Sultan Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 115:
<td align="center" bgcolor="#DDEEFF">[[1825]]-[[1857]]</td>
<td bgcolor="#DDEEFF">[[Adam dari Banjar|Sultan Adam Al-Watsiq Billah]] bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah</font></small></small></td>
<td bgcolor="#DDEEFF">* Baginda mendapat gelar [[Sultan Muda]] sejak tahun [[1782]], selanjutnya ia menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Banjar. PemerintahannyaIa dibantu adiknya Pangeran Husin bergelar [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] sebagai mangkubumi. Setelah wafatnya [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] maka putera kedua Sultan Adam yaitu Pangeran Noh dilantik sebagai mangkubumi dengan gelar [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] sebagaioleh mangkubumi yang dilantik Belanda pada [[1842]], sedangkan putera sulung yaitu Pangeran Ratu dilantik sebagai Sultan Muda dengan gelar Sultan Muda Abdul Rahman<ref>{{id}} Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; ''[[Pangeran Antasari]]'', Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993</ref>,Ketika dan Pangeran Abdur Rahman sebagaimangkat Sultan Muda. Ketika mangkatnyaAdam terjadi krisis suksesi dengan tiga kandidat penggantinya yaitu Pangeran Prabu Anom, Pangeran Tamjidullah II dan Pangeran Hidayatullah II, Belanda sebelumnya sudah mengangkat [[Tamjidullah II]] sebagai [[Sultan Muda]] sejak [[8 Agustus]] [[1852]] juga merangkap jabatan mangkubumi dan kemudian menetapkannya sebagai sultan Banjar, sehari kemudian Tamjidullah II menandatangani surat pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri [[Pangeran Prabu Anom]] yang diasingkan ke Bandung pada [[23 Februari]] [[1858]]. Tahun 1853 Sultan Adam sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (calon Sultan) dibatalkan. Sebagai tandingan Sultan Muda Tamjidullah, tahun 1855 Sultan Adam melantik puteranya Pangeran Prabu Anom (adik almarhum Sultan Muda Abdul Rahman) sebagai [[Raja Muda]]. Kemudian Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya [[Hidayatullah II]] sebagai Sultan Banjar penggantinya dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, surat wasiat inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan dan rakyat Banjar terhadap kolonial Hindia Belanda<ref>[http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&pg=PA275#v=onepage&q=balangan&f=true {{id}} Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107]</ref> </td>
</tr>
<tr>