Rumbia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kresna Rahayu (bicara | kontrib)
Subjudul
Kresna Rahayu (bicara | kontrib)
Tambah Gambar
Baris 33:
 
<p align="justify">Tanaman sagu yang dilakukan dengan perawatan, pemberian pupuk, pengendalian hama dan penyakit, dan pengaturan jarak tanam berhubungan erat dengan kerapatan. Semakin rapat tanaman, persaingan untuk mendapatkan faktor tumbuh anakan tanaman semakin kecil. Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman, karena keefisienan penggunaan cahaya matahari, sehingga jarak tanam yang optimal menentukan besarnya produksi tanaman per satuan luas areal<ref>Harjadi, Sri Setyanti. 1996. ''Pengantar Agronomi''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.</ref>.</p>
[[Berkas:Metroxylon sagu (sago) seedlings.jpg|kiri|jmpl|304x304px|Pohon Sagu Tumbuh dengan Baik pada Lahan Basah]]
 
<p align="justify">Pertumbuhan tanaman sagu pada umumnya tumbuh di lahan basah, dimana pada lahan basah pertumbuhan sagu akan lebih baik, karena sagu membutuhkan kebutuhan air yang banyak. Akan tetapi sagu juga bisa tumbuh di lahan kering namun tergantung pada varietas yang akan digunakan. Sehingga tentunya dalam hal budidaya akan ada perbedaan baik di lahan basah maupun lahan kering. Menurut Suryana (2007), dikenal dua jenis sagu, yaitu ''Metroxylon sp'' dan ''Arenga sp''. ''Metroxylon sp'' umumnya tumbuh pada daerah rawa dan lahan marginal sedangkan ''Arenga sp'' tumbuh pada daerah kering dan lahan kritis.Sagu merupakan tanaman monokotil dari famili ''palmae''<ref>Suryana A. 2007. ''Arah dan Strategi pengembangan sagu di indonesia''. Makalah  disampaikan pada lokakarya pengembangan sagu indonesia. Batam, 25-26  Juli 2007.</ref>.</p>
 
Baris 53:
# <p align="justify">Pemeliharaan yang akan dilakukan agar pertumbuhan sagu maksimal adalah: (1) inventarisasi pokok dan penyisipan dilakukan sampai umur satu tahun, (2) pengendalian gulma di piringan pokok (''circle weeding'') dengan frekuensi 3 bulan sekali, (3) pengendalian hama penyakit sesuai keperluan, (4) pemupukan disesuaikan dengan umur dan (5) penjarangan apabila sudah diperlukan.</p>
 
<p align="justify">Produksi sagu terbesar pada Perkebunan Rakyat (PR) terjadi tahun 2015 yakni sebesar 277.129 ton sedangkan pada Perkebunan Swasta (PBS) produksi terbesar juga terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 146.817 ton. Luas areal penanaman sagu pada PR terbesar terjadi pada tahun 2015, yakni 176.215 ha sedangkan pada PBS luas areal konstan, yakni sebesar 20.200 ha. Sagu tidak ditanam pada Perkebeunan Negara (PBN). Produktivitas sagu terbesar pada PR terjadi pada tahun 2014 dengan nilai sebesar 4.404 kg/ha sedangkan pada PBS terjadi pada tahun 2015 dengan nilai sebesar 8.462 kg/ha. Volume ekspor sagu Indonesia secara umum menunjukkan tren positif sejak tahun 2010 hingga 2015, meski mengalami penurunan pada tahun 2011. Volume terbesar yakni 10.316 ton terjadi pada tahun 2015. Volume impor Indonesia mengalami fluktuasi dengan nilai terbesar yaitu 6.648 ton pada tahun 2011 dan nilai terkecil yaitu 8 ton pada tahun 2012.</p>
[[Berkas:Memotong sagu Kering.jpg|pra=https://wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Memotong%20sagu%20Kering.jpg|jmpl|264x264px|Proses Pemotongan Batang Sagu]]
 
<p align="justify">Tanaman sagu bisa dipanen saat berumur 10-12 tahun. Panen sagu yang lama menyebabkan petani sagu memerlukan sumber pendapatan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga terjerat pada sistem ijon dengan menjual pohon sagu pada usia muda atau sebelum masa panen. Banyak masyarakat Desa Tanjung Peranap yang menebangi hutan dan bakau karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Desa Tanjung Peranap terletak di daerah marjinal yaitu lahan gambut, penebangan hutan dan pembuatan kanal untuk mengangkut kayu hasil tebang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan ketidak seimbangan ekosistem. Pengambilan bakau di sepanjang garis pantai dapat menyebabkan berkurangnya wilayah daratan karena abrasi. Pendapatan lain bisa didapatkan dengan mengoptimalisasikan penggunaan lahan sagu. Menurut Bintoro ''et al.'' (2017) kebun sagu dapat dikombinasikan dengan sistem mina sagu dan tumpang sari. Sistem mina sagu dapat dilakukan dengan membuat di lahan atau kolam terpal di antara tegakan pohon sagu. Selain sistem mina sagu, dapat juga dilakukan tumpang sari penanaman sayuran atau tanaman pangan diantara tegakan sagu. Sayuran yang dapat ditanam seperti jagung, cabai, kangkug, terung, buncis, timun, tomat bayam. Kegiatan mina sagu dan tumpang sari dilakukan agar meningkatkan penghasilan masyarakat pegiat tanaman sagu<ref name=":4" />.</p>
 
