Hukuman mati dan hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>" - Kesalahan pranala pipa)
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' merupakan [[sanksi]] terberat dalam [[Pidana|sistem pidana]] di [[Indonesia]].<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref>. [[Hukuman]] ini termasuk [[hukuman]] paling tua, apabila dilihat dari tinjauan [[Sejarah|sejarahnya]].<ref name=":0" />. Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa [[hukuman mati]] sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, [[Indonesia]] tetap mempertahankannya.<ref name=":0" />.
 
== Latar Belakang Teori ==
 
===== Teori Absolut (Pembalasan) =====
Orang yang melakukan [[kejahatan]] harus ada [[pembalasan]] yang berupa [[pidana]] ([[hukuman]]).<ref name=":0" />. [[Teori]] ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
 
* [[Pembalasan]] berdasarkan tuntutan [[mutlak]] dan [[etika]].<ref name=":0" />. [[Tokoh]] yang mendukung [[teori]] ini yaitu [[Hagel]].<ref name=":0" />. Ia berpendapat bahwa [[hukum]] merupakan [[Wujud dan Waktu|wujud]] dari [[kemerdekaan]], sedangkan [[Pidana|kejahatan]] merupakan tantangan antara [[keadilan]] dan [[hukum]].<ref name=":0" />.
* Pembalasan demi [[keindahan]] dan kepuasan.<ref name=":0" />. [[Manusia|Tokoh]] yang mendukung [[teori]] ini yaitu [[Herbert]].<ref name=":0" />. Ia berpendapat bahwa rasa tidak puas yang muncul dari [[masyarakat]] beserta tuntutannya merupakan akibat dari [[Pidana|kejahatan]].<ref name=":0" />.
* Pembalasan sesuai dengan [[Ajaran Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh|ajaran]] [[Tuhan]].<ref name=":0" />. [[Manusia|Tokoh]] yang mendukung [[teori]] ini yaitu [[Stahl Gewin]] dan [[Thomas Aquinas|Thomas Aquno]].<ref name=":0" />. Mereka berpendapat bahwa [[kejahatan]] adalah [[Pelanggaran hukum|pelanggaran]] terhadap [[keadilan]].<ref name=":0" />. Orang yang melakukan [[Pidana|kejahatan]] harus diberi [[penderitaan]], agat [[perikeadilan]] [[Tuhan]] terpelihara.<ref name=":0" />.
* [[Pembalasan]] sebagai kehendak [[manusia]].<ref name=":0" />. [[Manusia|Tokoh]] yang mendukung [[teori]] ini adalah [[Jean-Jacques Rousseau|Jean Jacques Rousseau,]] [[Hugo de Groot]], [[Grotius]], dan [[Beccari|Beccaria]]. Mereka berpendapat bahwa [[negara]] merupakan kehendak [[manusia]], begitupun dengan [[Pidana|pemidaan]] merupakan [[Wujud materi|wujud]] dari kehendak [[manusia]].<ref name=":0" />.
 
===== Teori Tujuan (Teori Relatif atau Teori Pebaikan) =====
[[Hukuman]] bertujuan untuk menakut-nakuti calon [[Pidana|penjahat]].<ref name=":0" />. Selain itu, penjahat yang mendapat [[hukuman]] dapat memperbaiki dan menyingkirkan [[penjahat]].<ref name=":0" />. [[Teori]] ini dibagi menjadi empat yaitu:
 
* Ancaman [[pidana]] merupakan suatu cara untuk menakut-nakuti calon [[Pidana|penjahat]].<ref name=":0" />. [[Manusia|Tokoh]] yang mengemukakan [[teori]] ini yaitu [[Paul Anselm|Paul Anselm van Feberbach]].<ref name=":0" />.
* Perbaikan atau [[pendidikan]] bagi [[Pidana|penjahat]], berupa [[pidana]].<ref name=":0" />. Hal itu diharapkan ketika mereka kembali kepada [[masyarakat]], mereka dalam keadaan [[mental]] yang baik.<ref name=":0" />. [[Teori]] ini dikemukakan oleh [[Grolman|Grolman van Krause Rader]].<ref name=":0" />.
* [[Penjahat]] disingkirkan dari [[lingkungan]] [[masyarakat]].<ref name=":0" />. Hal ini sering disebut perampasan [[kemerdekaan]].<ref name=":0" />. [[Manusia|Tokoh]] yang mengemukakan pendapat ini yaitu Ferri dan Garopalo.<ref name=":0" />.
* Membuat [[Norma|norma-norma]] yang menjadi keterlibatan umum.<ref name=":0" />. [[Teori]] ini dikemukakan oleh [[Frans van Lith|Frans van Litz]], [[Van Hamel,]] dan Simon.<ref name=":0" />.
 
