Friedrich Silaban: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: mengubah tempat lahir Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
'''Friedrich [[Silaban]]''' ({{lahirmati|[[Bonan Dolok, Sianjur Mulamula, Samosir]]|16|12|1912|[[Jakarta]]|14|05|1984}}) adalah seorang ''opzichter''/[[arsitek]] generasi awal di negeri [[Indonesia]].
 
Setelah menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950, ia kemudian bekerja menjadi pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937) dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965. Seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut.
 
Friedrich Silaban telah menerima anugerah [http://www.setneg.ri.go.id/bint_jasa_hormat/bint_jasa.htm Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} berupa [[Bintang Jasa|Bintang Jasa Utama]] dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Masjid Istiqlal.
 
Friedrich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di ''Lentera'' dan lembaran kebudayaan harian ''Bintang Timur'' mulai tanggal [[16 Maret]] [[1962]] yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, ''onderbouw'' [[Partai Komunis Indonesia]]) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (''onderbouw'' [[Partai Nasional Indonesia]]) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo.
 
Selain itu, Friedrich Silaban juga berperan besar dalam pembentukan [[Ikatan Arsitek Indonesia]] (IAI). Pada April [[1959]], Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada Konferensi Nasional di Jakarta, yakni pembentukan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) di mana keduanya berpendapat bahwa kedudukan "perencana dan perancangan" tidaklah sama dan tidak juga setara dengan "pelaksana". Mereka berpendapat pekerjaan perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (''profit oriented''). Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat [[bisnis]] komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung jawabnya secara [[yuridis]]/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum, bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial.
Baris 79:
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Tanggal kelahiran 16 Desember]]
[[Kategori:Tanggal kematian 14 Mei]]
[[Kategori:Meninggal usia 71]]
[[Kategori:Arsitek Indonesia]]
[[Kategori:MeninggalTokoh usia 71Batak]]
[[Kategori:TanggalTokoh kematianBatak 14 MeiToba]]
[[Kategori:Marga Silaban|Frederich]]
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Utara]]
[[Kategori:Tokoh dari Humbang Hasundutan]]
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Jasa Utama]]