Sejarah Luwu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Sejarah [[Tanah Luwu]]''' sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan [[Hindia Belanda]] bermula. Sebelumnya '''[[Luwu]]''' telah menjadi sebuah [[kerajaan]] yang mewilayahi [[
Setelah [[Belanda]] menundukkan Luwu, mematahkan perlawanan Luwu pada pendaratan tentara Belanda yang
Pada Pemerintahan Hindia Belanda, sistem pemerintahan di Luwu dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:
* Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh Pihak Belanda.
* Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh Pihak [[Swapraja]].
Dengan terjadinya sistem pemerintahan dualisme dalam tata pemerintahan di Luwu pada masa itu, pemerintahan tingkat tinggi dipegang oleh Hindia Belanda, dan yang tingkat rendah dipegang oleh Swapraja tetapi tetap masih diatur oleh Belanda, namun secara ''[[de jure]]'' Pemerintahan Swapraja tetap ada. Menyusul setelah Belanda berkuasa penuh di Luwu, maka wilayah Kerajaan Luwu mulai diperkecil, dan dipecah sesuai dengan kehendak dan kepentingan Belanda, yaitu:
* Poso (yang masuk Sulawesi Tengah sekarang) yang semula termasuk daerah Kerajaan Luwu dipisahkan, dan dibentuk satu [[Afdeling]].
* [[Distrik]] Pitumpanua (sekarang [[Kecamatan]] Pitumpanua dan [[Keera]]) dipisah dan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan [[Wajo]].
* Kemudian dibentuk satu afdeling di Luwu yang dikepalai oleh seorang Asisten [[Residen]] yang berkedudukan di Palopo.
Selanjutnya [[Afdeling Luwu]] dibagi menjadi 5 (lima) [[Onder Afdeling]], yaitu:
* Onder Afdeling Palopo, dengan ibukotanya Palopo.
* Onder Afdeling Makale, dengan ibukotanya Makale.
Baris 19:
* Onder Afdeling Mekongga, dengan ibukotanya Kolaka.
Selanjutnya pada masa pendudukan tentara [[Dai
Kedudukan [[Datu Luwu]] dalam sistem pemerintahan Sipil, sedangkan pemerintahan [[Militer]] dipegang oleh Pihak Jepang. Dalam menjalankan Pemerintahan Sipil, Datu Luwu diberi kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan Militer Jepang yang sewaktu-waktu siap menghukum pejabat sipil yang tidak menjalankan kehendak Jepang, dan yang menjadi pemerintahan sipil atau Datu Luwu pada masa itu ialah " [[Andi Kambo Opu Tenrisompa]]" kemudian diganti oleh putranya "[[Andi
Pada bulan April [[1950]] Andi Jemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai [[Datu]]/
Atas jasa-
Belasan tanda jasa kenegaraan Tingkat Nasional telah diberikan kepada Andi Jemma sebelum beliau wafat tanggal [[23 Februari]] [[1965]] di Kota [[Makassar]]. Presiden Soekarno memerintahkan agar Datu Luwu dimakamkan secara
Selanjutnya pada masa setelah [[Proklamasi]] Kemerdekaan RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk
Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk Daerah yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 tujuh daerah swatantra. Satu di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di
Berselang beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-Undang Darurat, antara lain:
- Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang Pembubaran Daerah Makassar, [[Jeneponto]] dan [[Takalar]].
- Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan [[Bone]], Wajo dan [[Soppeng]]. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 4/1957, maka Daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja.
Daerah Swatantra Luwu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat No.3/1957 adalah meliputi:
* [[Kewedanaan Palopo]]
* [[Kewedanaan Masamba]] dan
* [[Kewedanaan Malili]].
Kemudian pada tanggal [[1 Maret]] [[1960]] ditetapkan PP Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pembentukan [[Propinsi]] [[Administratif]] Sulawesi Selatan mempunyai 23 [[Daerah Tingkat II]], salah satu diantaranya adalah [[Daerah Tingkat II Luwu]].
Untuk menciptakan keseragaman dan efisiensi struktur Pemerintahan Daerah, maka berdasarkan Surat Keputusan [[Gubernur Kepala Daerah]] [[Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara]] No.1100/1961, dibentuk 16 [[Distrik]] di Daerah Tingkat II Luwu, yaitu:
- Wara
- Larompong
Baris 54:
- Malangke
- Masamba
- Bone-
- Wotu
- Mangkutana
Baris 60:
- Nuha
Dengan 143 Desa gaya baru. Empat bulan kemudian, terbit SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.2067/1961 tanggal [[18 Desember]] [[1961]] tentang Perubahan Status Distrik di Sulawesi Selatan termasuk di Daerah Tingkat II Luwu menjadi
Perkembangan dari segi Administratif Pemerintahan di Dati II Luwu, selain pemekaran kecamatan, [[desa]] dan [[kelurahan]] juga ditetapkannya Dati II Luwu sebagai salah satu [[Kota
Dengan demikian secara Administratif Dati II Luwu terdiri dari satu Kota Administratip, tiga [[Pembantu Bupati]], 21 Kecamatan Definitif, 13 [[Kecamatan Perwakilan]], 408 Desa Definitif, 52 [[Desa Persiapan]] dan Kelurahan dengan luas wilayah berdasarkan data dari Subdit Tata Guna Tanah [[Direktorat Agraria]] Propinsi Sulawesi Selatan adalah 17.791,43 km2 dan dikuatkan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 124/III/1983 tanggal [[9 Maret]] [[1983]] tentang penetapan luas propinsi, kabupaten/kotamadya dan kecamatan dalam wilayah propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.
Luas Wilayah Propinsi Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan yang ada sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan nyata
Pada tahun [[1999]], saat awal bergulirnya Reformasi di seluruh wilayah Republik Indonesia, dimana telah dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan di Daerah, dan mengubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada Otonomi Daerah.
Tepatnya pada tanggal [[10 Februari]] [[1999]], oleh [[DPRD Kabupaten Luwu]] mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03/Kpts/DPRD/II/1999, tentang Usul dan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua Wilayah Kabupaten dan selanjutnya Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel menindaklanjuti dengan Surat Keputusan No.136/776/OTODA tanggal 12 Februari 1999.
Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah Kabupaten Luwu Utara ditetapkan dengan UU Republik Indonesia No.13
Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu terbagi atas:
I. Kabupaten Dati II Luwu dengan batas [[Saluampak]] [[Kec. Lamasi]] dengan batas Kabupaten Wajo dan Kabupaten
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
II. Kabupaten [[Luwu Utara]] dengan batas Saluampak Kec. Sabbang sampai dengan batas Propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19 Kecamatan, yaitu:
III. Kota Palopo adalah salah saatu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus kota administratif yang berlaku sejak 1986 berubah menjadi kota otonom sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2002 tanggal [[10 April]] [[2002]]. Kota ini memiliki luass wilayah 155,19 Km2 dan berpenduduk sejumlah 120.748 jiwa dan dengan jumlah Kecamatan:
▲# Kecamatan Wara Utara
IV. Kabupaten [[Luwu Timur]] adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu Utara yang disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal [[25 Februari]] [[2003]]. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km2, dengan Kecamatan masing-masing:
Setelah
* Luas Wilayah Kabupaten Luwu adalah 3.092,58 km2
|