Tirto Adhi Soerjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 39:
Selama bergabung dengan Budi Utomo, Tirto telah membentuk [[Sarekat Islam|Sarekat Dagang Islam]] (SDI) yang bertujuan membantu para pedagang bumi putra bersaing dengan pedagang dari negara asing. Rapat perdana organisasi tersebut dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 1909 di timpat tinggal Tirto di Bogor dan organisasi ini secara resmi dibentuk pada tanggal 5 April 1909 ketika telah memiliki dua kantor yang berada di Bogor dan Betawi.<ref name=":0" /> Berita berdirinya SDI tersebar ke banyak surat kabar. Salah satu surat kabar yang memuat berita ini adalah Medan Priyayi Edisi Tahun III 1909 serta ''[[Retnodhoemilah]]'' pada edisi 7 April 1909 yang menyatakan bahwa SDI bertujuan " Menjaga kepentingan kaum muslimin di Hindia Belanda". SDI pun mendapat sambutan baik dari Keluarga Badjenet yang merupakan saudagar besar dari Bogor yang menjadi anggota SDI.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=51,53}} Pada masa itu, SDI terdiri dari Sjech Achmad bin Abdoelrachman Badjenet sebagai Presiden, Mohamad Dagrim sebagai wakil presiden, Sjech Achmad bin Said Badjenet sebagai kasir dan Tirto sendiri sebagai sekretaris dan penasihat. Sedangkan komisaris organisasi ini terdiri dari Sjech Achmad bin Said Badjenet, Sjech Galib bin Said Tebe, Sjech Mohamad bin Badjenet, Mas Railoes, dan Haji Mohamad Arsad.{{Sfn|Sudiyo|Santano|Nugroho|Suwardi|1997|p=24}}
 
Kesuksesan SDI ditengah masalah internal yang dialami Budi Utomo membuat SDI mendapatkan banyak permintaan kunjungan ke beberapa kota, seperti [[Kabupaten Bondowoso|Bondowoso]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]] dan [[Kota Sukabumi|Sukabumi]]. Di kota Ciamis, [[kontrolir]] kota tersebut Weiffenbach sendirilah yang mengundang SDI dengan mengirimkan uang sebesar 30 florin untuk datang ke kotanya. Tirto menjadi perwakilan kunjungan ke kota ini yang dihadiri oleh 400 pedagang serta tokoh van Zutphen sebagai [[Asisten Residen|asisten residen]] Ciamis serta [[R.A. Koesoemabrata]] yang menjabat sebagai Bupati Ciamis.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=53-54}} Namun, pada tanggal 5 Maret 1910, SDI mengalami masalah yang diperlihatkan dengan SDI mulai membantah tuduhan bahwa SDI merupakan penjelmaan dari gerakan [[Pan Islamisme]]. Padahal saat itu SDI berada pada puncak kejayaan dengan anggota hampir mencapai 200.000 anggota. {{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=54-55}}
 
== Kiprah Tirto dalam pendirian Sarekat Islam ==
Proses pendirian [[Sarekat Islam]] dimulai saat [[Samanhudi|Haji Samanhudi]] y kebingungan untuk meresmikan Rekso Roemekso. Organisasi ini merupakan perkumpulan keamanan untuk melindungi kawasan industri batik di daerah [[Kota Surakarta|Solo]] serta menghalau dominasi pedagang Tionghoa di sana. Hingga tahun 1911, organisasi ini belum menjadi organisasi resmi yang berbadan hukum yang terancam dibubarkan karena akan dianggap organisasi ilegal.<ref name=":0" /> Samanhudi berhasil menghubungi Tirto melalui koleganya [[Martodharsono]] yang pernah menjadi [[redaktur]] Medan Priyayi.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=55}} Tirto tiba di Solo pada akhir Januari atau awal Februari tahun 1911.<ref name=":0" /> Akhirnya Rekso Roemekso resmi menjadi organisasi resmi dengan nama SDI cabang Surakarta yang [[Anggaran Rumah Tangga|Anggaran Dasarnya]] disusun oleh Tirto dan ditandatangani pada tanggal 11 November 1911. Susunan organisasi ini terdiri dari Samanhoedi sebagai ketua, Hardjosoemarto sebagai sekretaris, Kartowihadrjo sebagai Bendahara dan Tirto sebagai penasihat. Sedangkan, Martodharsono bersama Djojomargoso menjadi pengurus cabang SDI Surakarta di [[Purwosari, Laweyan, Surakarta|Purwosari]]. {{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=56}}
 
Setelah [[Revolusi Xinhai|Revolusi Tiongkok]], pedagang Tionghoa mulai melawan pemerintah kolonial dan sering memulai konflik dengan SDI Solo. Di tengah konflik ini, SDI Solo menerbitkan surat kabar mereka sendiri, yaitu ''[[Sarotomo]]'' yang menunjuk Tirto sebagai kepala redaksi, tetapi keterbatasan lokasi Tirto yang berada di Bogor, Tirto menyerahkan urusan Sarotomo kepada Martodharsono selaku redaktur. Koran ''Sarotomo'' hanya bertahan 3 bulan akibat masalah keuangan yang diperparah dengan pinjama Tirto yang meminjam uang milik ''Sarotomo'' sebesar 750 florin yang saat itu juga mengalami masalah keuangan yang saat itu juga membuat pengurus SDI Surakarta gusar.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=56-57}} Pada April 1912, Tirto menghadiri rapat besar SDI Surakarta dan menyerahkan kepemimpinan SDI kepada Samanhoedi karena dia melakukan keliling Jawa. Tirto berhasil mengunjungi beberapa kota, seperti [[Kota Madiun|Madiun]], Surabaya dan [[Kota Kediri|Kediri]] sebelum diculik dan diasingkan karena masalah {{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=56-57}}
 
Pada tanggal 13 Agustus 1912, penerbitan Medan Prijaji dihentikan karena hutang sehingga hubungan SDI cabang Solo dan Bogor terputus. Kesempatan ini dimanfaatkan Samahoedi untuk memperluas SDI Solo. Akan tetapi rencana ini terhambat karena SDI Solo diberhentikan aktivitasnya oleh [[Keresidenan Surakarta]] pada tanggal 23 Agustus 1912. Samanhoedi pun bertemu dengan [[Oemar Said Tjokroaminoto]] serta Tjokrosoedarmo yang saat itu menjadi pengurus SDI Surabaya untuk berdiskusi. Atas saran Tjokroaminoto, SDI Solo membuat Anggaran Dasar baru serta mengganti nama SDI Solo menjadi Sarekat Islam.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=59}}
 
Pada Desember 1913, Tirto divonis bersalah dan dibuang ke Maluku.<ref name=":0" /> Pada masa ini juga, Samanhoedi mengumumkan bahwa Sarekat Islam tidak terhubung dengan SDI yang didirikan oleh Tirto. Tirto tidak mampu melakukan apapun karena dia masih berada di Ambon dan harus menjalani hukuman pembuangannya selama 6 bulan.{{Sfn|Raditya|Dahlan|2008|p=59}}
 
== Masa akhir Tirto ==
Tirto meninggal pada tanggal 7 Desember 1918 di Batavia karena mengidap [[Depresi (psikologi)|depresi]].<ref name=":0" />
 
== Pandangan ==