Ibnu Sina: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Menambahkan teks dan catatan pada "Masa Dewasa dan Karir" |
||
Baris 37:
== Biografi ==
Ibnu Sina menulis sebuah autobiografi untuk muridnya yang bernama [[Abu 'Ubayd
Menurut penuturan Ibnu Sina, ayahnya berasal dari [[Balkh]] di wilayah [[Mazari Syarif|Mazar-i Syarif]] (sekarang Afghanistan), yang pindah ke Bukhara pada masa pemerintahan [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]] (berkuasa 976 – 997).<ref name=":0" /><ref name=":2" /> Di sana ayahnya diangkat sebagai gubernur Harmaytsan, sebuah propinsi di Bukhara; dan di sana pula ayahnya bertemu dengan ibunya di sebuah desa bernama Afsyanah hingga akhirnya menikah.
Nuh bin Mansyur naik tahta pada 976
Di utara, [[Kara-Khanid|Khanat Kara-Khanid]] menyerang dan mengambil Lembah Zarafshan, di mana terdapat tambang perak Kesultanan Samaniyah, dan pada 980 Khanat Kara-Khanid sudah menguasai wilayah Isijab. Sementara itu di selatan, [[Dinasti Buwaihi|Dinasti Buwaihi (Buyid)]] yang telah menguasai Baghdad dan menjadikan [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]] hanya sebagai simbol kekhalifahan, tengah dipimpin [[:en:'Adud_al-Dawla|'Adud al-Dawla]] yang sangat kuat. Nuh bin Mansyur mencoba melakukan ekspedisi melawan Dinasti Buwaihi pada 982, tetapi berhasil dipatahkan 'Adud al-Dawla. Tetapi setahun kemudian 'Adud al-Dawla dan Dinasti Buwaihi mulai mengalami keruntuhan. Pada tahun 992, Kara-Khanid merebut ibukota Bukhara di bawah seorang khan bernama Harun Bughara, namun dia meninggal tidak lama setelah penaklukan tersebut sehingga Nuh bin Mansyur bisa mengambil alih kembali Bukhara<ref name=":4">{{Cite book|date=1998|title=History of civilizations of Central Asia: A.D. 750 to the end of the fifteenth century. Part 1: Vol. 4, The age of achievement The historical, social and economic setting / ed.: M. S. Asimov|location=Paris|publisher=UNESCO Publ|isbn=978-92-3-103467-1|editor-last=Osimī|editor-first=Muḩammad}}</ref> atas bantuan Sultan Abu 'Abdallah Muhammad dari [[:en:Afrighids|Dinasti Afrighiyah]].<ref name=":5">{{Cite book|last=Boyle|first=John Andrew|last2=Bailey|first2=Harold Walter|last3=Gray|first3=Basil|date=1968|title=The Cambridge history of Iran|location=Cambridge|publisher=Cambridge university press|isbn=978-0-521-06936-6|series=The Cambridge history of Iran}}</ref> Namun setelah Nuh bin Mansyur meninggal pada 997, tidak ada syah pengganti yang cukup kuat untuk memimpin Kesultanan Samaniyah. Saat Kara-Khanid kembali menyerang Samaniyah pada 999, Bukhara akhirnya jatuh dan Kesultanan Samaniyah lenyap.<ref name=":4" />
=== Kehidupan Awal dan Pendidikan ===
Baris 55 ⟶ 59:
Satu setengah tahun kemudian, atau saat berusia 17 tahun lebih, Ibnu Sina mengulang pelajaran filsafat dari awal, dimulai dari ''Organon'' hingga ''Fisika'' dan ''Metafisika''. Dalam autobiografinya dikatakan:<ref name=":2" /><blockquote>Hampir setiap malam saya selalu berada di kamarku dengan lampu yang menyala, dan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Manakala merasa ngantuk atau lelah, biasanya saya istirahat sejenak dan menghabiskan segelas sirup [herbal] hingga kekuatan saya kembali pulih, dan kemudian saya akan meneruskan melahap buku-buku. Setiap kali saya tertidur karena kantuk, saya kerap memimpikan masalah-masalah yang sedang dihadapi hingga ke akarnya. Dan sungguh, betapa banyak masalah menjadi jelas duduk perkaranya dalam mimpi (''ru'ya'') saya. Semua itu saya jalani hingga saya benar-benar menguasai berbagai cabang filsafat, dan saya memahaminya sejauh yang bisa dicapai oleh seorang manusia.</blockquote>Satu-satunya topik filsafat yang tidak dikuasai Ibnu Sina adalah ''Metafisika'' [[Aristoteles]]. Hingga pada suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di sebuah pasar, dia menemukan sebuah buku karya [[Al-Farabi]] berjudul ''Fi Agrādhi Kitāb Mā Ba’da al-Thabi’ah'' (Penjelasan atas Kitab Metafisika). Dari karya Al-Farabi itulah akhirnya Ibnu Sina bisa memahami Metafisika.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
=== Masa Dewasa dan Karir ===
Pada suatu ketika Amir Bukhara, [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]], menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah telah dikenal di Bukhara sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya
{{Noref section}}▼
▲Pada suatu ketika Amir Bukhara, Nuh bin Mansyur, menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah dikenal sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya agar diminta menghadap ke istana. Maka Ibnu Sina pun datang memenuhi undangan, dan bersama para tabib istana berhasil menyembuhkan sang sultan.<ref name=":1" /> Atas keberhasilan itu, para tabib kemudian meminta pangeran Nuh bin Mansyur agar mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan kerajaan, dan sang sultan pun mengizinkannya.
Menurut autobiografinya, Ibnu Sina pertama kali menulis saat masih tinggal di Bukhara, yang dia beri judul ''Majmu''' (Ringkasan Ilmu) sebagai jawaban atas permintaan tetangganya bernama Abu Hussein al-Rouzi.<ref name=":3" /><ref name=":1" /> Setelah itu, temannya dari Karazm bernama Abu Bakar Bargy, ahli teologi dan filsafat dan tengah studi ilmu rasional, memintanya menulis komentar atas filsafat Aristoteles; maka Ibnu Sina menulis ''Al-Hasil wal-Mahsul'' (Makna dan Substansi) yang membahas persoalan yurisprudensi dalam 20 jilid, dan ''Al-Birr wal-Itsm'' (Kebajikan dan Keburukan) yang membahas masalah etika.<ref name=":3" /><ref name=":1" />
Pada Juli 997, tidak lama setelah Ibnu Sina dipanggil ke istana untuk mengobatinya, Sultan Nuh bin Mansyur meninggal, disusul kekalahan [[Dinasti Samaniyah]] dari [[Kara-Khanid|Khanat Kara-Khanid]] pada 999.<ref name=":4" /> Selanjutnya pada 1002 ayahnya juga meninggal di Bukhara saat usia Ibnu Sina sekitar 22 tahun.<ref name=":1" /> Kejadian ini membuat kehidupan Ibnu Sina sepenuhnya berubah: kini dia harus menanggung hidupnya sendiri dan harus bekerja menggantikan posisi ayahnya di pemerintahan.<ref name=":1" /> Namun, tampaknya hal ini tidak berlangsung lama karena berbagai peristiwa politik yang terjadi pasca runtuhnya Dinasti Samaniyah telah memaksa Ibnu Sina untuk pergi dari Bukhara.
