Ceki: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 19:
Di Malaysia dan Singapura masa kolonial, ceki sempat menjadi permainan segala kalangan, dari jelata hingga bangsawan. Sebagai contoh, catatan keuangan [[Badlishah dari Kedah|Sultan Abdul Hamid Halim]] dari [[Kedah]] (1864-1943) menunjukkan bahwa sang sultan senang berjudi menggunakan ceki.{{sfn|Musa|2015|pp=58}} Pemain ceki di Malaysia-Singapura cenderung banyak menggunakan istilah [[Bahasa Hokkien|Hokkien]], dan gambar kartu yang digunakan lebih mendekati kartu Tionghoa asli dibanding kartu-kartu yang digunakan di Indonesia. Seiring waktu hanya wanita yang memainkan ceki, terutama dari kalangan peranakan, tapi dengan peminat yang terus berkurang hingga hampir punah di masa modern. Buku ''The Babas'' melaporkan bahwa sekitar 1980an ceki hanya bisa dibeli di [[Malaka]]. Namun begitu terdapat upaya untuk melestarikan dan mengenalkan kembali ceki pada masyarakat umum.{{efn|Misal, oleh [https://www.peranakan.org.sg/2021/07/learn-to-play-cherki-peranakan-card-game-for-beginners-online-by-nyonya-benita-fong/ The Peranakan Association] di Singapura.}}
Sama seperti di Malaysia dan Singapura, ceki juga sempat menjadi permainan segala kalangan di Indonesia masa kolonial. Siem (1941) melaporkan bahwa pada masanya, kartu ceki dapat ditemukan di berbagai lokasi seperti [[Padang]], [[Pekalongan]], [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Badung]], [[Klungkung]], [[Singaraja]], [[Lombok]], [[Banjarmasin]], [[Manado]], [[Kota Ambon|Ambon]], dan [[Pulau Timor|Timor]]. Pada awal abad ke-20 M, perusahaan
==Susunan Dek==
|