Monisme dan dualisme dalam hukum internasional: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 12:
 
== Dualisme ==
Konsep dualisme menekankan perbedaan antara hukum nasional dan internasional, dan membutuhkanmewajibkan transposisipengubahan hukum internasional menjadi hukum nasional. Tanpa transposisipengubahan, hukum internasional tidak diakui sebagai hukum. Hukum internasional harus menjadi hukum nasional, atau bukan hukum sama sekali. Jika suatu negara menerima sebuah perjanjian, tetapi tidak menyesuaikan hukum nasionalnya supaya sesuai dengan perjanjian tersebut; atau tidak menciptakan undang-undang nasional yang secara eksplisit memasukkan perjanjian tersebut, maka hal tersebut melanggar hukum internasional. Namun, seseorang tidak dapat mengklaim bahwa perjanjian tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional. Warga negara tidak dapat bergantung padanya dan hakim tidak dapat menerapkannya. Hukum nasional yang kontradiktifbertentangan dengan hukum internasional tetap berlaku. Menurut konsep dualisme, hakim nasional tidak pernah menerapkan hukum internasional, hanyadan baru dapat melakukannya jika hukum internasional tersebut telah diterjemahkandiubah ke dalammenjadi hukum nasional.
 
<blockquote>
"Hukum internasional seperti itu tidak dapat memberikan hak yang dapat diketahui didiakui suatuoleh pengadilan kotanasional. Hukum ini hanya berlaku, sejauh aturan-aturan hukum internasional diakui termasuk ke dalam aturan hukum nasional; bahwadan sejauh aturan-aturan tersebut diizinkan di pengadilan kotanasional untuk menghasilkanmemberikan hak dan kewajiban".<ref>[[James Atkin, Baron Atkin]], in M. Akehurst, Modern Introduction to International Law, Harper Collins, [[London]], phlm. 45.</ref>
</blockquote>
 
Supremasi hukum internasional merupakan suatu aturan dalam sistem dualisme, seperti halnya pada sistem monis. Sir [[Hersch Lauterpacht]] menunjukkan tujuanitikad Pengadilanpengadilan yanguntuk mencegah penghindaran kewajiban-kewajiban internasional, dengan penegasan berulang-ulang tentang:
 
{{quote|Prinsip swa-buktiAsas hukum internasional yang sudah jelas bahwa Negaranegara tidak dapat menggunakan hukum nasional sebagai alasan untuk tidak memenuhi kewajiban internasionalnya.<ref>Lihat [https://books.google.com/books?id=piU8AAAAIAAJ&lpg=PA261&ots=Og6Yhjh177&pg=PA262#v=onepage&q&f=false ''The Development of International Law by the International Court''], Hersch Lauterpacht (ed), Cambridge University Press, 1982, {{ISBN|0-521-46332-7}}, page 262</ref>}}
 
Jika hukum internasional tidak dapat diterapkan langsung, seperti halnya dalam sistem dualisme, maka hukum tersebut harus diterjemahkandiubah ke dalammenjadi hukum nasional, dan hukum nasional yang ada{{spaced en dash space}}
yang bertentangan dengan hukum internasional{{spaced en dash space}}
harus "diterjemahkandiubah terlebih dahulu"; baik dengan modifikasipenyesuaian atau dihilangkandihapuskan supaya sesuai dengan hukum internasional. Sekali lagi, dariDari sudut pandang hak asasi manusia, jika perjanjian hak asasi manusia diterima hanya karena alasan politik, dan negara-negara tidak berniat menerjemahkanmengubahnya sepenuhnya ke dalammenjadi hukum nasional atau mengambil pandangan monisme atas hukum internasional, maka implementasi perjanjian tersebut tidak akan sangatdiberlakukan oleh negara yang samarbersangkutan.<ref>[[Antonio Cassese]], International Law in a Divided World, Clarendon Press, [[Oxford]], 1992, phlm. 15.</ref>
 
=== Permasalahan "lex posterior" ===