Keruntuhan Dinasti Samaniyah menghadirkan perebutan wilayah dan melahirkan penguasa baru, yakni [[Ghaznawiyah|Dinasti Ghaznawiyah]], yang awalnya adalah gubernur Samaniyah di Ghazni. Ketika Nuh bin Mansyur berkuasa, dia mengangkat [[:en:Sabuktigin|Sabuktigin]] sebagai gubernur Ghazni pada 977.<ref>{{Cite book|last=Majumdar|first=Ramesh Chandra|date=1966|url=https://books.google.co.id/books/about/The_History_and_Culture_of_the_Indian_Pe.html?id=UQtuAAAAMAAJ|title=The History and Culture of the Indian People|publisher=Bharatiya Vidya Bhavan|language=en}}</ref> Lalu ketika terjadi pemberontakan di Khurasan pada 994, Sabuktigin dan putranya [[:en:Mahmud_of_Ghazni|Mahmud]] berhasil memadamkan pemberontakan itu sehingga Nuh bin Mansyur mengangkat Mahmud sebagai gubernur Khurasan. Namun, pada 997 Mahmud berbalik mendukung Kara-Khanid yang saat itu tengah berperang dengan Samaniyah. Maka saat Dinasti Samaniyah runtuh pada 999, Mahmud mengklaim wilayah Khurasan, Balkh, Herat, dan Merv dari Samaniyah.<ref name=":4" />
Kehilangan patron dan pelindung, serta terjadinya pergolakan politik dan pergantian kekuasaan yang terjadi terus menerus, memaksa Ibnu Sina untuk mengembara dan selalu berpindah dari kota ke kota. Pergolakan politik dan munculnya [[Ghaznawiyah|Dinasti Ghaznawiyah]] yang kini menguasai Bukhara memaksa Ibnu Sina pindah dari Bukhara ke [[Kunya-Urgench|Gorgan.]]<ref name=":3" /> Sultan Mahmud mengingingkan Ghazni sebagai pusat kebudayaan dan mengundang berbagai ilmuwan seperti [[Al-Biruni]], [[Ferdowsi]], dan Ibnu Sina untuk datang ke ibukota Ghaznawiyah di Ghazni, tapi Ibnu Sina memilih untuk melarikan diri dari [[Bukhorо|Bukhara]] ke kota [[Kunya-Urgench|Gorganji]] di utara,<ref name=":2" /> yang saat itu dikuasai Dinasti Ma'muniyah (995–1017) yang berkuasa sesaat di wilayah [[Khwarezmia]] setelah berhasil menggulingkan Dinasti Afrighiyah (305–995).<ref name=":5" />
Di Gorgan, Ibnu Sina bertemu seorang menteri bernama Abu al-Hussein Suhali<ref name=":2" /> yang menerimanya dengan baik dan memperkenalkannya dengan penguasa Ma'muniyah.<ref name=":3" /> Meski di Gorgan mendapatkan rumah yang besar dan gaji yang cukup, namun keadaan memaksanya untuk terus mengembara dan berpindah dari kota ke kota. Selama beberapa tahun Ibnu Sina dikabarkan terus berpindah tempat, mulai dari [[Kunya-Urgench|Gorganji]], ke Nisa, lalu ke Abiward (ketiganya sekarang di Turkmenistan), kemudian ke [[Tus, Iran|Tus]], ke Shaqqan (Sarbadar), ke Samangan, lalu ke Jajarm (semuanya sekarang di Iran).<ref name=":2" /> Dari sana Ibnu Sina berencana menuju Gorgan untuk mencari suaka kepada Sultan Qabus,<ref name=":2" /> dari Dinasti Ziyariyah, yang terkenal sebagai pelindung para ilmuwan; namun ketika Ibnu Sina akhirnya tiba di kota itu, Sultan Qabus telah meninggal sejak tahun 1013.<ref name=":6">{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=1989|title=“AVICENNA ii. Biography,” Encyclopædia Iranica, III|location=London|publisher=Routledge & Kegan Paul|isbn=978-0-7100-9121-5|pages=67-70|url-status=live|lay-url=https://www.iranicaonline.org/articles/avicenna-ii|lay-source=Encyclopædia Iranica|lay-date=17 Agustus 2011}}</ref>
=== Sisa hidup ===▼