Baris 62:
<p align="justify">Potensi tanaman sagu di Indonesia cukup besar, diperkirakan sekitar 1.128 juta ha atau 51.3% dari luas areal sagu dunia, dengan daerah penyebaran utama adalah Maluku, Papua dan beberapa daerah lain seperti di Sulawesi, Sumatera dan Kalimantan. Sebagian besar dalam bentuk hutan sagu, yaitu sekitar 1.067.590 ha atau 90,3% dan tanaman sagu yang dibudidayakan secara tradisional sekitar 114.000 ha atau 9,7%<ref>Budianto J. 2003. Teknologi sagu bagi agribisnis dan ketahanan pangan. Di dalam : Rahawarin H. Akuba et al., penyunting. Sagu untuk Ketahanan Pangan, Prosiding Seminar Nasional Sagu ; Manado, 6 Okt 2003. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 5-15.</ref>.</p>
 
<p align="justify">Provinsi dengan jumlah produksi sagu dan luas lahan tanam terbesar di Indonesia pada PR selama tahun 2015 adalah Provinsi Riau yaitu dengan luas lahan sebesar 63.491 ha dengan produksi 219.215 ton. Begitu pula pada PBS, Provinsi Riau memiliki luas lahan tanam dan produksi sagu terbesar bahkan menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki PBS sagu di Indonesia, luas lahan sebesar 20.200 ha dan produksi 146.817 ton<ref>Kementan. 2016. ''Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Sagu 2015-2017''. Jakarta: Kementerian Pertanian.</ref>. Lahan sagu dunia seluas 2,5 juta Ha, terdapat di Indonesia seluas 1,25 juta Ha (50 %), dan dari luas tersebut 1,2 juta Ha terdapat di Papua dan Papua Barat<ref>Kementan. 2012. ''Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan: Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Sagu''. Jakarta: Kementan.</ref>. Jawa Barat bukan salah satu provinsi penghasil sagu di Indoensia namun Jawa Barat mempunyai pabrik tepung sagu yang salah satunya berada di Tangkil, Cintamekar, Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.</p>
[[Berkas:Lokasi Riau Kabupaten Kepulauan Meranti.svg|kiri|jmpl|332x332px|Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau]]
 
<p align="justify">Salah satu Kabupaten di Riau yang memiliki potensi sagu terbesar adalah Kepulauan Meranti. Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Kepulauan Meranti, produksi sagu pertahunnya mencapai 205.051896 ton dengan jumlah lahan sebesar 39.000 hektar kebun masyarakat. Sebagian besar kebun rumbia di Meranti merupakan perkebunan rakyat yang dikelola secara turun temurun dan belum secara budidaya. Meranti bahkan memiliki lebih dari 300 kuliner berbahan dasar sagu. Tak salah jika produksi sagu di Kepulauan Meranti bisa menjadi yang terbaik di Indonesia bahkan dunia. Untuk pasar dalam negeri, pasar di Cirebon jadi andalan utama dari Meranti. Dari Kota Terasi tersebut, sagu Meranti didistribusikan ke daerah lainnya di Nusantara. Sagu dari Meranti pun sudah berhasil menembus pasar ekspor. Tercatat, Meranti mengekspor 32.000 ton sagu kebeberapa negara tetangga dari total produksi. Ekspor sagu itu baru mencapai 15 persen dari total produksi komoditas tersebut dan akan terus ditingkatkan. Pasar ekspor utama dari Sagu Meranti adalah Jepang, setidaknya 50 ton sagu terbang langsung ke Negeri Matahari Terbit tersebut<ref>Sinartani. 2018. Sagu Riau Siap Jadi Komoditas Pangan Strategis Indonesia dan Dunia. [online] <nowiki>https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/pangan/6763-sagu-riau-siap-jadi-komoditas-pangan-strategis-indonesia-dan-dunia</nowiki> (diakses pada tanggal 5 April 2019, pukul 06.30 WIB).</ref>.</p><p align="justify">Berdasarkan penelitian yang dilakukan Howara et al. pada tahun 2016 di Desa Alindau, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, komoditas sagu cukup membantu perekonomian masyarakat setempat meskipun masih kalah dnegan komoditas lain. Usahatani sagu di Desa Alindau saat ini tidak menjadi andalan pendapatan keluarga petani, hal ini disesbabkan karena alih fungsi lahan menjadi uasaha tani lain. Penebangan liar terhadap daun sagu yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk makanan ternak maupun dijual, menyebabkan pohon sagu tidak tumbuh dengan baik. Pendapatan responden yang diperoleh dari usahatani sagu rata-rata sebesar Rp 865.000,00. Pendapatan keluarga yang diperoleh dari usahatani lain, seperti kakao dan padi lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari usahatani sagu itu sendiri. Sagu yang telah menjadi tepung akan dijual langsung ke pasar ataupun konsumen yang datang langsung ke kebun. Nilai tambah dari sagu itu sendiri tidak ada, karena pengolahan tepung sagu menjadi makanan tradisional di Desa Alindau tidak dilakukan oleh ibu (istri) petani responden<ref>Howara ''et al''. 2016. Analisis Pendapatan Keluarga Petani Sagu di Desa Alindau Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. ''J. Agroland'' 23 (2) : 94 – 100.</ref>.</p>
 
