Makam Ratu Mas Malang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
Baris 50:
Dalang Panjang mempunyai olah napas panjang dan suara yang merdu, sehingga suluknya tidak terputus-putus atau tersengal-sengal. Lebih lanjut, dia juga berprofesi sebagai penulis yang membuat peraturan mengenai tata cara meruwat. Dia membuat peraturan bahwa siapa pun yang ingin melakukan upacara ruwatan di daerah Mataram harus meminta izin kepadanya. Selain itu, dia juga mengganti pertunjukan [[wayang beber]] dengan [[wayang kulit]] dalam upacara ruwatan. Sebagai seorang dalang, Dalang Panjang memiliki rombongan [[pengrawit]] dan [[Pesindhen|sinden]]. Salah seorang sindennya adalah istrinya sendiri, wanita yang memiliki bentuk tubuh nyaris sempurna jika ditilik dari sisi ''katuranggan'' (ilmu mengenai sifat suatu benda, manusia, dan hewan berdasarkan penampilan fisiknya).{{sfnp|Rohman|2021||p=97–98|ps=}} Hal inilah yang menyebabkan Amangkurat I terpikat kepada Mas Malang.{{sfnp|Olthof|Sumarsono|2009|p=183|ps=}}
 
Keterangan dalam ''Babad Tanah Jawi: Javanese Rijskroniek'' menunjukkan jika Amangkurat I awalnya memerintahkan pasukannya untuk mencari wanita yang akan dijadikan sebagai selir baru.<ref name=":4">{{Cite webnews|last=Sabandar|first=Switzy|date=|title=Kisah Dramatis Sinden Terkasih Raja Jawa|url=https://www.liputan6.com/regional/read/2567426/kisah-dramatis-sinden-terkasih-raja-jawa|websitework=Liputan 6[[Liputan6.com]]|access-date=5 April 2020|editor-last2=Mutiah|editor-first2=Dinny|language=id|editor-last=Mahbub|editor-first=Harun}}</ref> Amangkurat I lantas bertemu dengan Dalang Wayah yang mempunyai seorang putri, tetapi telah diperistri oleh Dalang Panjang dan hamil dua bulan.<ref name=":8">{{Cite web|last=|first=|date=|title=Cinta Amangkurat I|url=https://historia.id/kuno/articles/cinta-amangkurat-i-PdlE7|website=Historia|access-date=5 April 2020}}</ref>{{sfnp|Sujarweni|2017||p=53|ps=}} Amangkurat I tidak menghiraukan hal itu dan memerintahkan pasukannya untuk membawa paksa wanita itu ke istana.{{sfnp|Olthof|Sumarsono|2009|p=183–184|ps=}} [[J.J. Meinsma|Johannes Jacobus Meinsma]] mengatakan bahwa Amangkurat I begitu mencintainya, sehingga Mas Malang kemudian diangkat sebagai ''selir kinasih'' (selir yang paling disayang)''<ref name=":5">{{Cite web|last=|first=|date=|title=Pesareyan Antakapura Gunung Kelir – Selir dan Abdi Tak Bersalah Dibantai|url=https://www.harianmerapi.com/kearifan/2018/11/10/41682/pesareyan-antakapura-gunung-kelir-selir-dan-abdi-tak-bersalah-dibantai|website=Harian Merapi|access-date=5 April 2020}}</ref>'' dengan gelar Ratu Wetan.<ref name=":2" /><ref name=":02" /> Namun, wanita tersebut dianggap telah merusak rumah tangga kerajaan.{{sfnp|Meinsma|1875||p=80|ps=}} [[H.J. de Graaf|Hermanus Johannes de Graaf]] membantah hal ini dalam bukunya berjudul ''Runtuhnya Istana Mataram''. Berdasarkan pengamatannya, Amangkurat I sebenarnya tidak mengabaikan selir dan permaisurinya yang lain, tetapi perhatiannya memang lebih banyak dipusatkan kepada Mas Malang.{{sfnp|Rohman|2021||p=98|ps=}} Hal inilah yang menyebabkan Mas Malang dijuluki dengan Ratu Malang, yang berarti “yang melintang di jalan”.{{sfnp|De Graaf|1987||p=18–19|ps=}}
 
