekitar 700 SM pertanyaannya bukan lagi “bagaimana jika”, melainkan “bilamana” kedua negeri itu saling berperang. Masa pemerintahan [[Taharqa]] dan penggantinya, [[Tantamani]], dipenuhi pententangan terus-menerus dengan bangsa Asyur yang banyak kali dimenangi pihak Mesir, namun pada akhirnya Thebes diduduki dan [[Memphis, Mesir|Memphis]] dijarah rayah oleh bangsa Asyur.
 
=== Zaman Akhir ===
{{Main|Periode Akhir Mesir Kuno}}
Sejak 671 SM sampai seterusnya, Memphis dan kawasan muara menjadi sasaran penyerbuan-penyerbuan bangsa [[Asyur]] yang akhirnya menghalau bangsa Nubia dan menyerahkan kekuasaan kepada raja-raja sekutu mereka dari [[Dinasti kedua puluh enam Mesir|Wangsa Kedua Puluh Enam]]. [[Psamtik I]] adalah orang pertama yang diakui sebagai raja atas seluruh tanah Mesir, dan ia berhasil menjadikan Mesir semakin kokoh selama 54 tahun memerintah dari ibukota baru di [[Sais, Mesir|Sais]]. Empat raja Sais berturut-turut berhasil menuntun Mesir dalam damai mulai 610–526 SM, dengan memanfaatkan tenaga prajurit-prajurit upahan dari [[Yunani]] untuk menghalangi bangsa [[Babilonia]] memasuki wilayah Mesir.
 
Menjelang penghujung zaman ini tumbuh suatu kekuatan baru di Timur Dekat yaktu [[Persia]]. Firaun [[Psamtik III]] harus menghadapi kekuatan Persia di [[Pelusium]]; ia dikalahkan, dan meskipun sempat melarikan diri ke Memphis, dalam waktu yang singkat ia tertangkap dan kemudian dihukum mati.
 
=== Ketuanan Persia ===
Mesir di bawah kekuasaan [[Akhemeniyah]] dapat dibagi menjadi tiga zaman. Yang pertama adalah zaman pendudukan [[kekaisaran Persia|Persia]] kali pertama, tatkala Mesir dijadikan salah satu [[satrap|daerah pemerintahan]] dalam Kekaisaran Persia. Yang kedua adalah masa jeda ketika Mesir menikmati kemerdekaan untuk sementara waktu. Yang ketiga adalah zaman pendudukan Persia kali kedua sekaligus yang terakhir.
 
Baris 171:
 
[[Artahsasta III dari Persia|Artahsasta III]] (358–338 SM) menaklukkan kembali lembah Sungai Nil untuk jangka waktu yang singkat (343–332 SM).
Pada 332 SM Mazakes menyerahkan Mesir kepada [[Aleksander Agung]] tanpa perang. Kekaisaran Akhemenia telah berakhir, dan untuk sementara waktu Mesir menjadi daerah pemerintahan yang dikepalai seorang satrap dalam kekaisaran Aleksander. Kelak lembah Sungai Nil diperintah oleh [[Dinasti Ptolemaik|Wangsa Ptolemaios]] dan kemudian oleh [[Kekaisaran Romawi|bangsa Romawi]].
 
=== Wangsa Ptolemaios ===
{{Main|Dinasti Ptolemaik }}
Pada 332 SM [[Aleksander Agung|Aleksander III]] dari [[Kekaisaran Makedonia|Makedonia]] menaklukkan Mesir tanpa perlawanan berarti dari pihak [[Kekaisaran Akhemeniyah|Persia]]. Ia disambut [[Bangsa Mesir|rakyat Mesir]] sebagai Tokoh Pembebas. Ia mengunjungi [[Memphis, Mesir|Memphis]], dan berziarah ke kediaman juru tenung [[Amun]] di [[Oasis Siwa]]. Juru tenung itu menyatakan bahwa Aleksander adalah putera [[Amun]]. Ia mampu mengambil hati rakyat Mesir karena sikap hormat yang ditunjukkannya pada agama mereka, tetapi ia menempatkan orang-orang Yunani pada semua jabatan tinggi di negeri itu, dan mendirikan sebuah kota baru yang bercorak Yunani, [[Iskandariyah|Aleksandria]], untuk dijadikan ibukota Mesir yang baru. Kemakmuran Mesir dimanfaatkan untuk mendanai rencana penaklukan Aleksander atas seluruh [[Kekaisaran Persia]]. Pada permulaan 331 SM ia siap untuk bertolak, dan kemudian memimpin bala tentaranya menuju Fenisia. Ia meninggalkan [[Cleomenes dari Naucratis|Kleomenes]] sebagai [[nomark]] yang berkuasa selama ia berada di luar Mesir. Aleksander tidak pernah kembali lagi ke Mesir.
 
Setelah Aleksander mangkat di [[Babilon]] pada 323 SM, timbul [[Diadokhoi|krisis suksesi]] di antara para panglimanya. Mula-mula [[Perdikkas]] memerintah Kekaisaran Makedonia selaku wali dari saudara tiri Aleksander [[Arridaios]], yang kelak menjadi [[Filipus III dari Makedonia]], dan kemudian selaku wali dari Philip III dan putera Aleksander yang masih bayi [[Aleksander IV dari Makedonia]], yang belum lahir tatkala ayahnya mangkat. Perdikkas menunjuk [[Ptolemaios I Soter |Ptolemaios]], salah seorang pengiring terdekat Aleksander, menjadi [[satrap]] di Mesir. Ptolemaios memerintah Mesir sejak 323 SM atas nama raja-bersama [[Filipus III dari Makedonia|Filipus III]] dan [[Aleksander IV dari Makedonia|Aleksander IV]]. Akan tetapi begitu kekaisaran yang dibangun [[Aleksander Agung]] mulai terpecah-belah, Ptolemaios segera menjadikan dirinya sebagai penguasa mesir yang mandiri. Ptolemaios berhasil mempertahankan Mesir dari invasi Perdikkas pada 321 SM, dan memperkokoh kedudukannya di Mesir dan sekitarnya selama [[Perang Diadokhoi]] (322–301 SM). Pada 305 SM, Ptolemaios mulai mempergunakan gelar raja-raja. Sebagai [[Ptolemaios I Soter]] ("Sang Juru Selamat"), ia mendirikan [[Dinasti Ptolemaik|Wangsa Ptolemaios]] yang berkuasa atas Mesir selama hampir 300 tahun.
 
Anak-cucu Ptolemaios di kemudian hari mengikuti tradisi Mesir dengan menikahi saudara kandung mereka, memerintahkan gambar diri mereka ditatahkan pada monumen-monumen umum dalam gaya seni dan busana Mesir, serta menganut keyakinan bangsa Mesir.<ref>Bowman (1996) pp25-26</ref><ref>Stanwick (2003)</ref> Peradaban hellenistik terus tumbuh subur di Mesir bahkan sesudah [[Penaklukan Muslim di Mesir|ditaklukkan oleh kaum Muslim]]. Wangsa Ptolemaios harus menghadapi pemberontakan-pemberontakan pribumi Mesir dan terlibat dalam peperangan melawan bangsa asing maupun perang saudara yang mengakibatkan kemerosotan dan aneksasi kerajaan itu oleh [[Aegyptus (provinsi Romawi)|bangsa Romawi]].
 
== Referensi ==
{{Reflist|30em}}