===== Teori Gabungan =====
Teori gabungan dianggap paling cocok untuk diterapkan di [[Indonesia|Indonesa]].<ref name=":0" />. Alasannya karena sifatnya manusiawi dan mencerminkan rasa [[keadilan]].<ref name=":0" />. Penjatuhan [[hukuman]] harus mampu memberi rasa kepuasan, baik untuk [[hakim]] atau kepada [[Pidana|penjahat]] itu sendiri.<ref name=":0" />. [[Hukuman]] tersebut harus seimbang, antara [[pidana]] yang diberikan dengan perbuatan [[Pidana|kejahatan]] yang dilakukannya.<ref name=":0" />. [[Hak asasi manusia|HAM]] menyatakan bahwa, setiap orang memiliki [[hak]] untuk [[bebas]] dari penyiksaan, perlakuan yang kejam, dan penghukuman yang tidak manusiawi, serta meredahkan harga dirinya.<ref name=":0" />. Pemberian [[hukuman]] dibutuhkan, tetapi harus sewajarnya. Pemberiannya harus [[Spesifikasi pekerjaan|spesifik]] untuk setiap [[Pidana|kejahatannya]].<ref name=":0" />. Seberat apapun [[Hukuman|hukumannya]] tidak boleh melebihi jumlah yang dituduhkan.<ref name=":0" />. [[Hukuman]] yang diberikan harus sesuai dengan [[Pancasila|nilai-nilai]] yang berlaku di [[masyarakat]], [[adil]] bagi [[terdakwa]] maupun korban ([[Masyarakat|masyarakat)]]).<ref name=":0" />.  
 
== Sejarah ==
[[Hukuman mati]] sudah ada sebelum para [[penjajah]] datang ke [[Indonesia]].<ref name=":0" />. Penerapannya berlaku untuk [[sanksi]] [[pidana]] [[Hukum adat|hukuman adat]]<ref name=":0" />[[Hukum adat|.]] Secara [[hukum]] di [[Indonesia]] [[hukuman mati]] mulai berlaku sejak [[UU No. 1 tahun 1946]] disahkan.<ref name=":0" />. [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] hingga kini masih mencantumkan [[hukuman mati]] dalam kategori [[Pidana|pidana pokok]] (''strafrecht''), di samping [[pidana]] [[penjara]], dan [[pidana]] [[denda]].<ref name=":0" />.
 
Awal mula kemunculan [[hukuman mati]] menimbulkan banyak pertentangan.<ref name=":0" />. Salah satunya muncul dari golongan [[Abolisioner]] yang menolak adanya [[hukuman mati]].<ref name=":0" />. Alasannya, karena bertentangan dengan [[hak asasi manusia]], terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]].<ref name=":0" />. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak [[Negara|negara-negara]] di [[dunia]] yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]].<ref name=":0" />. Contohnya di [[Amerika Serikat]], di mana 38 dari 50 [[negara bagian]] masih memberlakukan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]].<ref name=":0" />.
 
Pada tahun [[1986]] di [[Belanda]], terbit [[Undang-undang|Kitab Undang-Undang Pidana]].<ref name=":0" />. [[Hukuman mati]] masih dipertahankan di dalamnya.<ref name=":0" />. Namun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. [[Hakim]] boleh memutuskan apakah [[hukuman]] eksekusi mati dijatukan di [[Tiang api|tiang]] gantungan atau dengan [[pedang]], atau dengan cara diberikan [[Pukulan Maut|pukulan]] [[cemeti]] dan menancap [[Tubuh|badan]] dengan [[Besi|besi panas]].<ref name=":0" />. Selain itu, ada juga hukuman [[penjara]] 20 tahun namun sifatnya masih sementara.<ref name=":0" />.
 
Di [[abad ke 17]] pelaksanaan [[hukuman mati]] masih dengan cara yang sadis.<ref name=":0" />. Contohnya dengan cara [[Pemotongan|potong leher]], [[Gantung diri|menggantung]], [[Pukul|memukul]] hingga [[Kematian|mati]], mematahkan [[Tulang garpu|tulang iga]], [[Pembakaran|dibakar]], [[Kubur|dikubur hidup-hidup]], [[Tenggelam|ditenggelamkan]], dan lain sebagainya.<ref name=":0" />. Kini perkembangannya jauh lebih [[modern]]. Di [[Pakistan]] dan [[Malaysia]] [[hukuman mati]] dilakukan dengan cara [[Gantung diri|digantung]].<ref name=":0" />. Di [[Amerika Serikat]] dilaksanakan dengan menggunakan [[kursi listrik]], [[Gas|ruang gas]], atau [[Suntik mati|pemberian suntik mati]].<ref name=":0" />.
 
Pertentangan mengenai [[hukuman mati]] pertama kali muncul dari [[Eropa Barat]] yang didukung oleh tokoh bernama [[Cesare Beccaria]] yang tertuang dalam sebuah tulisan yang diberi judul  ''[[On Crime and Punishment]]'' pada tahun 1764.<ref name=":2">{{Cite book|last=dkk|first=Anggara|date=2017|title=Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa|location=Jakarta|publisher=Institute for Criminal Justic Reform|isbn=978-602-6909-76-3|pages=1-123|url-status=live}}</ref>. Setelah tulisan itu terbit, di [[abad ke 20]] mulai terjadi reaksi untuk mereformasi beberapa kebijakan tentang pelaksanaan [[Pidana|hukuman pidana]], termasuk di dalamnya membahas tentang perubahan mengenai [[hukuman mati]].<ref name=":2" />.
 
