Pantun Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k →‎top: bentuk baku
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: Kuna → Kuno (2)
Baris 2:
 
== Sejarah ==
Seni pantun merupakan seni yang sudah cukup tua usianya. Disebutkan dalam [[naskah]] ''[[Siksa Kanda ng Karesyan]]'', yang ditulis pada tahun [[1518]] Masehi, bahwa pantun telah digunakan sejak zaman Langgalarang, Banyakcatra, dan Siliwangi. Ceritanya pun berkisar tentang cerita-cerita Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi dan lain-lain yang disajikan oleh prepantun (tukang pantun). Pantun terdapat pula pada naskah kuno yang dituturkan oleh Ki Buyut Rambeng, yakni Pantun Bogor. Dalam perkembangannya, cerita-cerita pantun yang dianggap bernilai tinggi itu terus bertambah, seperti cerita ''[[Lutung Kasarung]]'', ''[[Ciung Wanara]]'', ''[[Mundinglaya Dikusumah]]'', ''Dengdeng pati Jayaperang'', ''Ratu Bungsu Kamajaya'', ''Sumur Bandung'', ''Demung Kalagan'' dll. [[orang Kanekes|Masyarakat Kanekes]] yang hidup dalam budaya Sunda KunaKuno sangat akrab dengan seni Pantun. Seni ini melekat sebagai bagian dari ritual mereka. Adapun lakon-lakon suci Pantun Kanekes yang disajikan secara ritual seperti ''Langgasari Kolot'', ''Langgasari Ngora'' dan ''Lutung Kasarung''.
 
Seni Pantun yang cukup tua usianya melahirkan beberapa tukang pantun pada setiap zamannya. Di [[Cianjur]] misalnya, dikenal nama R. [[Aria Cikondang]] ([[abad ke-17]]), Aong Jaya Lahiman dan Jayawireja ([[abad ke-19]]). Di [[Bandung]] terkenal Uce, juru pantun kabupaten Bandung (awal [[abad ke-20]]) dan Pantun Beton "Wikatmana" (pertengahan [[abad ke-20]]); dan di [[Bogor]] terkenal juru pantun Ki Buyut Rombeng.
Baris 15:
Sebagai kesenian yang hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran jika ungkapan dan ajaran (petuah) juru pantun merupakan pembauran keduan zaman itu. Selain isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para ''karuhun'' (leluhur), buyut, dan lain-lain.
 
Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda KunaKuno, memberi dampak pada nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau masyarakatnya.
 
Dewasa ini perkembangan seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, tetapi dari sisi lain ada hal yang cukup mengesankan. Seni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dapat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran dibanding pada masa lalu, terutama fungsinya yang sakral menjadi profan.