<p align="justify">Berdasarkan penelitian yang dilakukan Howara et al. pada tahun 2016 di Desa Alindau, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, komoditas sagu cukup membantu perekonomian masyarakat setempat meskipun masih kalah dnegan komoditas lain. Usahatani sagu di Desa Alindau saat ini tidak menjadi andalan pendapatan keluarga petani, hal ini disesbabkan karena alih fungsi lahan menjadi uasaha tani lain. Penebangan liar terhadap daun sagu yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk makanan ternak maupun dijual, menyebabkan pohon sagu tidak tumbuh dengan baik. Pendapatan responden yang diperoleh dari usahatani sagu rata-rata sebesar Rp 865.000,00. Pendapatan keluarga yang diperoleh dari usahatani lain, seperti kakao dan padi lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari usahatani sagu itu sendiri. Sagu yang telah menjadi tepung akan dijual langsung ke pasar ataupun konsumen yang datang langsung ke kebun. Nilai tambah dari sagu itu sendiri tidak ada, karena pengolahan tepung sagu menjadi makanan tradisional di Desa Alindau tidak dilakukan oleh ibu (istri) petani responden<ref>Howara ''et al''. 2016. Analisis Pendapatan Keluarga Petani Sagu di Desa Alindau Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. ''J. Agroland'' 23 (2) : 94 – 100.</ref>.</p>
 
== Produk Utama ==
<p align="justify">Sagu (''Metroxylon'' sp.) merupakan salah satu sumber karbohidrat penting di beberapa bagian negara di dunia. Lebih dari 50% atau sekitar 1,1 juta ha diantaranya ada di Indonesia. Pati sagu dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan non pangan. Masyarakat di Papua, Maluku dan Sulawesi mengkonsumsi pati sagu sebagai bahan pangan pokok dalam bentuk kapurung atau papeda. Selain itu, pati sagu dikonsumsi dalam bentuk makanan tradisional seperti sagu lempeng/''dange'' dan ''bagea''. Pada sektor industri (pangan maupun non pangan) pati sagu dimanfaatkan dalam bentuk pati termodifikasi seperti pati teroksidasi maupun pati terfosforilasi<ref name=":7">Widianingrum et al. 2005. Kajian terhadap SNI Mutu Pati Sagu. ''Jurnal Standardisasi'' 7(3), 91 – 98.</ref>.</p>
[[Berkas:Sagu-05 081119-3856 sim.JPG|jmpl|249x249px|Proses Pembuatan Tepung Sagu]]
 
<p align="justify">Dalam industri kertas, pati teroksidasi digunakan untuk bahan ''sizing'' dan ''coating'' (pelapis) untuk memproduksi kertas yang bermutu tinggi seperti kertas kalender dan kertas tulis halus. Pati teroksidasi juga digunakan sebagai bahan ''sizing'' dalam industri tekstil untuk memproduksi kain-kain halus dari bahan katun dan bahan sintetis campuran lainnya. Sedangkan pati terfosforilasi dapat dimanfaatkan dalam industri pangan, kertas, ''adhesive'', tekstil, obat-obatan dan detergent. Dengan perkembangan teknologi, pati sagu dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal dengan sebutan plastik ''biodegradabel'' (Rindengan dan Karouw, 2003). Dalam industri pangan pati teroksidasi digunakan sebagai bahan pengental, ''emulsifier'', pengikat, pencegah ''sineresis'' dan fungsi lainnya untuk mempertahankan mutu suatu produk pangan. Pati teroksidasi yang memiliki sifat gel yang stabil banyak digunakan pada industri ''candy'' atau permen<ref name=":7" />.</p>
 