Di tahun [[1863]], negara [[Venezuela]] menjadi [[negara]] pertama yang menghapuskan [[hukuman mati]] untuk semua jenis [[Pidana|kriminalitas]].<ref name=":2" />. Di tahun [[1865]], [[San Marino]] (di [[Eropa]]) juga ikut menghapuskan [[hukuman mati]] untuk semua jenis [[kejahatan]].<ref name=":2" />. Di [[benua Asia]], [[Negara|negara-negara]] yang telah menghapuskan [[hukuman mati]] yaitu [[Kamboja]], [[Timor Timur|Timor Timor]], [[Turkmenistan]], dan [[Nepal]].<ref name=":2" />. Di benua [[Afrika]], negara-negara yang telah menghapuskan [[hukuman mati]] di antaranya, [[Mozambik]], [[Namibia]], [[São Tomé]], [[Príncipe]], dan [[Cave Varde]].<ref name=":2" />.
 
== Perkembangan Hukum Internasional ==
[[Hukuman mati]] pertama kali dibahas dalam forum [[Mancanegara|internasional]] di [[Konvensi Jenewa]] tahun [[1929]] tentang [[Tahanan perang|tawanan perang]].<ref name=":2" />. Isinya memuat tentang [[prosedur]] dan cara mengenai pemberian [[hukuman mati]] kepada [[Tahanan perang|tawanan perang]].<ref name=":2" />. Peraturan yang dibuat, berlaku hingga kini. Selain itu, [[Konvensi Jenewa]] juga membahas tentang [[warga sipil]], yang tidak diperbolehkan mendapatkan [[hukuman mati]] di wilayah yang ditempatinya.<ref name=":2" />.
 
===== Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia =====
[[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia]] memiliki sifat [[Otoriter|otorite]]<nowiki/>r sebagai tolak ukur untuk mejalankan [[Norma|norma-norma]] [[hak asasi manusia]].<ref name=":2" />. Status [[hukum]] dalam [[Deklarasi Balfour|deklarasi]] ini mengalami perubahan, mengikuti interpretasi kewenangan atas [[Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa]].<ref name=":2" />. Seluruh anggota yang tergabung memiliki [[Komitmen organisasi|komitmen]] untuk meningkatkan [[penghargaan]] terhadap [[hak asasi manusia]].<ref name=":2" />.
 
Salah satu [[pasal]] yang berkaitan dengan [[hukuman mati]] yaitu, [[Pasal 3]] dalam [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|Deklarasi Universal HAM]] yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki [[hak]] atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu.<ref name=":2" />. Isi pasal tersebut belum memiliki penekanan yang kuat dalam mengatur atau pelarangan [[hukuman mati]].<ref name=":2" />. Pasal ini juga sifatnya masih mendasar, dan tidak berpihak dan menyebutkan bahwa hukuman mati merupakan sebuah pelanggaran terhadap [[hak asasi manusia]].<ref name=":2" />.
 
===== Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik =====
[[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] adalah [[Perjanjian internasional|perjanjian internasioanal]] mengenai [[hak asasi manusia]] yang memiliki tujuan untuk mewujudkan standar pencapaian bersama yang sudah ditetapkan dalam [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|Deklarasi Universal Hak-Hal Asasi Manusia]].<ref name=":2" />. Isi [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] yang berkaitan dengan [[hukuman mati]] tertuang dalam Pasal 6 dan Pasal 7.<ref name=":2" />.
 
Rangkuman isi dari Pasal 6 berisi tentang:
 
* Setiap [[manusia]] memiliki [[hak untuk hidup]] untuk pribadinya. Tidak ada yang bisa merampas [[hak]] tersebut.<ref name=":2" />.
* [[Negara|Negara-negara]] yang masih menerapkan [[hukuman mati]] sebagai [[sanksi]], harus dilaksanakan sesuai kebijakan di mana tidak boleh bertentangan dengan kebijakan [[Genosida|Kovenan dan Konvensi tentang Pencegahan dan Hukum Kejahatan Genosida]].<ref name=":2" />.
* Seseorang yang mendapatkan [[hukuman mati]], memiliki [[hak]] untuk mendapatkan penggantian hukuman.<ref name=":2" />. [[Amnesti]], pengampunan atau penggantian [[hukuman mati]] dapat diberikan dalam semua kasus.<ref name=":2" />.
* [[Hukuman mati]] tidak dapat diberikan kepada [[anak]] yang di bawah delapan belas tahun, dan [[Wanita|perempuan]] yang sedang mengandung.<ref name=":2" />.
 
Pasal 6 [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] dirumuskan oleh [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Komite Ketiga Majelis Umum PPB]] di tahu [[1957]].<ref name=":2" />. Latar belakangnya, karena pada tahun tersebut masih banyak [[Negara|negara-negara]] yang memberlakukan [[hukuman mati]].<ref name=":2" />.
 
Pasal 7 membahas tentang bahwa tidak boleh memberikan [[hukuman mati]] kepada setiap orang dengan alasan untuk merendahkan harga dirinya.<ref name=":2" />. Selain itu, tidak boleh melakukan[[Percobaan|eksperimen]] [[Kedokteran|medis]] atau [[Ilmu|ilmiah]] tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan.<ref name=":2" />.
 