Singkat cerita, Mas Malang akhirnya melahirkan bayi laki-laki hasil hubungannya dengan Dalang Panjang sekitar tahun 1649, yang diberi nama Pangeran Natabrata atau Raden Resika.<ref name=":8" /> Amangkurat I lantas diam-diam memerintahkan pasukannya membunuh Dalang Panjang dan menguburkannya di puncak Gunung Sentana{{sfnp|Setiadi|Fransisca|2018|p=11|ps=}}{{sfnp|Siswanta|2019|p=38|ps=}} untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan.<ref name=":2" /><ref name=":02" /> Namun, Margana yang diwawancarai oleh Sabandar memiliki versi berbeda terkait pembunuhan Dalang Panjang. Dia menuturkan bahwa Amangkurat I mengundang Dalang Panjang, Mas Malang, serta rombongan pengrawit dan sindennya untuk mengadakan pementasan wayang di istana. Dalang Panjang dan seluruh rombongannya itu kemudian dibunuh pada pertengahan acara, kecuali Mas Malang. Wanita ini akhirnya bersedia menjadi selir karena tidak mempunyai pilihan lain.<ref name=":4" />
Baris 56:
''[[Babad Tanah Jawi]]'' selanjutnya menyebutkan bahwa Amangkurat I merebut Mas Malang secara paksa dari tangan Dalang Panjang, sehingga tidak mengherankan jika dia membunuh laki-laki yang dicintai oleh selirnya itu.{{sfnp|Rohman|2021||p=99|ps=}} Namun, ''Daghregister'' 1677, catatan pemerintah Belanda yang didapatkan dari penuturan salah seorang pengawal istana, menyebut bahwa Dalang Panjang meninggal secara wajar. Setelah menjadi janda, Amangkurat I menjadikan Mas Malang sebagai selirnya.<ref name=":8" /> De Graaf dan Ricklefs di sinilah meragukan pernyataan tersebut. Keduanya beranggapan bahwa Amangkurat I memiliki dosa yang terlalu banyak, sehingga pembunuhan yang dilakukannya terhadap Dalang Panjang bukanlah sesuatu yang mengherankan.{{efn|Amangkurat I merupakan raja keempat Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1646–1677. Dia lahir pada 1618/1619 dengan nama Raden Mas Sayyidin. Ayahnya adalah Sultan Agung, sedangkan ibunya adalah putri Adipati Batang yang bergelar Ratu Wetan. Ricklefs dalam penelitiannya berjudul ''War, Culture, and Economy in Java 1677–1726'' menggambarkan Amangkurat I sebagai penguasa kejam. Perilakunya itu disebabkan karena banyaknya pemberontakan yang mewarnai pemerintahannya ({{harvnb|Ricklefs|1993|pp=68–70}}).}}{{sfnp|Rohman|2021||p=99|ps=}} De Graaf berpendapat jika berita resmi pejabat istana lebih dapat dipercaya, sedangkan cerita tutur itu lebih baik dikesampingkan.{{sfnp|De Graaf|1987||p=25|ps=}}
 