Ibnu Sina kemudian meninggalkan Gorgan menuju Dihistan ([[Dahae]] di Turkmenistan), tapi dia terpaksa kembali ke Gorgan karena menderita sakit di perjalanan. Pada saat kembali ke Gorgan itulah dia bertemu dengan [[Abu 'Ubayd al-Juzjani|Abu 'Ubayd Juzjani]], seorang pelajar, yang berasal dari wilayah Balkh sama seperti asal ayah Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Abu 'Ubayd Juzjani kemudian menjadi murid yang paling setia dan melayani Ibnu Sina hingga akhir hayatnya.<ref name=":6" /><ref>{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=2014|title=Avicenna and the Aristotelian tradition: introduction to reading Avicenna's philosophical works, including an inventory of Avicenna's authentic works|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=978-90-04-20172-9|edition=2nd revised and enlarged ed|series=Islamic philosophy, theology and science}}</ref> Sampai periode ini autobiografi Ibnu Sina berakhir dan kisah selanjutnya diteruskan oleh Juzjani: "''Dari titik ini, saya lah yang menuliskan episode-episode kehidupan Guru [Ibnu Sina] yang saya saksikan sendiri selama saya menemaninya hingga kematiannya''."<ref name=":1" /><ref name=":3" />
Di Gorgan tampaknya Ibnu Sina diterima dengan baik. Seorang penduduk Gorgan, yang dikatakan pencinta ilmu, membelikan Ibnu Sina sebuah rumah yang cukup nyaman. Menurut Dimitri Gutas, kemungkinan Ibnu Sina mendapat suaka dari Manuchihr (berkuasa 1012–1031), putra Sultan Qabus, yang menjadi penguasa Dinasti Ziyariyah menggantikan ayahnya.<ref name=":6" /> Juzjani kerap mengunjungi rumah Ibnu Sina untuk membaca "Risalah Matematika" (''Almagest'') karya Ptolemaeus bersamanya. Di sana pula Ibnu Sina mulai mendiktekan karya-karyanya untuk ditulis ulang oleh Juzjani, di antaranya: ''Mukhtasar Al-Awshat'' (Ringkasan Tengah), ''Al-Mabda wal-Ma'ad'' (Masa Awal dan Masa Kembali), ''Al-Arsyad Al-Kulliyah'' (Observasi Umum), ''Mukhtasar Al-Majisti'' (Ringkasan Almagest), dan berbagai traktat lainnya.<ref name=":3" /> Di Gorgan pula Ibnu Sina mulai menulis bagian awal ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran).<ref name=":3" />
Selama beberapa waktu, untuk alasan yang tidak disebutkan, pada 1014 Ibnu Sina meninggalkan Gorgan menuju [[Ray, Iran|Ray]] di Persia, kota tempat kelahiran Khalifah [[Harun Ar-Rasyid|Harun al-Rasyid]].<ref name=":3" /> Saat tiba di Ray, kota itu dipimpin seorang emir dari [[Dinasti Buwaihi]] yang masih kecil bernama Majd al-Dawla, sehingga pada waktu itu ibunya, Sayyidah Syirin (wafat 1028), yang secara ''de facto'' berkuasa. Sebagaimana dikisahkan Juzjani, Majd al-Dawla menderita sakit dan ditempatkan ibunya di harem; dan Ibnu Sina diminta ibunya untuk merawatnya.<ref name=":3" /> Ibnu Sina menetap di Ray selama dua hingga tiga tahun, dan di sana menyelesaikan sebuah buku berjudul ''Kitab al-Ma'ad'' (Kitab Masa Kembali).<ref name=":3" />
Gejolak politik kembali membuat Ibnu Sina untuk mengembara. Kali ini Syams al-Dawla, saudara Majd al-Dawla, mengambil alih Ray dan memaksa Ibnu Sina pindah ke Qazwin, dan tidak berapa lama kembali pindah menuju Hamadhan. Meski Juzjani tidak menceritakan alasan kepindahan Ibnu Sina, namun Khvandamir, sejarahwan Persia abad ke-15, menceritakan bahwa Ibnu Sina membuat marah Sayyidah Syirin dengan bersikeras atas hak salah satu putranya dalam perselisihan antara Majd al-Dawla dan Syams al-Dawla.<ref name=":3" />
