Sepanjang sejarah Gereja Katolik, klaim keutamaan yang diajukan paus harus berhadapan dengan berbagai macam tantangan. Baik [[Maklumat Milan]], [[Konsili Nikea I]], maupun [[Konsili Konstantinopel I]] berkaitan erat dengan perkara keutamaan ini, lantaran mengamandemen kuasa paus atas uskup-uskup lain. Kanon ke-3 Konsili Konstantinopel I tahun 381 mendapuk Konstantinopel sebagai Roma baru, memberikan kursi kehormatan kepada Uskup Roma, dan memberikan kursi kehormatan nomor dua kepada Uskup Konstantinopel. [[Konsili Efesus I|Konsili Efesus]] tahun 431 menimbulkan perdebatan mengenai apakah hasilnya menentukan bahwa paus adalah kepala Gereja atau Gereja berada di bawah wewenang dewan uskup.<ref>Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. Hlmn. 238-256.</ref> Meskipun pokok bahasan utamanya adalah pengakuan akan [[Kristologi#Dimensi Kristologi|Prinadi Kristus]], [[Konsili Kalsedon]] tahun 451 juga membatasi kuasa para uskup. Banyak surat yang dikeluarkan oleh muktamar ini mengungkapkan bahwa pendiriannya selaras dengan doktrin keutamaan paus. Para peserta menggelari [[Paus Leo I]] dengan sebutan yang hebat-hebat seperti "yang paling suci lagi dikasihi Allah" dan "uskup agung oikumene dan batrik Roma raya." Lantaran tidak semua pihak merasa puas dengan hasilnya, Konsili Kalsedon menjadi pangkal skisma dengan [[Gereja Ortodoks Oriental]].<ref>Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. Hlmn. 297-321.</ref>