Mas Malang lama-kelamaan akhirnya mengetahui bahwa suaminya telah dibunuh oleh prajurit istana. Wanita tersebut selalu mengigau dan sedih setiap mengingatnya.{{sfnp|Rohman|2021||p=100|ps=}} Tidak berselang lama kemudian, dia meninggal karena muntaber, tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa dia diracun oleh orang-orang istana yang tidak menyukainya.{{sfnp|Olthof|Sumarsono|2009|p=183–184|ps=}} Amangkurat I di sisi lain juga mencurigai bahwa ''selir kinasih'' itu diguna-guna karena tubuhnya mengeluarkan cairan menyengat sebelum meninggal.<ref name=":8" /><ref name=":12">{{Cite webnews|last=Handoko|first=Doddy|date=|title=Kebengisan Amangkurat I, Kurung 60 Dayang Istana di dalamDalam Kamar Sampai Mati|url=https://nasional.okezone.com/read/2021/03/19/337/2380306/kebengisan-amangkurat-i-kurung-60-dayang-istana-di-dalam-kamar-sampai-mati|websitework=[[Okezone.com]]|access-date=21 Mei 2021}}</ref>
 
Dia juga menganggap bahwa igauan Mas Malang yang mengatakan "''dalem, dalem, dalem...''" adalah para kerabat dan selir yang iri dengannya.''<ref name=":5" />{{sfnp|De Graaf|1987||p=19|ps=}}'' Sementara Amangkurat I memerintahkan pasukannya untuk membangun makam bagi wanita yang dicintainya itu di Gunung Sentana, dia juga memerintahkan agar para [[abdi dalem]] dan selir yang dicurigainya dibunuh tanpa ampun.<ref name=":1">{{Cite web|last=|first=|date=|title=Permakaman Imogiri|url=http://www.tasteofjogja.org/contentdetil.php?kat=artk&id=MzYz&fle=Y29udGVudC5waHA=&lback=a2F0PWFydGsmYXJ0a2thdD0xJmZsZT1ZMjl1ZEdWdWRHUmxkR2xzTG5Cb2NBPT0mbGJhY2s9YTJGMFBXRnlkR3NtYVdROVRtcG5keVptYkdVOVdUSTVkV1JIVm5Wa1F6VjNZVWhCUFNac1ltRmphejFoTWtZd1VGZEdlV1JIYzIxWldFb3dZVEowYUdSRU1IcE9hVnB0WWtkVk9WZFVTVFZrVjFKSVZtNVdhMUl4U25OYVJXUnpZekI0ZFZGdE9XcFJWREE1U20xNGFWbFhUbkpRVjBWNVVtcENVVll3V2pWYVJXUjZZbGRHV0ZWVWJGVmlSa3AxVkZkc1lXSlhTa2hXVkd4WVZrVnJNVnBHWkZOVFJscDFWbTEwVW1Wc1dYcFhWbFp2VVd4Q1ZGZHVUbHBpVlZweFdWaHZlR0ZGTVhKWFdHUldVbTFTU0ZwV1pGTlRSMDE1VFZad1dGSlhPVE5YVmxKTFRVZEdTRlZyVms1VFIzaFBXbFphZDJSR2JISmFSbHBRVm0xU1ZsVXhVbGRoTVZsNFUydHNWMkpVVmxoWlZFWktaVVpPZFZSdFJsTldNVW8yVjFod1EwNUhVbGRTYmxKUVZqTkNVMVpyVWtKT1ZrNTBUVlJTYUZadGVGbFdSelZMVlZaWmQxWnFWbFppV0VKRVZsWmFXbVF4WkhGV2JVWlRWakZKTWxkWGVHdFNNV1JIVm14V2FWSnNXbGhaYTFaM1ZrWmFSMXBJVGxwV01IQlpWVEowYjFZeFdraGxSbXhYWVRGYWVWUldXbmRTTVhCSFZHeFNVMkpJUVhoV2JUQjRUVVpXZEZadVRsaFhTRUpaVm0xNFlXUnNWbGhsUlU1WFVtMVNNVlpIZUhkaFZscFhZMGhvV0ZadGFESmFWV1JIVW1zeFdWTnNhRmhTTVVwWVZsY3dlRlV4VGtkalJtUmhVbXMxVlZWcVFYaE9WbEpYVjI1a1dGSnJjRmxVTVZKUFYwWmFjMU5yZUZWV1YxSklWVEJhVjJOc1duSk9WazVUVm01Q1RsWXhaRFJpTWtsNVZHdGtZVkp0VW1oVmJGSnpZMVpzY2xacmRGZFdiR3cxVkd4a01GZEhTa2RpUkZaWFZucFdVRlp0ZUV0ak1VNXlUMVphVTJFeFZURldWVnBHVDFaQ1VsQlVNRDA9|website=Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta|access-date=5 April 2020}}</ref><ref name=":13">{{Cite web|last=|first=|date=|title=Sejarah Makam Imogiri|url=https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/363-sejarah-makam-imogiri|website=Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta|access-date=5 April 2020}}</ref> Mereka dibunuh secara perlahan dengan cara diikat dan dikurung dalam suatu rumah, serta tidak diberi makan dan minum selama berhari-hari hingga mati karena lemas.<ref name=":4" /> Semua korban itu turut dimakamkan di Gunung Sentana.''<ref name=":5" />''