===== Kebijakan PBB =====
Di tahun [[1959]], pembahasan tentang [[hukuman mati]] masuk ke dalam forum [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PPB]], di mana [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Majelis Umum]] menyetujui sebuah [[resolusi]] untuk meminta [[Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Ekonomi dan Sosial]] agar mempelajari [[hukuman mati]] kembali.<ref name=":2" />. Kajiannya meliputi [[hukum]] dan pelaksanaanya di beberapa [[negara]]. Setelah dikaji, lalu diuji apakah [[hukuman mati]] tersebut mempengaruhi efektivitas pengurangan [[Pidana|kriminalitas]] di suatu [[negara]].<ref name=":2" />. Di tahun [[1962]] kajian tersebut selesai. Hasilnya, penghapusan [[hukuman mati]] di suatu [[negara]] tidak meningkatkan [[kriminalitas]] untuk negaranya.<ref name=":2" />.
 
Di tahun [[1968]], [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Majelis Umum PBB]] memberikan persetujuan untuk sebuh [[resolusi]] tentang perlindungan bagi seseorang yang dijatuhi [[hukuman mati]].<ref name=":2" />. [[Resolusi]] tersebut berisi tentang bahwa seseorang yang sedang menunggu waktu [[Hukuman mati|hukuman matinya]] tiba, seseorang tersebut masih bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan banding, hasilnya bisa berupa ampunan atau masih tetap dengan [[Hukuman mati|hukuman matinya]].<ref name=":2" />.
 
Di tahun [[1948]]. [[Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Ekonomi dan Sosial]] mebuat sebuah [[resolusi]] untuk menjadi perlindungan atas [[Hak|hak-hak]] orang yang akan menghadapi [[hukuman mati]].<ref name=":2" />. Beberapa [[resolusi]] itu membahas tentang:
 
* [[Negara]] yang masih menjalankan [[hukuman mati]],<ref name=":2" />, hanya diperbolehkan menjalankannya dengan jaminan bahwa jenis [[Pidana|kriminalitas]] yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang sangat berat.<ref name=":2" />.
* [[Hukuman mati]] tidak bisa diberikan kepada ibu [[Kehamilan|hamil]], orang yang mengalami [[gangguan jiwa]], dan anak yang berusia di bawah 18 tahun.<ref name=":2" />.
* Seseorang yang sudah dijatuhi [[hukuman mati]] memiliki hak untuk naik [[banding]] dalam [[pengadilan]] yang lebih tinggi.<ref name=":2" />.
* Seseorang yang dijatuhi [[hukuman mati]], memiliki hak untuk mengajukan permohonan maaf, [[pengurangan hukuman]].<ref name=":2" />.
Sejauh ini, [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] telah mengesahkan empat [[Traktat|perjanjian internasional]] mengenai penghapusan [[hukuman mati]].<ref name=":2" />. Suatu [[negara]] bisa menjadi bagian dari anggota [[perjanjian]] tersebut dengan cara meratifikasinya.<ref name=":2" />. [[Ratifikasi]] diartikan melakukan tindakan internasional di mana [[negara]] tersebut menyatakan [[ikrar]] sebagai [[Negara|Negara pihak]] (''State Party'') dalam [[Traktat|perjanjian internasional]] tersebut.<ref name=":2" />. Keempat perjanjian yang telah disahkan tersebut terdiri dari satu yang sifatnya [[global]], dan tiga lainnya bersifat [[kawasan]].<ref name=":2" />. Berikut adalah deskripsi rangkuman dari empat Perjanjian Intersnasional tersebut:
 
