Ibrahim Tunggul Wulung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
PT67Tunggul (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
PT67Tunggul (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 4:
==Riwayat Hidup==
Riwayat hidup Kiai Ibrahim Tunggul Wulung sangatlah ruwet dan sulit untuk dipastikan. Hal tersebut dikarenakan jumlah sumber tertulis sangat sedikit dan dari sumber yang sedikit tersebut sangatlah sulit untuk membedakan mana fakta dan legenda. J.D. Wolterbeek dalam bukunya yang berjudul ''Babad Zending ing Tanah Jawi'' menggambarkan sosok Tunggul Wulung sebagai seorang petapa di [[Gunung Kelud]] yang kemudian melakukan pekabran Injil di desa-desa dekat [[Malang]].<ref name="Wolterbeek">{{Jv}} J.D. Wolterbeek. 1939. Babad Zending ing Tanah Jawi. Purwokerto: De Boer. hlm. 44-45.</ref> Wolterbeek tidak banyak menyinggung mengenai asal-usul Tunggul Wulung tetapi lebih banyak menekankan pada gambaran masyarakat mengenai sosok Tunggul Wulung sebagai seorang yang bertubuh tinggi, sorotan mata yang tajam, dapat melihat batin seseorang, berwatak kesatria dan memiliki janggut yang panjangnya sampai ke perut.<ref name="Wolterbeek"/> Wolterbeek sendiri tidak dapat memastikan kebenaran dari cerita masyarakat tersebut tetapi ia meyakini bahwa kesaksian yang dilakukan oleh Tunggul Wulung telah membuat banyak orang Jawa mengenal Kekristenan.<ref name="Wolterbeek"/> Gambaran fisik yang dicatat oleh Wolterbeek tersebut diperkuat oleh S.E. Harthoorn yang menyebutkan bahwa Kiai Tunggul Wulung adalah orang yang sungguh tampak luar biasa, memiliki tubuh yang tinggi dan ramping, wajahnya tampan, pandangan tajam, berhidung mancung, orangnya kuat dan pemberani.<ref name="van Akkeren">{{id}} Philip van Akkeren. 1994. Dewi Sri dan Kristus: Sebuah Kajian tentang Gereja Pribumi di Jawa Timur. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 209</ref> Informasi lain dicatat oleh Dr. Th. van den End yang menyatakan bahwa Tunggul Wulung berasal dari daerah [[Juwono]] (dekat [[Gunung Muria]]) dan bernama asli Kiai Ngabdullah.<ref name="van den End"> Th. van den End. 1996. Ragi Carita I: Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 206.</ref> Ketika itu, akibat keadaan ekonomi yang sulit di daerah tersebut maka Kiai Ngabdullah berpindah dan menjadi seorang petapa di lereng Gunung Kelud.<ref name="van den End"/> Th. van den End juga mencatat bahwa Kiai Ngabdullah dipandang orang sebagai penjelmaan seorang tokoh pada masa pemerintahan [[Jayabaya|Raja Jayabaya]], yaitu seorang [[jenderal]] yang bernama Tunggul Wulung.<ref name="van den End"/> Di dalam laporan-laporan Residen [[Jepara]], dikatakan bahwa Ngabdullah adalah seorang petani yang dilahirkan di [[Kawedanan]] Juwono pada permulaan abad XIX.<ref name="Guillot"> C. Guillot. 1985. Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa. Jakarta: Grafiti Pers. hlm. 42.</ref> Menurut tradisi lisan yang beredar di sekitar Muria, Kiai Tunggul Wulung adalah anak seorang selir Raden Ngabehi Atmasudirdja (
==Kondisi Masyarakat Jawa pada Awal Abad XIX==
|