Kawasan Seribu Rumah Gadang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Otrismon (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Otrismon (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{inuse}}
Kawasan Seribu Rumah Gadang adalah nama objek wisata budaya di [[Nagari Koto Baru]], [[Kabupaten Solok Selatan]], [[Sumatera Barat]]. Dinamakan Kawasan Seribu Rumah Gadang karena di wilayah ini terdapat ratusan [[rumah gadang]], rumah tradisional [[Suku Minangkabau]], dalam berbagai bentuk dan ukuran. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai salah satu situs cagar budaya Provinsi Sumatera Barat dan pada tahun 2017, kawasan ini dinobatkan sebagai Kampung Adat Terpopuler di Indonesia.
 
==Lokasi==
Kawasan Seribu Rumah Gadang berlokasi di [[Nagari Koto Baru]], [[Kabupaten Solok Selatan]], [[Provinsi Sumatera Barat]], berjarak kurang lebih 150 kilometer dari Kota Padang, Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat, dengan lama perjalanan kurang lebih empat jam. Kawasan ini merupakan wujud dari perkampungan masyarakat Minangkabau masa lampau, dengan ratusan rumah adat Minangkabau, atau rumah gadang, berjejer di sepanjang jalan perkampungan ini. Sebagian besar rumah gadang kondisinya masih terawat baik. Karena lokasinya yang artistik, kawasan ini pernah dijadikan lokasi syuting film beberapa film layar lebar dan film televisi (FTV).
 
==Wisata budaya==
Awal mula pemberian nama Kawasan Seribu Rumah Gadang ini adalah saat Meutia Farida Hatta Swasono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada masa itu, berkunjung ke kawasan ini pada tahun 2008. Ia memberikan julukan Solok Selatan sebagai Nagari Saribu Rumah Gadang karena masih banyaknya rumah yang berciri khas gonjong itugadang di sana.
 
Menurut Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga setempat, setidaknya terdapat 174 rumah gadang dari berbagai bentuk, namun belum bisa dipastikan model rumah gadang apa saja yang berada di kawasan itu meskipun dihuni oleh sejumlah suku yang berada di Minangkabau. Sejumlah suku Minangkabau bermukim di kawasan tersebut, seperti Malayu, Bariang, Durian, Kampai, Panai, Tigo Lareh, Koto Kaciak, dan Sikumbang. Setiap suku tersebut memiliki rumah gadang kaum. Keberagaman suku yang menghuni Kawasan Saribu Rumah Gadang ini menunjukan bahwa di daerah itu sudah memelihara toleransi sejak zaman dahulu.
 
Saat ini, Kawasan Seribu Rumah Gadang telah masuk ke dalam kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2013 hingga 2014, pemerintah Solok Selatan mencoba mengemas kekayaan objek wisata ini menjadi sebuah destinasi wisata budaya dengan memberikan bantuan kepada pemilik rumah gadang untuk bisa dijadikan penginapan. Selain itu, pemerintah setempat juga melatih para pemilik penginapan tersebut agar bisa melayani tamu dengan baik.
Karena lokasinya yang artistik, kawasan ini pernah dijadikan lokasi syuting film beberapa film layar lebar dan film televisi (FTV).
 
Menurut Kepala Bidang Budaya pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Solok Selatan Feri Yuredi, setidaknya terdapat 174 rumah gadang dari berbagai bentuk, namun belum bisa dipastikan model rumah gadang apa saja yang berada di kawasan itu meskipun dihuni oleh sejumlah suku yang berada di Minangkabau.
 
Sejumlah suku Minangkabau bermukim di kawasan tersebut, seperti Malayu, Bariang, Durian, Kampai, Panai, Tigo Lareh, Koto Kaciak, dan Sikumbang. Setiap suku tersebut memiliki rumah gadang kaum. Keberagaman suku yang menghuni Kawasan Saribu Rumah Gadang ini menunjukan bahwa di daerah itu sudah memelihara toleransi sejak zaman dahulu.
 
 
Awal mula pemberian nama Kawasan Seribu Rumah Gadang ini adalah saat Meutia Farida Hatta Swasono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada masa itu, berkunjung ke kawasan ini pada tahun 2008. Ia memberikan julukan Solok Selatan sebagai Nagari Saribu Rumah Gadang karena masih banyaknya rumah yang berciri khas gonjong itu di sana.
 
Saat ini, Kawasan Seribu Rumah Gadang telah masuk ke dalam kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Sumatera Barat
 
Pada tahun 2013 hingga 2014, pemerintah Solok Selatan mencoba mengemas kekayaan objek wisata ini menjadi sebuah destinasi wisata budaya dengan memberikan bantuan kepada pemilik rumah gadang untuk bisa dijadikan penginapan. Selain itu, pemerintah setempat juga melatih para pemilik penginapan tersebut agar bisa melayani tamu dengan baik.
 
 
 
Kawasan Cagar Budaya
 
Pemanfaatan rumah gadang, kata Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar, Teguh Hidayat, merupakan salah satu upaya untuk melestarikan dan melindungi rumah tersebut dari kehancuran.
 
"Bukan saja mendapatkan manfaat dari segi ekonomi dan sosial, pemanfaatan rumah gadang sebagai penginapan juga upaya dalam melindungi dan melestarikannya," katanya.
 
Namun dalam pengembangan rumah gadang sebagai penginapan, ia berpesan, pemilik dan pemerintah setempat agar tidak menghilangkan kandungan informasi dan bentuk aslinya.
 
Baca juga: Kawasan Seribu Rumah Gadang Segera Jadi Cagar Budaya
 
"Boleh ada penambahan, seperti kursi meja atau kamar, tapi harus menggunakan yang berbahan kayu. Jangan secara permanen karena itu akan menghilangkan bentuk asli rumah gadang tersebut," katanya.
 
Selain itu, pintanya, pemerintah setempat seyogyanya harus cepat menetapkan Kawasan Seribu Rumah sebagai kawasan cagar budaya.
 
"Ada sejumlah rumah gadang di Kawasan Seribu Rumah Gadang itu memiliki ukiran yang berbeda dari rumah gadang yang ada di Sumbar. Selain itu, ada surau, yakni Surau Menara, yang masih dilestarikan keasliannya," katanya.
 
Sementara Kepala Bidang Adat dan Budaya Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Solok Selatan Sudirman Datuk Pagaruyung, mengatakan pemanfaatan rumah gadang sebagai penginapan jangan menyasar pada rumah gadang yang digunakan untuk adat.
 
"Rumah gadang itu ada dua, yang untuk adat dan rumah gadang kaum. Jika rumah gadang kaum digunakan untuk penginapan itu sah-sah saja," katanya. (*)