* '''[[Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Protokol Opsional Kedua Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik]]''', bertujuan untuk menghapuskan [[Hukuman mati|hukuman mati.]]. Perjanjian ini disahkan oleh [[Majelis Umum PBB]] pada tabun [[1989]].<ref name=":2" />. Cakupannya [[global]] (seluruh dunia). Perjanjian ini memberikan fasilitas untuk penghapusan [[hukuman mati]], tetapi masih memberikan pengecualian kepada [[negara]] untuk mempertahankannya di masa [[perang]].<ref name=":2" />. Seluruh [[negara]] yang ada dipihak [[Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik]] merupakan anggota dari perjanjian ini.<ref name=":2" />. '''Negara pihak''':<ref name=":2" />: [[Albania]],<ref name=":2" />, [[Andora]],<ref name=":2" />, [[Argentina]],<ref name=":2" />, [[Australia]],<ref name=":2" />, [[Austria]],<ref name=":2" />, [[Azerbaijan]],<ref name=":2" />, [[Belgia]],<ref name=":2" />, [[Benin]],<ref name=":2" />, [[Bolivia]],<ref name=":2" />, [[Bosnia dan Herzegovina]],<ref name=":2" />, [[Brasil]],<ref name=":2" />, [[Bulgaria]],<ref name=":2" />, [[Cabo Verde]],<ref name=":2" />, [[Kanada]],<ref name=":2" />, [[Chili]],<ref name=":2" />, [[Kolombia]],<ref name=":2" />, [[Kosta Rika]],<ref name=":2" />, [[Kroasia]],<ref name=":2" />, [[Siprus]],<ref name=":2" />, [[Republik Czech|Ceko]],<ref name=":2" />, [[Denmark]],<ref name=":2" />, [[Djibouti]],<ref name=":2" />, [[Ekuador]],<ref name=":2" />, [[El Salvador]],<ref name=":2" />, [[Estonia]],<ref name=":2" />, [[Finlandia]],<ref name=":2" />, [[Prancis]],<ref name=":2" />, [[Gabon]],<ref name=":2" />, [[Georgia]],<ref name=":2" />, [[Jerman]],<ref name=":2" />, [[Yunani]],<ref name=":2" />, [[Guinea-Bissau]],<ref name=":2" />, [[Honduras]],<ref name=":2" />, [[Hongaria|Hungaria]],<ref name=":2" />, [[Islandia]],<ref name=":2" />, [[Republik Irlandia|Irlandia]],<ref name=":2" />, [[Italia]],<ref name=":2" />, [[Kirgizstan|Kyrgyzstan]],<ref name=":2" />, [[Latvia]],<ref name=":2" />, [[Liberia]],<ref name=":2" />, [[Liechtenstein]],<ref name=":2" />, [[Lituania|Lithuania]],<ref name=":2" />, [[Luksemburg|Luxembourg]],<ref name=":2" />, [[Makedonia Utara|Macedonia]],<ref name=":2" />, [[Malta]],<ref name=":2" />, [[Meksiko]],<ref name=":2" />, [[Moldova]],<ref name=":2" />, [[Monako]],<ref name=":2" />, [[Mongolia]],<ref name=":2" />, [[Montenegro]],<ref name=":2" />, [[Mozambik]],<ref name=":2" />, [[Namibia]],<ref name=":2" />, [[Nepal]],<ref name=":2" />, [[Belanda]],<ref name=":2" />, [[Selandia Baru]],<ref name=":2" />, [[Nikaragua]],<ref name=":2" />, [[Norwegia]],<ref name=":2" />, [[Panama]],<ref name=":2" />, [[Paraguay]],<ref name=":2" />, [[Filipina]],<ref name=":2" />, [[Polandia]],<ref name=":2" />, [[Portugal]]<ref name=":2" />[[Portugal|,]] [[Rumania]],<ref name=":2" />, [[Rwanda]],<ref name=":2" />, [[San Marino]],<ref name=":2" />, [[Serbia]],<ref name=":2" />, [[Seychelles]],<ref name=":2" />, [[Slowakia|Slovakia]],<ref name=":2" />, [[Slovenia]],<ref name=":2" />, [[Afrika Selatan]],<ref name=":2" />, [[Spanyol]],<ref name=":2" />, [[Swedia]],<ref name=":2" />, [[Swiss]],<ref name=":2" />, [[Timor Leste|Timor- Leste]],<ref name=":2" />, [[Turki]],<ref name=":2" />, [[Turkmenistan]],<ref name=":2" />, [[Ukraina|Ukrania]],<ref name=":2" />, [[Inggris]],<ref name=":2" />, [[Uruguay]],<ref name=":2" />, [[Uzbekistan]],<ref name=":2" />, [[Venezuela]]<ref name=":2" /> (total: 81 [[negara]] menandatanganinya), [[negara]] yang belum [[Ratifikasi|meratifikasi]]: [[Angola]],<ref name=":2" />, [[Madagaskar]],<ref name=":2" />, [[São Tomé|Sao Tome]]<ref name=":2" />[[São Tomé|,]] dan [[Príncipe|Principe]]<ref name=":2" /> (total: 3 [[negara]]).<ref name=":2" />.
 
