Warok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~kategori
Dubaya (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
 
Seiring terjadinya konflik yang berkepanjangan dan pertempuran antara Ki Ageng Kutu dan Raden Bathara Katong, kekuatan pasukan Ki Ageng Kutu mulai melemah. Kemenangan Raden Bathara Katong dan pasukannya atas Ki Ageng Kutu dan pasukan warok membuat para pasukan warok tidak lagi melakukan perlawanan, serta menyambut dan menyatakan dukungan terhadap pemerintahan baru.{{sfn|Pramono|2006|p=17}} Dalam masa peralihan ke pemerintahan Raden Bathara Katong, [[Warok Suromenggolo]] ditetapkan sebagai Demang [[Kertosari, Babadan, Ponorogo|Kertosari]] dan menjadi pengawal pribadi Raden Bathara Katong ketika menjadi adipati, sedangkan [[Warok Surohandoko]] menggantikan Ki Ageng Kutu menjadi Demang Surukubeng (sekarang menjadi Desa Kutu di [[Jetis, Ponorogo|Jetis]], [[Ponorogo]]), Warok Guno Seco menjadi Kepala Desa [[Siman, Siman, Ponorogo|Siman]], Warok Tromejo di Gunung Loreng, [[Slahung, Ponorogo|Slahung]].{{sfn|Pramono|2006|p=17}} Akan tetapi, ada dua warok yang tidak patuh terhadap pemerintahan yang baru, yaitu Warok Surogentho dan Warok Singokobro di sekitar Bukit Klotok, mereka berdua menjadi berandal yang menentang pemerintahan Raden Bathara Katong.{{sfn|Pramono|2006|p=17}}
[[Berkas:Blangkon ponorogo.jpg|jmpl|Blangkon Warok, Ikat Kepala yang praktis dipakai oleh generasi warok saat ini]]
 
Selain mempunyai pengaruh dalam kesenian dan budaya, peran warok dalam dunia perpolitikan tampak sebagai stabilisator dengan melakukan afiliasi penguasa dan mengikuti siapa yang sedang berkuasa.{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}} Pada masa selanjutnya, khususnya pada pasca-kemerdekaan, peran warok masih dapat ditemui karena memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesenian, sosial, ''vote getter'', dan pengerahan massa di komunitas atau lingkungannya.{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}}{{sfn|Achmadi|2013|p=121}} Pada tahun 1950-an, muncul banyak grup-grup kesenian Reog yang bernaung di [[Lembaga Kebudayaan Rakyat|LEKRA]], sebuah organisasi kebudayaan di bawah [[Partai Komunis Indonesia]].{{sfn|Achmadi|2013|p=120}} Untuk mencegah grup-grup kesenian Reog dipakai sebagai propaganda oleh PKI, para [[Nahdlatul Ulama|tokoh Islam]] mendirikan KRIS (Kesenian Reog Islam) dan CAKRA (Cabang Kesenian Reog Islam), sedangkan para tokoh Nasionalis mendirikan BREN (Barisan Reog Nasional) dan BRP (Barisan Reog Ponorogo).{{sfn|Achmadi|2013|p=120}} Setelah terjadinya peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S/PKI]], para warok yang bernaung di organisasi di bawah PKI dibunuh.{{sfn|Achmadi|2013|p=121}}
 
Baris 16:
 
Pada awal-awal era [[reformasi]], warok dapat mencapai posisi di anggota dewan, sedangkan pada tahun 2000-an tidak ada lagi warok dalam anggota dewan.{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=33}} Menurut seorang pengamat politik Fajar Pramono dalam bukunya ''Politik Lokal dan Pemerintahan Daerah'', meskipun para warok kini tidak memiliki pengaruh secara langsung dalam dunia politik di [[Ponorogo]], para warok yang mendirikan organisasi yang struktural alih-alih budaya dan kultural, mereka secara institusional berhasil mengantarkan seorang kader menuju pemerintahan Ponorogo.{{sfn|Pramono|2013|pp=228-229}}
 
== Pakaian seorang Warok ==
Seorang warok menggunakan pakaian yang telah ditetapkan, pakaian tersebut terdiri dari :
 
# Udeng Melati Gadung untuk kepala warna hitam
# Kaos Lorek bergaris warna merah putih, hitam putih atau merah hitam
# Kemeja Penadon bwarna hitam tepi merah
# Sabuk Othok
# Celana Kombor warna hitam
# Tali Kolor warna putih
# Batik Irengan warna hitam
# Keris singo barong warangka wengker atau gabelan
 
Pakaian Warok Ponorogo telah mewakili pakaian adat Jawa Timur.
 
== Warok dalam seni Reog ==