SMA Negeri 2 Surabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 32:
Setelah kemerdekaan sekolah ini masih menggunakan nama HBS dan direkturnya tetap orang Belanda yaitu P.J Velson yang menjabat direktur pada tahun 1944-1948, setahun kemudian diserahkan kepada B.J Pieters. Pada tanggal 1 Agustus 1950 telah terjadi serah terima direktur sekolah dari B.J Pieters kepada Marakamil S.P. Mulai saat itu selalu dipimpin leh bangsa sendiri. Nama sekolah pun berubah menjadi SMA II B Surabaya. Tanggal penyerahan dari belanda kepada bangsa Indonesia dijadikan logo sekolah tersebut.
 
Penyerahan sekolah dari pihak Belanda ke Pribumi, bukanlah kesadaran penuh pihak Belanda namun harus melalui perebutan. Untuk jelasnya berikut ini penuturan Bapak Samadi : " Setelah penyerahan kedaulatan HBS dipindah ke Jalan Genteng Kali 33. Di Jalan Wijaya Kusuma pemerintah telah menyiapkan untuk mendirikan sekolah negeri yang pertama, yaitu SMA Negeri 1. SMA Dr. Soetomo ( SMA Partikelir ) yang tidak terletak di Jalan Wijaya Kusuma dipindah ke Jalan Wijaya Kusuma untuk dijadikan sekolah negeri. Kedua sekolah tersebut berebut untuk mendapatkan sebutan SMA Negeri 1. Guna menghindari perebutan tersebut, maka didirikan SMA Negeri A dan SMA Negeri B. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 50-an. Guru Kimia di SMA B adalah Ibu Almini dan Ibu Harsini"
 
Murid-murid yang tidak berbakat eksakta dimasukkan keSMA Negeri bagian A, sedang yang berbakat eksakta dimasukkan ke SMA Negeri bagian B. Selanjutnya menjadi SMA Negeri IA ( SMA Negeri 1 ) dan SMA Negeri IIB ( SMA Negeri 2 ). Guru-guru yang mengajar sebagian dipinjam dari sekolah-sekolah yang lebih dulu ada. bahkan ada juga mahasiswa yang menjadi guru.
 
Pada masa kepemimpinan Bapak Samadi ( 1957-1964 ), SMA II B Surabaya dibagi menjadi SMA II B Surabaya dan SMA V B Surabaya. Sewaktu dipecah SMA II B, Guru Kimianya Ibu Almini yang juga gurunya Wapres RI Jendral Try Soetrisno dan Ibu Harsini menjadi Guru Kimianya SMA V B. Dasar pemikiran sekolah ini dibagi dua karena jumlahnya yang terlalu besar, sebab setiap tingkat terdiri atas delapan kelas. Berarti keseluruhannya 24 kelas untuk seluruh tingkat. Tentu saja saat itu merupakan sekolah yang besar. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1957.
 
Bapak Markaeni adalah Kepala Sekolah urutan ketiga di alam kemerdekaan. Beliau memimpin SMA Negeri II B Surabaya sejak tahun 1964-1980. Ketika kurikulum baru pada tahun 1964 mulai dilaksanakan, nama sekolah pun berubah menjadi SMA Negeri 2 Surabaya. Jurusan menjadi tiga, yaitu Pasti Alam, Sosial, dan Budaya. Karena jumlah siswa semakin meningkat maka pada tahun 1968 sebagian siswa masuk siang hari. Untuk memenuhi kebutuhan tempat belajar siswa, maka dibangun tiga lokal kelas baru dan satu ruang untuk laboratorium gabungan untuk mata pelajaran Biologi, Kimia, dan Fisika.