Bank Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Residenjkt (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Residenjkt (bicara | kontrib)
→‎Sejarah: penambahan informasi mengenai sejarah DJB
Baris 40:
 
== Sejarah ==
Pada 1827-28, Raja Willem I menerbitkan Oktroi (Hak Ekslusif) pendirian De Javasche Bank (DJB) untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan keuangan di Koloni Hindia Belanda yang timbul pasca-kebangkrutan VOC.<ref name=":2">{{Cite book|title=Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942|last=Claver|first=Alexander|publisher=KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies)|year=2014|isbn=|location=Leiden|pages=|url-status=live}}</ref> DJB didirikan sebagai perseroan swasta dengan peran ganda: (1) sebagai bank sirkulasi dengan hak monopoli menerbitkan dan mengedarkan uang; dan (2) sebagai bank komersil yang memberikan jasa keuangan perbankan pada umumnya ''(general banking services).''<ref name=":3">{{cite book|title=Beyond Empire and Nation|last=Wolters|first=W. G.|date=|publisher=Brill|year=2012|editor-last=Bogaerts|editor-first=Els|location=|pages=|chapter=The Decolonization of African and Asian Societies|editor-last2=Raben|editor-first2=Remco}}</ref> Sebagai instrumen pemerintahan kolonial, pendirian DJB ditujukan untuk melakukan reformasi keuangan dan menerapkan sistem moneter yang seragam di dalam wilayah Hindia Belanda.<ref name=":2" /> Oktroi I berakhir (kedaluwarsa) pada 1838. Akan tetapi, Kerajaan terus menerbitkan Oktroi baru sampai Oktroi VIII digantikan oleh Undang-Undang DJB (''DJB-Wet'') pada 1922. Selama masa Oktroi, DJB berhasil menyelesaikan permasalahan moneter (yang terutama ditimbulkan oleh penerbitan mata uang ''specie'' (koin tembaga) secara berlebihan) dan menerapkan standar nilai tukar emas (''gold-exchange standard'').<ref name=":3" /> Oleh karena itu, meskipun mata uang di Pusat Kerajaan (Holandia) dan di daerah koloni tidak sama, namun kedua mata uang tersebut dapat ditransaksikan dengan kurs 1:1.<ref name=":3" /> Upaya mempertahankan kestabilan kurs tersebut sangat penting bagi persero-persero di daerah koloni, mengingat hampir seluruh keuntungan usaha dan kelebihan dana direpatriasi ke kantor-kantor pusat mereka di Holandia.<ref name=":3" /> Pada masa Oktroi VIII, DJB juga mulai memperkenalkan sistem kliring di Batavia yang diikuti oleh 6 bank ternama masa itu: DJB, NHM Factory, Hongkong and Shanghai Banking Corp, Chartered Bank of India, Australia and China Bank, dan De Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij.<ref>{{Cite web|url=https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/pra-bi/Pages/prasejarahbi_3.aspx|title=Bagian Tiga : DJB berdasarkan Oktroi 1 s.d. 8 - Bank Sentral Republik Indonesia|website=www.bi.go.id|access-date=2019-12-23}}</ref>
Pada tahun 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
 
Pada masa Perang Dunia I, Belanda menghentikan sementara penerapan standar nilai tukar emas akibat menipisnya cadangan emas di Eropa. Selain itu, Kerajaan juga mengubah secara drastis tata kelola DJB dengan menerbitkan Undang-Undang DJB ''(De Javasche Bankwet)'' pada 1922. Berdasarkan beleid tersebut, DJB diwajibkan meminta arahan dari Pemerintah Kerajaan dalam menjalankan kebijakan di daerah koloni. DJB juga wajib memperoleh persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk urusan-urusan operasional tertentu.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/pra-bi/Pages/prasejarahbi_4.aspx|title=Bagian Empat : DJB Berdasarkan DJB Wet - Bank Sentral Republik Indonesia|website=www.bi.go.id|access-date=2019-12-23}}</ref> UU ini juga memperkenalkan fungsi baru kepada DJB, yaitu sebagai agen fiskal atau pemegang kas umum pemerintahan kolonial.<ref name=":4" /> Beberapa amandemen terhadap UU tersebut dilakukan setelah 1922. Akan tetapi, struktur dan tata kelola DJB relatif tidak berubah sampai ketika Pemerintahan Revolusi Indonesia mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia pada 1952.
 
Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.