* '''Protokol Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia untuk Menghapus Pidana Mati''', disahkan pada tahun [[1990]] oleh [[Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika]].<ref name=":2" />. [[Perjanjian]] ini memfasilitasi untuk seluruh anggota menghapuskan [[hukuman mati]] seluruhnya, namun diperbolehkan untuk mempertahankannya di masa [[perang]].<ref name=":2" />. '''Negara pihak:''' [[Argentina]],<ref name=":2" />, [[Brasil]],<ref name=":2" />, [[Chili]],<ref name=":2" />, [[Kosta Rika]],<ref name=":2" />, [[Republik Dominika]],<ref name=":2" />, [[Ekuador]],<ref name=":2" />, [[Honduras]],<ref name=":2" />, [[Meksiko]],<ref name=":2" />, [[Nikaragua]],<ref name=":2" />, [[Panama]],<ref name=":2" />, [[Paraguay]],<ref name=":2" />, [[Uruguay]],<ref name=":2" />, dan [[Venezuela]].<ref name=":2" />.
*'''Protokol no 6 pada Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia mengenai Penghapusan Hukuman Mati''', dibuat untuk mefasilitasi [[Abolisi|penghapusan]] [[hukuman mati]] di masa damai.<ref name=":2" />. [[Negara]] masih bisa mempertahankan [[hukuman mati]] di [[Perang|masa perang]] atau sebagai ancaman nyata ketika akan [[perang]].<ref name=":2" />. [[Perjanjian]] ini disahkan oleh [[Dewan Eropa]] pada tahun [[1983]].<ref name=":2" />. '''Negara pihak''': [[Albania]],<ref name=":2" />, [[Andora]],<ref name=":2" />, [[Armenia]],<ref name=":2" />, [[Austria]],<ref name=":2" />, [[Azerbaijan]],<ref name=":2" />, [[Belgia]],<ref name=":2" />, [[Bosnia dan Herzegovina]],<ref name=":2" />, [[Bulgaria]],<ref name=":2" />, [[Kroasia]],<ref name=":2" />, [[Siprus]],<ref name=":2" />, [[Ceko]],<ref name=":2" />, [[Denmark]],<ref name=":2" />, [[Estonia]],<ref name=":2" />, [[Finlandia]],<ref name=":2" />, [[Prancis]],<ref name=":2" />, [[Georgia]],<ref name=":2" />, [[Jerman]],<ref name=":2" />, [[Yunani]]<ref name=":2" />[[Yunani|,]] [[Hongaria|Hungaria]],<ref name=":2" />, [[Islandia]],<ref name=":2" />, [[Republik Irlandia|Irlandia]],<ref name=":2" />, [[Italia]],<ref name=":2" />, [[Latvia]],<ref name=":2" />, [[Liechtenstein]],<ref name=":2" />, [[Lituania|Lithuania]],<ref name=":2" />, [[Luksemburg|Luksembourg]],<ref name=":2" />, [[Makedonia Utara|Makedonia]],<ref name=":2" />, [[Malta]],<ref name=":2" />, [[Moldova]],<ref name=":2" />, [[Monako]],<ref name=":2" />, [[Montenegro]],<ref name=":2" />, [[Belanda]],<ref name=":2" />, [[Norwegia]],<ref name=":2" />, [[Polandia]],<ref name=":2" />, [[Portugal]],<ref name=":2" />, [[Rumania]],<ref name=":2" />, [[San Marino]],<ref name=":2" />, [[Serbia]],<ref name=":2" />, [[Slowakia|Slovakia]],<ref name=":2" />, [[Slovenia]],<ref name=":2" />, [[Spanyol]],<ref name=":2" />, [[Swedia]],<ref name=":2" />, [[Swiss]],<ref name=":2" />, [[Turki]],<ref name=":2" />, [[Ukraina|Ukrania]],<ref name=":2" />, dan [[Inggris]].<ref name=":2" />. [[Negara]] yang menandatangani tapi belum meratifikasi, yaitu [[Rusia]].<ref name=":2" />.
 
* '''Protokol No. 13 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia terkait Penghapusan Pidana Mati dalam Semua Situasi''', disahkan pada tahun [[2002]] oleh [[Dewan Eropa]].<ref name=":0" />. Isi dalam [[perjanjian]] ini yaitu [[Abolisi|penghapusan]] [[hukuman mati]] dalam semua keadaan.<ref name=":2" />. Hal ini juga berlaku dalam [[penghapusan]] [[hukuman mati]] dalam masa [[perang]].<ref name=":2" />. '''Negara pihak:''' [[Albania]], [[Andora]], [[Austria]], [[Belgia]], [[Bosnia dan Herzegovina]], [[Bulgaria]], [[Kroasia]], [[Siprus]], [[Ceko]], [[Denmark]], [[Estonia]], [[Finlandia]], [[Prancis]], [[Georgia]], [[Jerman]], [[Yunani]], [[Hongaria|Hungaria]], [[Islandia]], [[Republik Irlandia|Irlandia]], [[Italia]], [[Latvia]], [[Liechtenstein]], [[Lituania|Lithuania]], [[Luksemburg|Luksembourg]], [[Makedonia Utara|Macedonia]], [[Malta]], [[Moldova]], [[Monako]], [[Montenegro]], [[Belanda]], [[Norwegia|Norwegia,]], [[Polandia]], [[Portugal|Portugal,]], [[Rumania]], [[San Marino]], [[Serbia]], [[Slowakia|Slovakia]], [[Slovenia]], [[Spanyol]], [[Swedia]], [[Swiss]], [[Turki]], [[Ukraina|Ukrania]], dan [[Inggris]]. [[Negara]] yang menandatangani tapi belum [[Ratifikasi|meratifikasi]], [[Armenia]].<ref name=":2" />.
 
== Perkembangan di Indonesia ==
[[1948|Tahun 1948]], penangkapan [[Amir Sjarifoeddin|Amir Sjarifuddin]] membuah gaduh [[Politik|dunia politik]] di [[Indonesia]].<ref name=":1">{{Cite book|last=Wirawan|first=Yerry|date=2015|title=Menolak Humkuman Mati: Perspektif Hukuman Mati|location=Yogyakarta|publisher=IKAPI|isbn=978-979-21-4462-8|pages=89-102|url-status=live}}</ref>. [[Amir Sjarifoeddin|Amir Sjarifuddin]] merupakan [[Politik|tokoh politik]] sekaligus mantan [[Menteri|menteri pertahanan]] dan [[perdana menteri]].<ref name=":1" />. Dia ditangkap dengan alasan terlibat dalam [[Peristiwa Madiun]], yang melibatkan [[Partai Komunis Indonesia]] ([[Partai Komunis Indonesia|PKI]]).<ref name=":1" />. Di bulan [[Desember]], [[Amir Sjarifoeddin|Amir Syarifuddin]] [[Hukuman mati|dieksekusi mati]] di [[Ngaliyan, Semarang|Ngalihan]], [[Kota Surakarta|Solo]].<ref name=":1" />.
 