Baris 62:
De Graaf memperjelas bahwa tindakan itu dapat dimengerti karena Amangkurat I curiga ketika selirnya itu meninggal dengan memperlihatkan gejala-gejala aneh. Dia lantas risau terhadap hal-hal remeh. Andaikata racun yang memang menjadi penyebabnya, pelakunya tentu harus dicari di kalangan terdekat korban, yaitu para selir yang pernah berkomplot dengan putra mahkota pembangkang (Pangeran Dipati) untuk melawannya.{{sfnp|De Graaf|1987||p=19–20|ps=}} Lebih lanjut, de Graaf menambahkan bahwa di kalangan kerabat istana juga timbul kecurigaan bahwa sang raja akan mengalihkan status putra mahkota kepada Natabrata, sekalipun dia bukan darah Mataram. Kecurigaan tersebut semakin menguat ketika terjadi dua kali percobaan pembunuhan terhadap putra mahkota dengan racun yang dilakukan oleh sang raja sendiri. Percobaan pembunuhan itu menimbulkan perhatian besar sampai ke luar kerajaan. Masuknya Mas Malang ke dalam istana telah menimbulkan intrik politik yang luar biasa, sehingga raja pun menjadi tega untuk melenyapkan putranya sendiri demi kepentingan selir kesayangan dan anak tirinya. Tindakan Amangkurat I itu sungguh sulit dipercaya oleh akal sehat. Sangat masuk akal bahwa peristiwa percobaan pembunuhan itu dicatat oleh pemerintah Belanda di [[Batavia]] dalam laporan umum tertanggal 21 Desember 1663, yang berbunyi bahwa kejahatan yang mengerikan itu "akan melampaui segala kekejaman yang telah dilakukan terdahulu".{{sfnp|De Graaf|1987||p=21|ps=}}
 
Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang di wilayah Pleret, Margana menuturkan bahwa Amangkurat I memang belum menerima kematian Mas Malang.{{sfnp|Rohman|2021||p=100|ps=}} Dia lantas membawa jasad wanita itu ke Gunung Sentana, tetapi tidak menguburkannya, melainkan membaringkan dan merawatnya agar tidak membusuk, bahkan sesekali masih bersetubuh dengan jasadnya.<ref name=":4" /><ref name=":6">{{Cite webnews|last=|first=|date=|title=Sejarah Makam Ratu Malang di Gunung Kelir|url=https://daerah.sindonews.com/read/1099528/29/sejarah-makam-ratu-malang-di-gunung-kelir-1460128101|websitework=Sindo News[[Sindonews.com]]|access-date=5 April 2020}}</ref> De Graaf menerangkan bahwa Amangkurat I membawa putranya, Pangeran Natabrata, untuk menemaninya dan tidak bersedia kembali ke istana.{{sfnp|De Graaf|1987||p=24–25|ps=}} [[François Valentijn]] (menteri negeri Belanda) juga sampai membuat sebuah tulisan dalam ''Oud en Nieuw Oost-Indien'', yang menggambarkan keadaan Amangkurat I pasca ditinggalkan Mas Malang, sebagai berikut:<ref name=":8" />
 
<blockquote>❝''Ketika wanita itu meninggal, sunan menjadi sedemikian sedihnya, sehingga dia mengabaikan masalah kerajaan. Setelah pemakamannya, diam-diam dia kembali ke makam tanpa diketahui seorang pun. Begitu kasihnya kepada wanita itu, sehingga dia tidak dapat menahan diri dan turut membaringkan dirinya di dalam kuburan❞''.<ref name=":8" /></blockquote>