Wangsa Karoling: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 66:
Selain orang-orang yang dikenai kewajiban militer karena memiliki lahan, ada pula prajurit-prajurit profesional yang bertempur di pihak wangsa Karoling. Jika pemilik lahan dengan luas tertentu berhalangan menjadi prajurit (perempuan, orang lanjut usia, orang sakit, atau pengecut), mereka tetap memiliki kewajiban militer. Sebagai ganti keikutsertaannya, mereka akan menyewa prajurit untuk maju bertempur atas nama mereka. Lembaga-lembaga seperti biara atau gereja juga diwajibkan mengerahkan pasukan untuk bertempur sesuai dengan jumlah kekayaan dan luas lahan yang mereka miliki. Bahkan sesungguhnya, penggunaan sumber-sumber daya milik lembaga-lembaga gerejawi untuk kepentingan militer sudah menjadi suatu tradisi yang dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh wangsa Karoling.
Agaknya “sangat tidak mungkin bala tentara
Penerapan tatanan militer secara efektif inilah yang membuat wangsa Karoling berhasil melaksanakan strategi raya mereka. Strategi ini terdiri atas usaha-usaha yang ditekuni secara bersungguh-sungguh untuk membina kembali ''Regnum Francorum'' di bawah kekuasaan mereka. Bernard Bachrach mengemukakan tiga asas dalam strategi jangka panjang wangsa Karoling yang rentang waktu pelaksanaannya meliputi masa hidup beberapa generasi penguasa dari wangsa ini: <blockquote>Asas pertama… adalah bergerak keluar dengan penuh kewaspadaan dari daerah markas wangsa Karoling di Austrasia. Asas kedua adalah hanya menyerang dan menaklukkan satu daerah saja dalam satu kali peperangan sampai benar-benar tuntas. Asas ketiga adalah menghindari keterlibatan dengan perkara-perkara yang berlangsung di luar lingkup tapal batas ''Regnum Francorum'', atau melibatkan diri bilamana benar-benar perlu tetapi tanpa disertai niat dan usaha untuk melakukan penaklukan.”<ref>Bachrach, 49-50.</ref></blockquote>
|