<p align="justify">Prospek pasar sagu sebenarnya cukup baik. Permintaan terus meningkat baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Secara nasional permintaan diperkirakan mencapai ± 300.000 ton. Permintaan dalam negeri meningkat seiring dengan perkembangan industri makanan, farmasi dan lainnya. Pasar ekspor yang potensial yaitu Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Thailand dan Singapura<ref name=":7" />.</p>
 
<p align="justify">Persyaratan tertentu diperlukan untuk memenuhi permintaan pati sagu. Di Indonesia, standar mutu pati sagu dituangkan dalam SNI 01-3729-1995. Penerapan SNI tersebut dimaksudkan untuk pengaturan pasar domestik. Standar mutu yang tersedia, seyogyanya dapat diterima oleh berbagai pelaku pasar. Namun di dalam SNI ada beberapa atribut mutu pati sagu yang dianggap penting tetapi belum dicantumkan. Atribut yang dimaksud antara lain adalah warna, kekentalan dan tingkat kehalusannya. Warna, kekentalan dan kehalusan termasuk sifat pati yang menentukan kegunaannya lebih lanjut. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji beberapa standar mutu pati sagu dan melihat peluang penambahan atribut mutu warna, kekentalan dan kehalusan di dalam SNI. Oleh karena itu, standar mutu idealnya memuat atribut-atribut mutu yang dapat mewakili kualitas pati<ref name=":7" />.</p>
Baris 80 ⟶ 78:
<p align="justify">Sagu (''Metroxylon sago Rottb''.) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang sangat potensial dalam mendukung program ketahanan pangan (Tarigans, 2001). Selain itu, sagu berpotensi sebagai substitusi bahan baku pembuatan kue, mie, makanan penyedap, berbagai jenis minuman, perekat, industri farmasi, ''biodegradable plastic'' dan sumber bahan baku etanol<ref>Pranamuda, M., Y. Tokiwa dan H. Tanaja. 1996. Pemanfaatan pati sagu sebagai bahan baku biodegradable plastik. Makalah Simposium Nasional Sagu III. Pekanbaru Riau, 27-28 Febrauri 1996.</ref>.</p>
 
<p align="justify">Produksi sagu kebanyakan masih dijual dalam bentuk hasil ekstraksi kasar atau produk tepung sagu yang belum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Sementara itu jika dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan menghasilkan tepung sagu yang siap pakai diharapkan dapat mengurangi impor gandum. Menurut catatan impor gandum yang mencapai 3.576.670 ton, senilai 503,31 juta dolar AS. Gandum merupakan bahan dasar untuk membuat tepung terigu yang banyak digunakan sebagai bahan utama membuat roti. Oleh karena itu diversifikasi pangan merupakan bentuk mengurangi impor gandum sebagai bahan utama tepung terigu dan meningkatkan ketahanan pangan. Upaya menekan impor beras dan tepung terigu melalui program peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri dan diversifikasi pangan pada dasarnya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional yang sekaligus meningkatkan kesempatan ekonomi bangsa Indonesia<ref name=":8">Wahab, Djukrana. 2013. Pengolahan Roti Berbahan Sagu. ''AGRIPLUS'', 23(3): 226-230, ISSN 0854-0128.</ref>.<p align="justify">
[[Berkas:Sagu-restaurante-sobremesa.jpg|jmpl|249x249px|Olahan Makanan Berbahan Dasar Tepung Sagu]]
 
<p align="justify">Pengembangan tepung sagu menjadi bahan pensubtitusi dalam pembuatan roti berbahan sagu menjadi langkah-langka penting dan nyata dalam melakukan diversifikasi pangan dan mengurangi impor gandum. Hal ini disebabkan roti telah menjadi bahan makanan yang popular di masyarakat. Perkembangan industri rumah tangga yang memproduksi roti telah mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir ini, khususnya di Kota Kendari. Jika di dalam pembuatan roti, semuanya menggunakan tepung terigu yang berasal dari gandum dapat dibayangkan kebutuhan akan gandum semakin meningkat dari waktu ke waktu. Tepung sagu (pati sagu) dapat digunakan sebagai bahan substitusi maupun sebagai bahan utama produk pangan bergantung dari jenis produk yang akan dihasilkan. Pati sagu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan gizi lainnya yang dihasilkan berjumlah kecil. Namun perlu dicatat bahwa produk makanan yang dihasilkan dari pati sagu perlu ditambahkan dengan bahan yang memiliki kandungan gizi yang lebih baik dari pati sagu seperti ''Modified Cassava Flour'' (''MOCAF'')<ref name=":8" />.</p>