Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tri Ardiansyah (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 42:
 
== Etimologi ==
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna ''pusat kota raja yang taat beragama'', dalam bahasa [[Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" dan ''indera'' atau ''indra'' dapat bermakna raja. Sedangkan ''pura'' dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". ''Siak'' dalam anggapan masyarakat Melayu sangat bertaliberkaitan erat dengan agama [[Islam]], ''Orang Siak'' ialah orang-orang yang ahli agama Islam, kalau; seseorang yang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai ''Orang Siak''.<ref>As, M. S., (1996), ''Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya'', Lentera Basritama, ISBN 979-8880-16-1</ref><ref name="Jasmi">Jasmi, K., (2005), ''[[Surau]]: kumpulan cerpen'', Penerbit Republika, ISBN 979-3210-49-4.</ref>
 
Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara [[Pakistan]] dan [[India]], ''[[Sihag]]'' atau ''Asiagh'' yang bermaksudbermakna ''pedang''. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa [[Asii]],<ref>{{cite book|title=The annals and antiquities of Rajastʾhan: or the central and ..., Volume 2|last=Tod|first=James|authorlink=|coauthors=|year=1899|publisher=Indian Publication Society|page=1010|url=http://books.google.co.in/books?ei=QfOgS9KvD4TylQSPvZD1CQ&cd=1&id=rjJLAAAAYAAJ&dq=Asiagh+james+tod&q=Asiagh+Asi }}</ref> masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat [[Romawi]], dan diidentifikasikan sebagai ''Sakai'' oleh [[Strabo]], seorang penulis geografi dari [[Yunani]].<ref>Iaroslav Lebedynsky. (2006). ''Les Saces: Les «Scythes» d'Asie, VIIIe siècle av. J.-C. — IVe siècle apr. J.-C''. Editions Errance, Paris. ISBN 2-87772-337-2</ref> Berkaitan dengan ini pada sehiliran [[Sungai Siak]] sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai [[Orang Sakai]].<ref>Suparlan P., (1995), ''[[Orang Sakai]] di [[Riau]]: masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia: kajian mengenai perubahan dan kelestarian kebudayaan Sakai dalam proses transformasi mereka ke dalam masyarakat Indonesia melalui Proyek Pemulihan Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing'', Departemen Sosial, Republik Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-215-4.</ref>
 
== Agama ==
Setelah itu perkembanganPerkembangan [[agama]] [[Islam]] di Siak menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam,. halHal ini tidak lepas dari penggunaan nama ''Siak'' secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah [[Minangkabau]] yang terkenal: ''Adat menurun, syara’ mendaki'' dapat bermakna masuknya Islam ke [[Dataran Tinggi Minangkabau|dataran tinggi pedalaman Minangkabau]] dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan ''Orang Siak''.<ref name="Jasmi"/> Sementara di [[Semenanjung Malaya]], penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.<ref>Lamry, M. S., Nor, H. M., (1993), ''Masyarakat dan Perubahan'', Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, ISBN 967-942-249-6.</ref><ref>http://www.jais.gov.my [http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf Iklan Jawatan Kosong] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110103140558/http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf |date=2011-01-03 }}</ref>
 
Walau telah menerapkan [[hukum]] Islam pada masyarakatnya, namuntetapi terdapat sedikit pengaruh [[Minangkabau]] dengan identitas [[matrilineal]]nya yang masih mewarnai tradisi masyarakat Siak. Dalam pembagian warisan, masyarakat Siak mengikut kepada hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun dalam hal tertentu, mereka menyepakati secara [[adat]] bahwa untuk warisan dalam bentuk [[rumah]] hanya diserahkan kepada anak perempuan saja.<ref name="Luthfi"/>
 
== Masa awal ==
Membandingkan dengan catatan [[Tomé Pires]] yang ditulis antara tahun 1513-1515, [[Kabupaten Siak|Siak]] merupakan kawasan yang berada antara ''Arcat'' dan ''Indragiri'' yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja [[Minangkabau]],<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref> kemudian menjadi [[vasal]] Malaka[[Kesultanan Melaka]] sebelum ditaklukanditaklukkan oleh [[Portugal]]. Sejak jatuhnya [[Malaka]] ke tangan [[VOC]], [[Kesultanan Johor]] telah mengklaim Siak sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga kedatangan Raja Kecil yang kemudian mendirikan Kesultanan Siak.<ref name="Andaya2"/>
 
