Suku Bugis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Azman Johar (bicara | kontrib) perubahan kecil tapi esensial Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi |
||
Baris 62:
|region18 = [[Jakarta]]
|pop18 = 68.227
|
|region19 = '''Diaspora Bugis'''
|
|
|
|
|
|
|langs
|rels='''Mayoritas'''<br />[[Islam]] (99%)<br />
▲|langs = Asli: [[bahasa Bugis|Bugis]]<br>Juga: [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Inggris|Inggris]], dan lain-lain
<ref>{{cite web
| title
| date
| url
}}</ref>
|related=[[Suku Makassar|Makassar]], [[Suku Mandar|Mandar]], [[Suku Selayar|Selayar]]
}}
'''Suku Bugis''' ([[aksara Lontara|Lontara]]: '''ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ'''; [[
== Sejarah ==
Baris 104 ⟶ 98:
Di dalam epik [[La Galigo]], terdapat versi menggambarkan sebuah wilayah pesisir dan sungai yang didefinisikan secara samar-samar yang ekonominya berbasis pada perdagangan. Pusat-pusat penting di wilayah ini adalah Luwu dan kerajaan Cina (diucapkan Cheena tapi identik dalam pengucapan bahasa Indonesia ke [[China]]), yang terletak di lembah Cenrana bagian barat, dengan pusat istananya di dekat dusun [[Sarapao]] di distrik [[Pamanna]]. Ketidakcocokan La Galigo dan ekonomi politik dengan realitas kerajaan agraris Luwu menyebabkan sejarawan Bugis mengajukan periode intervensi kekacauan untuk memisahkan keduanya secara kronologis.<ref>Pelras, C. 1996. ''The Bugis.'' Oxford: Blackwell.</ref>
Penelitian arkeologi dan tekstual yang dilakukan sejak tahun [[1980-an]] telah meruntuhkan kronologi ini.<ref>Bulbeck, D. and I. Caldwell. 2000. ''Land of iron; The historical archaeology of Luwu and the Cenrana valley.'' Hull: Centre for South East Asian Studies, University of Hull.</ref> Survei dan penggalian yang ekstensif di Luwu telah mengungkapkan bahwa Luwu tidak lebih tua dari kerajaan agraris yang berdiri paling awal di semenanjung barat daya. Pemahaman yang baru adalah bahwa orang Bugis yang berbicara dengan pemukim dari lembah [[Cénrana]] barat mulai menetap di sepanjang batas pantai sekitar tahun 1300. [[Teluk Bone]] bukanlah daerah yang berbahasa Bugis saja: ini adalah daerah dengan keragaman etnis yang sangat beragam. Orang [[Suku Pamona|Pamona]], [[Padoe]], [[Toala]], [[Wotu]] dan [[Lemolang]] tinggal di dataran rendah pesisir dan kaki bukit, sedangkan lembah dataran tinggi merupakan rumah bagi kelompok yang berbicara dalam berbagai bahasa Sulawesi Tengah dan Selatan lainnya. Orang-orang Bugis ditemukan hampir di sepanjang pantai, yang terbukti bahwa mereka bermigrasi untuk berdagang dengan masyarakat adat Luwu. Sudah jelas bahwa dari sumber arkeologi dan tekstual bahwa Luwu adalah koalisi Bugis dari berbagai kelompok etnis, yang dipersatukan oleh hubungan perdagangan.
Ekonomi politik Luwu didasarkan pada peleburan bijih besi yang dibawa turun, melalui pemerintahan Lémolang di [[Baebunta, Luwu Utara|Baebunta]], ke [[Malangke, Luwu Utara|Malangke]] di dataran pantai tengah. Di sini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat pertanian dan diekspor ke dataran rendah selatan yang memproduksi beras. Hal ini membawa kekayaan yang besar, dan pada abad [[abad ke-14|ke-14]] Luwu telah menjadi entitas yang ditakuti di bagian selatan semenanjung barat daya dan tenggara. Penguasa pertama yang diketahui secara nyata adalah [[Dewaraja]] (memerintah 1495-1520). Cerita saat ini di Sulawesi Selatan menceritakan serangan agresifnya terhadap kerajaan tetangga, [[Kerajaan Wajo|Wajo]] dan [[Kerajaan Sidenreng|Sidenreng]]. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad [[abad ke-16|ke-16]] oleh meningkatnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan, dan kekalahan militernya ditetapkan dalam [[Tawarik Bone]].
