Panglima Bukhari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 5:
'''Panglima Bukhari''' (lahir di Hantarukung, [[Simpur, Hulu Sungai Selatan|Simpur]], tahun [[1850]] – meninggal di [[Simpur, Hulu Sungai Selatan|Simpur]], (sekarang wilayah [[Kabupaten Hulu Sungai Selatan]], [[Kalimantan Selatan]], [[Indonesia]]) [[19 September]] [[1899]] pada umur 49 tahun) adalah seorang Panglima [[Perang Banjar]] yang memimpin perlawanan rakyat yang disebut ''Amuk Hantarukung'' yang terjadi pada masa [[Sultan]] [[Muhammad Seman]] bin [[Pangeran Antasari]].
 
Ayah Bukhari bernama Manggir dan ibu bernama Bariah kelahiran Kampung Hantarukung, dalam wilayah Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Bukhari dilahirkan sekitar tahun [[1850]] dan semasa mudanya mengembara ke [[Puruk Cahu]] ([[Murung Raya]], [[Kalimantan Tengah]]) mengikuti pamannya Kasim yang menjadi ''panakawan'' (ajudan) dari Sultan Muhammad Seman. Sejak itu Sultan Muhammad Seman menjadikan Bukhari sebagai ''panakawan'' (ajudan) Sultan, dan Bukhari ikut berjuang di daerah Puruk Cahu, Barito Hulu.
 
Bukhari seorang yang setia mengabdikan dirinya. Ia orang yang dipercaya sebagai ''Pemayung Sultan''. Ia dikenal di kalangan istana sebagai seorang yang mempunyai ilmu kesaktian dan kekebalan. Bahkan tersiar berita bahwa dengan ilmunya itu kalau ia tewas dapat hidup kembali. Ilmu ini diajarkan kepada siapa yang menjadi pendukungnya. Adanya kelebihan-kelebihan Bukhari tersebut, menyebabkan dia dan adiknya bernama Santar mendapat tugas untuk menyusun dan memperkuat barisan perlawanan rakyat terhadap Belanda di daerah [[Banua Lima]].
 
== Menyusun Kekuatan Rakyat ==
Dengan membawa surat resmi dari Sultan [[Muhammad Seman]], Bukhari dan adiknya Santar datang ke Kampung Hantarukung untuk menyusun suatu pemberontakan rakyat terhadap pemerintah Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh penduduk Kampung Hantarukung. Dengan bantuan '''Pangerak Yuya''' (''pangerak'' = kepala dusun/ketua RW), Bukhari berhasil mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Sebanyak 25 orang penduduk telah menyatakan diri sebagai pengikutnya, dan di bawah pimpinan Bukhari dan Santar siap untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda.
Gerakan Bukhari ini bahkan kemudian mendapat dukungan selain penduduk Kampung Hantarukung, juga penduduk Kampung Amparaya dan Kampung Ulin. Sehubungan dengan itu alasan perlawanan yang dikemukakan bahwa penduduk dari tiga kampung itu tidak bersedia lagi melakukan kerja rodi. Sikap penduduk dan tindakan '''Pangerak Yuya''' yang tidak mau menurunkan kuli (penduduk) untuk menggali garis antara [[Distrik Amandit|Amandit]]-[[Distrik Negara|Negara]] tersebut, kemudian dilaporkan oleh '''Pambakal Imat''' (''pambakal'' = kepala desa) kepada [[Kiai]] (gelar kepala distrik), karena yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat, Pambakal melaporkan kepada ''Controleur'' Belanda di kota [[Kandangan]].
 
Baris 16:
Penguasa Belanda di Kandangan sangat marah mendengar berita itu sehingga pada tanggal 18 September 1899 berangkatlah rombongan penguasa Belanda yang terdiri dari Controleur Adsenarpont Domes dan Adspirant K. Wehonleschen beserta 5 orang Indonesia (opas dan pambakal) yang setia kepada Belanda. Dengan menaiki [[kereta]] kuda dan diikuti yang lainnya Controleur Adsenerpont Domes ke desa Hantarukung menemui Pangerak Yuya. Pangerak yang telah bekerja sama dengan Bukhari untuk melawan pemerintah Belanda ini ketika dipanggil oleh Controleur keluar dari rumahnya dengan tombak dan parang tanpa sarung. Setelah terjadi tanya jawab mengenai mengapa penduduk tidak mengerjakan lagi gerakan menggali ''garis'' Amandit-Negara, tiba-tiba muncul ratusan penduduk di bawah pimpinan Bukhari dan Santar sambil mengucapkan [[shalawat nabi]] maju ke arah Controleur dengan senjata [[tombak]], ''serapang'' ([[trisula]]) dan lain-lainnya.
 
Dalam peristiwa itu telah terbunuh tuan Controleur Domes dan Adspirant Wehonleshen serta seorang anak emasnya. Sementara 4 orang lainnya dapat melarikan diri. Mereka itu antara lain opas Dalau dan Kiai Negara (kepala Distrik Negara). Peristiwa tanggal 18 September 1899 ini terkenal dengan Pemberontakan Amuk Hantarukung yang dipelopori oleh Bukhari, seorang yang secara resmi diperintahkan oleh Sultan Muhammad Seman dengan mengirimkan ke desa asal kelahirannya Hantarukung.
 
== Perlawanan Rakyat 19 September 1899 ==
Baris 26:
== Rujukan ==
 
* M. Gazali Usman, [[Kerajaan Banjar]]: [[Sejarah]] Perkembangan [[Politik]], [[Ekonomi]], [[Perdagangan]] dan [[Agama]] [[Islam]], [[Banjarmasin]]: Lambung Mangkurat Press, [[1994]].
 
{{lifetime|1850|1899|Bukhari}}