Dalam [[Syair Perang Siak]], [[Raja Kecik|Raja Kecil]] putra [[Pagaruyung]], didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di [[Bengkalis]]. Hal ini bertujuan untuk melepaskan Siak dari pengaruh Kesultanan Johor.<ref name="Syair"/> Sementara dalam [[Hikayat Siak]], Raja Kecil disebut juga dengan ''sang pengelana'' pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan.<ref name="Barnard3"/> Berdasarkan korespondensi [[Indermasyah dari Suruaso|Sultan Indermasyah]] [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di [[Melaka]] waktusaat itu, menyebutkandisebutkan bahwa [[Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I|Sultan Abdul Jalil]] merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]].<ref>{{cite journal | last = Coolhaas| first = W.P. | year = 1964 | title = Generale Missiven der V.O.C.| journal = Journal of Southeast Asian History | volume =2 | issue = 7 | doi =10.1017/S0217781100003318 }}</ref> Kemudian Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri yang ditujukan kepada pihak Belanda, menyebut dirinya sebagai ''Raja Kecil'' dari Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian [[Sultan Johor]].<ref>NA, VOC 1895, ''Malacca'', 30 Januari 1718, fols.55-6.</ref>
 
Sebelumnya dari catatan [[Belanda]], dikatakan bahwa pada tahun 1674 telah datang utusan dari [[Johor]] meminta bantuan raja [[Minangkabau]] untuk berperang melawan raja [[Jambi]].<ref>Andaya, L.Y., (1971), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca''. s.n.</ref> Dalam salah satu versi [[Sulalatus Salatin]], juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke Johor (1673),<ref>Samad, A. A., (1979), ''[[Sulalatus Salatin]]'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh [[Portugal]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]].<ref>Borschberg, P., (2004), ''Iberians in the Singapore-Melaka Area and Adjacent Regions (16th to 18th Century)'', Otto Harrassowitz Verlag, ISBN 3-447-05107-8.</ref><ref>Ricklefs, M.C., (2002), ''A History of Modern Indonesia Since C. 1200'', Stanford University Press, ISBN 0-8047-4480-7.</ref> Kemudian berdasarkan surat dari raja [[Jambi]], [[Ingalaga dari Jambi|Sultan Ingalaga]] kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.<ref>NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.</ref>
 
Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai [[Kesultanan Johor]]<ref name="Andaya2"/> sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar ''Yang Dipertuan Besar Johor''. Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas tahtatakhta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari [[Suku Bugis|Bugis]], Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta tahtatakhta Johor, dan mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di [[Semenanjung MalaysiaMalaka]]. Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke [[Bintan]] dan pada tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran [[Sungai Siak]] dengan nama ''Siak Sri Inderapura''.<ref name="Syair">Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society</ref> Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara [[Sungai Johor]] ditinggalkan begitu saja, dan menjadi ''status quo'' dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahtatakhta Johor, diakui oleh komunitas [[Orang Laut]]. Orang Laut merupakan kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan [[Kepulauan Riau]] yang membentang dari timur Sumatra sampai ke [[Laut Tiongkok Selatan]], dan loyalitas ini terus bertahan sampai kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.<ref name="Andaya1">Andaya, L.Y., (1975), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728'', Kuala Lumpur: Oxford University Press.</ref>
 
== Masa keemasan ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Sultan van Siak met rijksgroten in de afdeling Bengalis oostkust van Sumatra TMnr 60012313.jpg|jmpl|250px|Sultan Siak dan Dewan Menterinya serta Kadi Siak pada tahun 1888]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Installatie van de Sultan van Siak in 1889 in aanwezigheid van resident Michielsen overste Van der Pol en assistent-resident Schouten Oost-Sumatra TMnr 10001571.jpg|jmpl|250px|Upacara penobatan Sultan Siak pada tahun 1899]]
Dengan klaim sebagai pewaris [[Kesultanan Malaka|Malaka]],<ref name="Barnard">Barnard, T. P., (2003), ''Multiple centres of authority: society and environment in Siak and eastern Sumatra, 1674-1827'', KITLV Press, ISBN 90-6718-219-2.</ref> pada tahun 1724-1726 [[Raja Kecik|Sultan Abdul Jalil]] melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukkan [[Rokan]] ke dalam wilayah Kesultanan Siak dan kemudian membangun pertahanan armada laut di [[Bintan]]. Namun, pada tahun 1728, atas perintah Raja Sulaiman, [[Yang Dipertuan Muda]] bersama pasukan Bugisnya, Raja Kecil diusir keluar dari Kepulauan Riau. Raja Sulaiman kemudian menjadikan [[Pulau Bintan|Bintan]] sebagai pusat pemerintahannya. Atas keberhasilannya itu, Yang Dipertuan Muda diberi kedudukan di [[Pulau Penyengat]].<ref name="Andaya1"/>
 