Tahun [[1946]], [[Tan Malaka]] ditangkap karena mengikuti pertemuan dengan pimpinan [[Persatuan Perjuangan|Pesatuan Perjuangan]].<ref name=":1" />. Ketika [[Peristiwa Madiun]] terjadi, [[Tan Malaka]] dibebaskan. Bulan [[Februari]], [[1949]] [[Tan Malaka]] menghilang.<ref name=":1" />. Lima puluh tahun dari kejadian tersebut, seorang [[peneliti]] bernama [[Harry Poeze]] mengungkapkan bahwa [[Tan Malaka]] dibunuh oleh seorang [[Letnan Dua]] bernana [[Sukutjo]] atas inisiatif pribadi.<ref name=":1" />.
 
Dua kejadian di atas menyimpulkan pada periode ini ada beberapa [[Hukuman mati di Indonesia|eksekusi mati]] yang dipraktikkan di [[Indonesia]] tanpa persidangan.<ref name=":1" />. [[Pemerintah]] pada saat itu belum solid, ketika pengambilan keputusan.<ref name=":1" />. Hasil penyelidikan yang panjang, melahirkan kesimpulan bahwa para [[eksekutor]] [[hukuman mati]] melakukannya atas inisiatif pribadi, dan didukung oleh kepentingan [[politik]].<ref name=":1" />.
 
Pada tahun [[1973]] – [[1981]], pemerintahan dipimpin oleh [[Soeharto]].<ref name=":1" />. Saat itu [[Indonesia]] sedang fokus dalam pengembangan [[Ekonomi|perekonomian]].<ref name=":1" />. Namun, pada saat itu tingkat [[Kriminal|kriminalitas]] semakin tinggi.<ref name=":1" />. Salah satu kasus yang menyita perhatian publik yaitu kasus Sengkon dan Karta, di tahun [[1974]].<ref name=":1" />. Kasus ini bermula dari [[perampokan]] dan [[pembunuhan]] pasangan Sulaiman dan Siti di Desa [[Bojongsari, Depok|Bojongsari]], [[Kota Bekasi|Bekasi]].<ref name=":1" />. [[Polisi]] menetapkan Karta dan Sengkon sebagai tersangka. Mereka memang tidak mengakui bahwa mereka yang telah melakukan [[perampokan]] dan [[pembunuhan]] tersebut.<ref name=":1" />. Namun, setelah polisi memberi tekanan terhadap mereka, akhirnya mereka mau untuk menandatangani [[berita acara penangkapan]] tersebut.<ref name=":1" />. Hal mengejutkan terjadi, ada seseorang yang bernama Genul yang mengaku telah [[Pembunuhan|membunuh]] Sulaiman dan Siti.<ref name=":1" />. Akhirnya, Genul dijatuhi hukuman 12 tahun [[Penjara|kurungan penjara]].<ref name=":1" />. Hal yang menjadi aneh adalah, meskipun pelaku sebenarnya sudah ditangkap, Sengkon dan Karta tidak langsung dibebaskan dan tetap menjalankan [[Penjara|kurungan penjara]].<ref name=":1" />.
 
Pada periode ini, [[pemerintah]] belum mampu menghadapi kasus [[kriminalitas]] yang terjadi.<ref name=":1" />. Oleh karena itu untuk menekan angka [[Pidana|kriminalitas]] [[pemerintah]] membuat jalan pintas dengan cara [[Hukuman mati|eksekusi mati]] tanpa [[pengadilan]].<ref name=":1" />.
 
Kasus [[penembakan misterius]] (Petrus) dilakukan oleh [[aparat keamanan]] ditahun 1982-1985.<ref name=":1" />. [[Hukuman mati|Eksekusi mati]] ini dilakukan kepada mereka yang dituduh pelaku [[Pidana|kriminal]].<ref name=":1" />. Usaha ini menimbulkan beberapa ketidakjelasan dalam penentuan indetitas kriminal tersebut.<ref name=":1" />. Selain itu, ada beberapa yang menyebabkan kesalahan [[Hukuman mati|eksekusi]].<ref name=":1" />. Pada tahun [[2012]] [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] ([[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|Komnas HAM]]) membentuk [[Tim Ad Hoc]] untuk melakukan penyelidikan untuk kasus [[penembakan misterius]] (Petrus) ini.<ref name=":1" />. Hasilnya, kegiatan Petrus ini tergolong dalam kasus [[pelanggaran hak asasi manusia]] tingkat berat.<ref name=":1" />.
 
