Slamet Rijadi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
Baris 32:
== Biografi ==
=== Kehidupan awal ===
Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 26 Juli 1927;{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Kasunanan]], dan Soetati, seorang penjual buah.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}{{sfn|Pour|2008|p=13}} Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya "menjualnya" dalam ritual tradisional [[suku Jawa]] kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Ia menganut agama [[Katolik Roma]],<ref>''[[#DepPen|20 Tahun Indonesia Merdeka]]'', [https://books.google.com/books?hl=id&id=QtsRAAAAMAAJ&dq=slamet+rijadi+katolik&focus=searchwithinvolume&q=kusuma+bangsa%3F hlmn. 431]</ref> serta dikatakan bahwa sejak kecil Slamet menyukai {{"'}}[[tirakat]]' berpuasa dan hal-hal 'mistik{{'"}}.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}
 
Slamet umumnya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di [[Hollandsch-Inlandsche School|Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno]], sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.{{sfn|Pour|2008|p=19}} Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali "membelinya" dari sang paman.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Setelah tamat sekolah menengah dan saat [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki Hindia Belanda]] pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di [[Jakarta]]. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}{{sfn|Pour|2008|p=20}}
Baris 49:
Tak lama setelah berakhirnya perang, [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari [[Operasi Senopati]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Pour|2008|p=8}} Untuk merebut kembali [[Pulau Ambon]], Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak [[infanteri]] dan kendaraan [[lapis baja]].{{sfn|Conboy|2003|p=9}}
 
Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel [[Alexander Evert Kawilarang]], ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di [[Kota Ambon|New Victoria]]. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan; pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau,{{sfn|Conboy|2003|p=9}} perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan [[Jungle Carbine]] dan [[Owen Gun]] terus menembaki pasukan Rijadi, sering kali membuat mereka terjepit.{{sfn|Conboy|2003|p=10}}{{sfn|Pour|2008|p=12}}
 
Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah [[tank]] menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru [[Senapan mesin|senjata mesin]] menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak [[morfin]] dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi gugur pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir pada hari yang sama.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Conboy|2003|p=10}} Rijadi dimakamkan di Ambon.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}