Sementara Raja Kecil terpaksa melepas hegemoninya di Kepulauan Riau dan mulai membangun kekuatan baru di kawasan sepanjang pesisir timur [[Sumatra]]. Antara tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit dan menaklukan beberapa kawasan di [[Semenanjung Malaya]].<ref>Ryan, N.J., (1969), ''The making of modern Malaysia and Singapore: a history from earliest times to 1966'', Oxford University Press.</ref> Karena mendapat ancaman dari Siak, dan pada saat yang bersamaan orang-orang [[Bugis]] juga meminta balas atas jasa mereka, maka Raja Sulaiman meminta bantuan kepada Belanda di Malaka. Dalam perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1746 itu, Johor menjanjikan akan memberikan Bengkalis kepada Belanda. Perjanjian itu kemudian direspon oleh VOC dengan mendirikan gudang pada kawasan tersebut.<ref>Miller, F.P., Vandome, A.F., McBrewster, J., (2010), ''Johor Sultanate'', VDM Verlag Dr. Mueller e.K., ISBN 6133801638.</ref><ref>Abshire, J., (2011), ''The History of Singapore'', ABC-CLIO, ISBN 0-313-37742-1.</ref>
 
Sepeninggal Raja Kecil pada tahun 1746, klaim atas Johor memudar. Dan pengantinyaPengantinya, Sultan Mahmud, berfokus kepada penguatan kedudukannya di pesisir timur Sumatra dan daerah ''vassal''vasal di [[Kedah, Malaysia|Kedah]] dan kawasan pantai timur Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761, Sultan Siak membuat perjanjian ekslusif dengan pihak Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayahnya, serta bantuan dalam bidang persenjataan.<ref name="Anthony"/> Setelah Raja Mahmud wafat, muncul ''dualisme'' kepemimpinan di kerajaan ini. Raja Muhammad Ali yang lebih disukai Belanda kemudian menjadi Sultan Siak. Sementara sepupunya [[Sultan Ismail Abdul Jalil Syah|Raja Ismail]] yang tidak disukai Belanda, muncul sebagai ''Raja Laut'', menguasai perairan timur Sumatra sampai ke Laut Tiongkok Selatan, dan membangun kekuatan di gugusan [[Pulau Tujuh]].<ref name="Barnard1">Barnard, T.P., ''Texts, Raja Ismail and Violence: Siak and the Transformation of Malay Identity in theEighteenth Century'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 3 (Oct., 2001), pp. 331-342.</ref>
 
Sekitar tahun 1767, Raja Ismail telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil. Didukung oleh [[Orang Laut]], ia terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatra, dengan mulai mengontrol perdagangan [[timah]] di [[Pulau Bangka]], kemudian menaklukan [[Mempawah (kota)|Mempawah]] di [[Kalimantan Barat]]. Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu [[Terengganu]] menaklukan [[Kelantan]],. hubunganHubungan ini kemudian diperkuat oleh adanya ikatan perkawinan antara Raja Ismail dengan saudara perempuan Sultan Terengganu. Pengaruh Raja Ismail di kawasan Melayu sangat signifikan, mulai dari Terengganu, Jambi, dan [[Palembang]]. Laporan Belanda menyebutkan, Palembang telah membayar 3.000 [[ringgit]] kepada Raja Ismail agar jalur pelayarannya aman dari gangguan. Sementara [[Hikayat Siak]] menceritakan tentang kemeriahan sambutan yang diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke Palembang.<ref name="Barnard1"/>
 
Pada abad ke-18, Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur [[Sumatra]]. Tahun 1780, Kesultanan Siak menaklukkan daerah [[Langkat]], dan menjadikan wilayah tersebut dalam pengawasannya,<ref>''Penelitian dan pengkajian naskah kuno daerah Jambi'', Volume 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1989</ref> termasuk wilayah [[Deli]] dan [[Serdang]].<ref>Cribb, R. B., Kahin, A., (2004), ''Historical dictionary of Indonesia'', Scarecrow Press, ISBN 0-8108-4935-6.</ref> Di bawah ikatan perjanjian kerja sama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC menyerang dan menundukkan [[Selangor]].<ref>Karl Hack, Tobias Rettig, (2006), ''Colonial armies in Southeast Asia'', Routledge, ISBN 0-415-33413-6.</ref> Sebelumnya mereka telah bekerja sama memadamkan pemberontakan [[Raja Haji Fisabilillah]] di [[Pulau Penyengat]].
Baris 76:
[[Berkas:Sultanate of Siak (1850).png|jmpl|kiri|250px|Kesultanan Siak dan taklukannya, 1850.]]
Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui [[Selat Melaka]], serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783 ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka.<ref>Lee Kam Hing, (1986), ''The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study
of Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries'', in: Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp. 53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.</ref> Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di [[Pulau Pinang]].<ref>''The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world'', W. Baynes & Son, 1825.</ref> NamunDi disisisisi lain, kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan [[Kepulauan Riau]]. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap [[Sultan Siak]], terlihat dalam [[Tuhfat al-Nafis]],<ref>[[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad]], (1997), ''[[Tuhfat al-Nafis]]'', Fajar Bakti.</ref> di mana dalam deskripsi ceritanya mereka menggambarkan Sultan Siak sebagai "orang yang rakus akan kekayaan dunia".{{citation needed}}
 