== Pandangan Masyarakat yang Kontra Penerapan Hukuman Mati ==
[[Alasan]] sebagian [[masyarakat]] menentang [[hukuman mati]] karena beralasan tidak [[Manusia Indonesia|manusiawi]] dan bertentangan dengan prinsip [[Humanisme|kemanusiaan]] yang [[adil]] dan [[Adab|beradab]].<ref name=":0" />. Pada [[Abad ke-11 hingga 20|abad ke 18]] gerakan [[organsisasi]] untuk menghapuskan [[hukuman mati]] menguat.<ref name=":0" />. Hal ini diperkuat dengan [[Ajaran Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh|ajaran]] [[Beccari|Beccaria]] yang tertuang dalam buku yang berjudul “''Dei Delitti Delie Perie''”. Isi [[rangkuman]] dari buku tersebut di antaranya:
 
* Seluruh [[manusia]] sebaiknya mengikuti konsep [[utilititarian]] yang mampu memberikan [[kebahagiaan]] yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya [[Manusia|orang]].<ref name=":0" />.
* Mencegah [[Pidana|kejahatan]] lebih penting dibandingkan pemberian [[hukuman]] atau [[pidana]].<ref name=":0" />. [[Hukuman]] hanya diperbolehkan jika mampu mencegah terjadinya tindakan [[Pidana|kriminal]].<ref name=":0" />.
* Tujuan [[hukuman]] tidak boleh digunakan untuk [[Balas Dendam|balas dendam]], tetapi untuk menghalangi [[Manusia|orang-orang]] dari perbuatan [[Pidana|kejahatan]] tersebut.<ref name=":0" />.
* [[Hukuman mati]] harus dihapuskan karena tidak mampu menghapuskan [[Pidana|kejahatan]].<ref name=":0" />. Sebagai gantinya [[Penjara seumur hidup|hukuman seumur hidup]] dianggap paling optimal.<ref name=":0" />.
 
Dalam [[Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal|Konvensi Internasional]], tentang [[hukuman mati]] hanya memberi [[Pembatasan sosial|pembatasan]] bukan untuk [[Abolisi|penghapusan]].<ref name=":0" />. Berdasarkan putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 [[hukuman mati]] harus memperhitungkan empat aspek, yaitu:
 
* Pertama, [[hukuman mati]] sifatnya [[alternatif]].<ref name=":0" />. Bukan menjadi [[hukuman pokok]].<ref name=":0" />.
* Kedua, [[hukuman mati]] memiliki masa percobaan selama 10 tahun.<ref name=":0" />. Apabila yang dijatuhi [[hukuman]] memiliki [[Sikap baik|sikap terpuji]] bisa diganti dengan [[Penjara seumur hidup|hukuman kurungan penjara seumur hidup]] atau kurungan [[penjara]] selama dua puluh tahun.<ref name=":0" />.
* Ketiga, [[hukuman mati]] tidak boleh dijatuhkan kepada [[Anak|anak-anak]] yang belum [[dewasa]].<ref name=":0" />.
* Keempat, [[hukuman mati]] tidak boleh dijatuhkan kepada [[Kehamilan|perempuan hamil]] dan kepada yang memiliki penyakit [[gangguan jiwa]].<ref name=":0" />.
 
Di tahun [[1949]], [[Jerman|Negara Jerman]] telah menghapuskan [[hukuman mati]].<ref name=":0" />. [[Deklamasi Stockholm]] ditahun [[1977]] menghasilkan:
 
* [[Hukuman mati]] biasanya digunakan untuk penindasan [[sosial]], golongan [[agama]], golongan minoritas, dan anggota oposisi [[politik]].<ref name=":0" />.
* [[Hukuman mati]] merupakan tindakan kekerasan dan memacu kekerasan lagi.<ref name=":0" />.
* [[Hukuman mati]] tidak membuktikan data sebagai penangkal khusus untuk mengurangi [[Pidana|kriminalitas]].<ref name=":0" />.
* [[Hukuman mati]] memiliki sifat [[erevokabel]].<ref name=":0" />.
 
Bersadarkan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa [[hukuman mati]] tidak dapat menghapuskan [[Pidana|kejahatan]] di [[masyarakat]].<ref name=":0" />.
 
== Pandangan Masyarakat yang Setuju Penerapan Hukuman Mati ==
[[Masyarakat]] yang setuju dengan [[hukuman mati]] dianggap memang cocok dijatuhkan kepada [[Pidana|penjahat]] yang [[Sadisme|sadis]] dan melakukan [[Pidana|kejahatan]] yang berat.<ref name=":0" />. Ada beberapa alasan, sebagian masyarakat setuju dengan [[hukuman mati]].<ref name=":0" />. Alasan itu di antaranya:
 
* [[Manusia|Orang-orang]] berbahaya harus ditangani dengan [[hukuman mati]] agar tidak mengganggu dan menjadi penghalang bagi kemajuan [[masyarakat]].<ref name=":0" />.
* Wujud dari [[pembalasan]].<ref name=":0" />.
* Apabila orang yang melakukan [[Pidana|kejahatan]] berat apabila tidak [[Hukuman mati|dihukum mati]], ketika Ia bebas akan mengulangi [[Pidana|kejahatan]] yang Ia lakukan.<ref name=":0" />.
* Apabila orang yang melakukan [[Kejahatan korporasi|kejahatan]] berat tidak dibebaskan, akan mengacaukan [[penjara]].<ref name=":0" />.
* [[Hukuman mati]] menjadikan orang lain [[takut]] hingga tidak [[berani]] melakukan [[kejahatan]].<ref name=":0" />.
 
== Daftar Referensi ==