Baris 139 ⟶ 133:
=== Kolonialisme Belanda ===
Pertengahan abad ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan [[VOC]] hingga terjadi beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka. [[Arung Palakka]] didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar yang berhianat pada kerajaan Gowa. Sementara [[Sultan Hasanuddin]] didukung oleh menantunya '''La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia Mandar, dan Datu Luwu'''. Perang yang dahsyat mengakibatkan banyaknya korban di pihak Gowa & sekutunya. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya [[Perjanjian Bongaya]] yang merugikan kerajaan Gowa.
Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan. Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian pada tahun 1905–1906 setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Makassar dan Bugis baru bisa betul-betul ditaklukkan Belanda. Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda menerbitkan ''Korte Veklaring'', yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tetapi hanya sekadar perpanjangan tangan kekuasaaan pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]], sampai kemudian muncul [[Jepang]] menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI.
Baris 148 ⟶ 140:
== Kepercayaan ==
Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama [[Islam]] (sekitar 99%). Islamisasi masyarakat Bugis telah mengakar kuat, walau masih ada sebagian kecil masyarakat yang menganut kepercayaan tradisional [[Tolotang]] yang jumlahnya sekitar sebanyak
== Mata pencarian ==
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi [[birokrasi]] pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
=== Perompak ===
Sejak [[Perjanjian Bongaya]] yang menyebabkan jatuhnya [[Makassar]] ke tangan kolonial Belanda, orang-orang Bugis dianggap sebagai sekutu bebas pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia. Jasa yang diberikan oleh Arung Palakka, seorang Bugis asal Bone kepada pemerintah Belanda, menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar kepada masyarakat Bugis. Namun kebebasan ini disalahagunakan Bugis untuk menjadi perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur.
Armada perompak Bugis merambah seluruh Kepulauan Indonesia. Mereka bercokol di dekat [[Samarinda]] dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal mereka. Perompak-perompak ini menyusup ke [[Kesultanan Johor]] dan mengancam Belanda di benteng Malaka.<ref>{{cite book | last =Vlekke | first =Bernard H.M. | authorlink = | coauthors = | title =Nusantara Sejarah Indonesia | publisher =Kepustakaan Populer Gramedia | date = | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =263}}</ref>
=== Serdadu bayaran ===
Selain sebagai perompak, karena jiwa merantau dan loyalitasnya terhadap persahabatan orang-orang Bugis terkenal sebagai serdadu bayaran. Orang-orang Bugis sebelum konflik terbuka dengan Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia. Mereka banyak membantu Belanda, yakni saat pengejaran [[Trunojoyo]] di [[Jawa Timur]], penaklukan pedalaman [[Minangkabau]] melawan pasukan [[Paderi]], serta membantu orang-orang Eropa ketika melawan Ayuthaya di [[Thailand]].<ref>{{cite book | last =Vlekke | first =Bernard H.M. | authorlink = | coauthors = | title =Nusantara Sejarah Indonesia | publisher =Kepustakaan Populer Gramedia | date = | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =200}}</ref> Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran [[Kesultanan Johor]], ketika terjadi perebutan kekuasaan melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil.
== Perkawinan ==
Baris 164:
== Bugis perantauan ==
[[Berkas:Bugis Museum.JPG|jmpl|Museum Bugis di [[Johor]], [[Malaysia]].]]
<!--Bagian ini dipindahkan dari artikel "Pinisi" oleh Sentausa, 7 Maret 2007.-->Suku Bugis dikenal sebagai suku yang menyebar luas ke berbagai daerah di [[Indonesia]]. Orang Bugis melakukan perantauan besar-besaran di kawasan [[Nusantara]] sejak abad ke-17 Masehi. [[Koloni]]-koloni suku Bugis ditemukan di [[Kalimantan Timur]], [[Kalimantan Selatan]], [[Kota Pontianak|Pontianak]], [[Johor]],
Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi [[samudra]] cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga [[Malaysia]], [[Filipina]], [[Brunei]], [[Thailand]], [[Australia]], [[Madagaskar]] dan [[Afrika Selatan]]. Bahkan, di pinggiran kota [[Cape Town]], Afrika Selatan terdapat sebuah ''suburb'' yang bernama '''Maccassar''', sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka
Oleh karena itulah, pada daerah-daerah yang ditempati suku Bugis ini, dapat dijumpai mushaf Quran kuno. Biasanya di daerah pesisir, serupa [[Bima]], [[Sumbawa]], dan [[Bali]]. Bahkan Quran dari suku Bugis pun pernah dijumpai di [[Riau]].<ref>Permana, Fuji E.; editor: Wachidah Handasah. 10 Desember 2018. "Melestarikan Mushaf Kuno Nusantara". ''[[Republika]]''. Hlm.17</ref>
Baris 193:
* [[Andi (Gelar)]]
* [[Budaya Bugis]]
== Referensi ==
|