Di Hamadhan pergolakan politik membayang-bayangi kehidupan Ibnu Sina. Di sana Ibnu Sina diangkat sebagai penasihat Syams al-Dawla, namun sempat difitnah oleh seorang istri seorang pembesar serta ditolak para jendral sehingga harus bersembunyi, namun kemudian kembali diangkat sebagai penasihat Syams al-Dawla untuk kali kedua.<ref name=":3" />
Dalam kesibukannya sebagai penasihat kerajaan, Juzjani meminta gurunya untuk terus menulis dan Ibnu Sina berjanji untuk memenuhinya.<ref name=":1" /> Maka atas bantuan Juzjani dan murid-muridnya yang lain, setiap malam Ibnu Sina mengadakan pertemuan di rumahnya bersama murid-muridnya, sehinga akhirnya Ibnu Sina berhasil menyelesaikan bukunya ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran) yang telah dimulai sejak di Gorgon, serta mulai menulis [[Kitab Penyembuhan|Kitāb al-Syifā]] (Kitab Penyembuhan).<ref name=":3" /><ref name=":7">{{Cite book|last=Adamson|first=Peter|date=2013|title=Interpreting Avicenna: critical essays|location=Cambridge New York|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-19073-2}}</ref> Dari riwayat yang lain dikatakan bahwa setiap pagi, sebelum berangkat bekerja, Ibnu Sina selalu menyempatkan diri untuk menulis Kitāb al-Syifā, kemudian memanggil murid-muridnya dan membacakan tulisannya.<ref name=":3" />
Ketika Syams al-Dawla meninggal tahun 1021, para jendral meminta Sama al-Dawla, yang naik tahta menggantikan ayahnya, untuk tetap menjadikan Ibnu Sina sebagai penasihat kerajaan. Tetapi Ibnu Sina menulak permintaan ini, yang alasannya, menurut Soheil M. Afnan, karena sebelumnya para jendral di Hamadhan sempat menyerang Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Alih-alih tetap menjadi wazir, Ibnu Sina memilih untuk pergi dan bersembunyi atas bantuan pelindungnya, Abu Ghalib al-Attar;<ref name=":6" /> di mana pada kurun inilah Ibnu Sina berhasil menyelesaikan Kitāb al-Syifā yang dia tulis 50 halaman setiap harinya.<ref name=":7" />
Selama dalam persembunyian, Ibnu Sina sempat melakukan korespondensi rahasia dengan 'Ala al-Dawla, penguasa di Isfahan, dan menawarkan diri untuk menjadi penasihatnya. Penguasa di Hamadhan, khususnya seorang wazir bernama Tāj-al-Mulk, mencium peristiwa ini dan menuduh Ibnu Sina melakukan pengkhianatan. Maka mereka pun menangkap Ibnu Sina dan memenjarakannya di sebuah kastil di luar Hamadān yang disebut Fardajān.<ref name=":6" /> Ibnu Sina dipenjara selama hampir empat bulan hingga pasukan 'Ala al-Dawla dari Isfahan menyerang Hamadhan dan mengakhiri pemerintahan Samāʾ al-Dawla pada 1023. Setelah dibebaskan dari penjara, Ibnu Sina ditawari posisi administratif di Hamadhann tetapi dia menolaknya. Selang beberapa waktu, Ibnu Sina memutuskan untuk pindah ke Isfahan bersama para pengikutnya, yakni Juzjani dan dua orang muridnya yang lain.<ref name=":6" />
▲=== Sisa hidup ===
▲{{Noref section}}
Sisa sepuluh atau dua belas tahun hidup Ibnu Sina ini dihabiskan dalam pelayanan kepada Muhammad bin Rustam Dushmanziyar pemimpin Kakuyid (juga dikenal sebagai Ala al-Dawla), yang ia dampngi sebagai dokter, penasihat sastra, dan ilmiah, bahkan dalam berbagai kampanyenya.
|