Suku Kubu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 62:
Di dalam kehidupan orang rimba penyakit bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya karena gangguan setan, seringnya melakukan perjalanan dan kontak dengan orang dusun (orang terang), dan juga bisa disebabkan karena terlalu banyak memakan buah-buahan, misalnya pada musim buah atau ''musim petahunan godong'' yang terjadi antara 2 – 3 tahun sekali, pada saat itu buah dan madu hutan berlimpah, akibatnya adalah pola konsumsi buah yang berlebihan asam-manis menyebabkan mereka terkena penyakit.<ref>{{Cite web|last=Suwandi|last2=Rochmyaningsih|first2=Dyna|date=30 September 2020|title=‘Besesandingon,’ Tradisi Orang Rimba Tangkal Penyebaran Penyakit|url=https://www.mongabay.co.id/2020/09/30/besesandingon-tradisi-orang-rimba-tangkal-penyebaran-penyakit/|website=www.mongabay.co.id|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
 
Orang yang sedang mengidap penyakit disebut dengan istilah ''Cenenggo'' atau ber-''cenengg.'' Istilah ini secara luas juga bisa diartikan sebagai kelompok yang terserang penyakit. Penyakit yang kerap menyinggahi orang rimba cacar (''cacar''), batuk (''betuk''), batuk pilek (''betuk slemo''), kolera (''gelira''). Namun orang rimba berkeyakinan penyakit ini berasa dari orang terang atau dari hilir. Penyakit-penyakit ini dalam kehidupan orang rimba begitu ditakuti karena dapat menyebabkan kematian. Untuk mengatasinya mereka selalu berhati-hati melakukan kontak dengan siapa saja, baik dengan orang terang maupun dengan orang rimba yang berasal dari kelompok lain ataupun yang baru melakukan kontak dengan orang dusun.<ref>{{Cite news|last=Yulis|first=Herma|date=8 April 2023|title=Cenenggo dan Sesandingon: Tradisi Pencegahan Penyakit bagi Orang Rimba|url=https://kilasjambi.com/cenenggo-dan-sesandingon-tradisi-pencegahan-penyakit-bagi-orang-rimba/|work=Kilas Jambi|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
 
Untuk pencegahan terhadap penularan penyakit ada prilaku yang unik dan agaknya berlebihan di lingkungan orang rimba, seperti berkomunikasi dalam jarak yang berjauhan + 10 meter dari masing-masing mereka, selain itu mereka yang merasakan dirinya sehat (''bungaron'') sanggup untuk tidak melintasi jalan yang dilintasi orang yang ''bercinenggo'' demikian juga sebaliknya'','' walaupun jalan di hutan hanya satu jalan, maka yang mereka lakukan adalah menerobos menembus semak-belukar yang ada kalanya banyak ditumbuhi tanaman berduri ataupun rawa, dengan bertelanjang kaki dan bercawat, mereka menembus belukar.