Peranan [[Sungai Siak]] sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini, berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri Inderapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari [[kapur barus]], benzoar, [[timah]], dan [[emas]]. Sementara padaPada saat bersamaan, masyarakatKesultanan Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka, sertadan salah satu kawasan industri kayu untuk pembuatan kapal maupun bangunan. Dengan cadangan [[kayu]] yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepadake sumber [[beras]] dan [[garam]] di [[Pulau Jawa]], tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC. Namun, tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.<ref>VOC 3470, ''Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775'', f. 339-34.</ref>
 
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur Sumatra dan Semenanjung Malaya cukup signifikan. Mereka mampu menggantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur perdagangan. Selain itu, Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu [[Sungai Siak|Siak]], [[Sungai Kampar|Kampar]], dan [[Batang Kuantan|Kuantan]], yang mana sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan [[Kesultanan Malaka|Malaka]]. Namun demikian, kemajuan perekonomian Siak memudar seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau yang dikenal dengan [[Perang Padri]].<ref name="Anthony">Reid, A., (2005), ''Asal mula konflik Aceh: dari perebutan pantai Timur Sumatra hingga akhir kerajaan Aceh abad ke-19'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-534-X.</ref>
 
== Penurunan ==
[[Berkas:Native States of Central Sumatra.png|jmpl|kiri|250px|Wilayah ''[[zelfbestuur]]'' di Sumatra Tengah, termasuk Siak, 1941.]]
Ekspansi kolonialisasi [[Belanda]] ke kawasan timur [[Pulau Sumatra]] tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya [[Kesultanan Deli]], [[Kesultanan Asahan]], [[Kesultanan Langkat]], dan kemudian muncul [[Inderagiri]]Indragiri sebagai kawasan mandiri.<ref>''History of the Royal Dutch'', Vol. 1, Brill Archive.</ref> Begitu juga di [[Johor]], di mana seorang [[sultan]] dari keturunan Tumenggung Johor kembali didudukkan, dan berada dalam perlindungan Inggris di [[Singapura]].<ref>Cook, Bethune, (1819), ''Sir Thomas Stamford Raffles: Founder of Singapore, 1819 and some of his friends and contemporaries'', London: A.H. Stockwell.</ref><ref>Trocki, C. A., (2007), ''Prince of Pirates: The Temenggongs and the Development of Johor and Singapore, 1784-1885'', NUS Press, ISBN 9971-69-376-3.</ref> Sementara Belanda memulihkan kedudukan [[Yang Dipertuan Muda]] di [[Pulau Penyengat]], dan kemudian mendirikan [[Kesultanan Riau-Lingga|Kesultanan Lingga]] di [[Pulau Lingga]]. Selain itu, Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan ''Residentie Riouw'' yang merupakan bagian dari pemerintahan [[Hindia Belanda]] yang berkedudukan di [[Tanjung Pinang]].<ref>Netscher, E., (1854), ''Beschrijving van een Gedeelte der Residentie Riouw'', Tijdschrift voor Indische Taal- Land- en, Volkenkunde.</ref><ref>Overeenkomsten met de zelfbesturen in de Residentie Riouw en Onderhoorigheden 1857-1909</ref><ref>''Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde'', 1997, Volume 153, Issues 3-4, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, M. Nijhoff.</ref>
 
Penguasaan [[Inggris]] atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris.<ref>Locher-Scholten, E., (2004), ''Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830-1907'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-736-2.</ref> Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda,<ref>Dick, H.W., (2002), ''The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000'', University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2552-7.</ref> setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada [[1 Februari]] [[1858]].<ref name="Anthony"/><ref>Panhuys, H. F., (1978), ''International Law in the Netherlands'', BRILL, ISBN 90-286-0108-2.</ref> Dari perjanjian tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan [[raja]], Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia Belanda.<ref name="Anthony"/>