Gunung Penanggungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan nama puncak
Baris 24:
Sebelum dikenal sebagai Gunung Penanggungan, gunung tersebut dikenal sebagai Gunung Pawitra.<ref>{{Cite journal|last=Agustie|first=Teo|last2=Winarno|year=2020|title=Mitos Gunung Pawitra Sebagai Sumber Ide Penciptaan Karya Seni Lukis|url=https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/va/article/view/31489|journal=Jurnal Seni Rupa|language=id|volume=8|issue=1|pages=2|access-date=2022-09-24|archive-date=2022-09-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20220924084230/https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/va/article/view/31489|dead-url=yes}}</ref> Nama “Pawitra” sudah dikenal sejak [[abad ke-10]] [[Masehi]].{{Sfn|Sofansyah|2021|p=129}} Arti kata “''pawitra''” dalam [[Bahasa Jawa Kuno|bahasa Jawa kuno]] adalah keramat, suci, kesucian, atau sari.{{Sfn|Sofansyah|2021|p=132}} Nama itu tertulis pada [[Prasasti Cunggrang]] yang ditemukan di Desa Sukci, [[Gempol, Pasuruan]], di kaki gunung sebelah timur Penanggungan. Prasasti Cunggrang dikeluarkan oleh raja [[Mataram Kuno]], [[Mpu Sindok]], pada sekitar tahun 929 Masehi. Prasasti itu menyebut keberadaan sebuah pertapaan dan sumber air di Pawitra. Sumber air yang dimaksud mungkin adalah [[Petirtaan Belahan|petirtaan (pemandian) Belahan]] saat ini, sekitar 4 kilometer dari Desa Sukci.{{Sfn|Sofansyah|2021|p=129}}
 
Nama “Pawitra” juga disebutkan dalam ''[[NagarakertagamaKakawin Nagarakretagama|Nagarakretagama]]'' karya [[Mpu Prapanca]] yang selesai ditulis pada 1365 Masehi. Kitab tersebut menyebutkan bahwa di Gunung Pawitra terdapat pemandian dan pertapaan air. Lebih lanjut, diceritakan bahwa penduduk desa setempat menyambut kedatangan raja [[Majapahit]], [[Hayam Wuruk]], ketika ia mengunjungi pertapaan tersebut.{{Sfn|Sofansyah|2021|p=129}}
 
Sebuah naskah yang ditulis pada abad ke-15 dari masa kerajaan Sunda menyebutkan pula soal Gunung Pawitra. Naskah kuno tersebut mengisahkan seorang pangeran dari [[Kerajaan Sunda|Kerajaankerajaan Pakuan]] bernama [[Bujangga Manik]]. Ia meninggalkan keluarganya untuk menuntut ilmu di Jawa. Dalam perjalanannya ke arah timur, ia melewati kota Majapahit, mendaki Gunung Pawitra, dan berkunjung ke Gunung Gajahmungkur yang suci. Nama Gajahmungkur ini diduga merujuk pada salah satu dari delapan bukit yang mengelilingi Gunung Penanggungan, yaitu Bukit Gajahmungkur.{{Sfn|Sofansyah|2021|p=129}}
 
== Geologi dan morfologi ==