Nano Suratno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Merapikan
k Merapikan
Baris 8:
|imagesize=280px
|influences = [[Mang Koko]]
|spouse=Dheniarsah
|knownfor=[[karawitan]] [[sunda]] [[kesenian sunda]] [[seniman]] [[budayawan]]
|occupation =* Staf pengajar [[SMPN 1 Bandung]] (1965-1970)
Baris 31 ⟶ 32:
 
== Kehidupan Awal ==
Nano Suratno lahir di Pasar Kemis, Tarogong, Garut, Jawa Barat, pada 4 April 1944. Sejak umur lima tahun sudah dibawa mengadu nasib ke Bandung. Kedua orang-tuanya, Iyan S dan Nyi Nonoh termasuk keluarga pecinta seni, walaupun sehari-harinya sebagai wiraswastawan. Di lingkungan keluarga, sejak kecil Nano dianggap memiliki kemampuan menyanyi yang diwarisi dari kakek dan buyutnya yang juga dalang wayang. <ref name="NanoS">{{cite web|url=http://latitudes.nu/nano-suratno-father-of-sundanese-music/|title=Nano Suratno: Father of Sundanese Music|authors=Patrick Durkan|publisher=latitudes.nu|date=October 1, 2011|accessdate=17 September 2015}}</ref> Ketika masih di bangku Sekolah Dasar ia sering diminta memperlihatkan kemahirannya dalam pertemuan-pertemuan keluarga.
 
Kelebihan ini yang mendorong kakaknya menganjurkan agar sang adik memasuki konservatori. Karena minatnya yang besar kepada musik karawitan, setelah lulus SMP, ia melanjutkan ke Konservatori Karawitan (Kokar) di Bandung (1961). Setelah tamat, ia mengajar di SMPN 1 Bandung (1965-1970) kemudian pindah ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) (1970-1995) dimana dia pernah menjabat Ketua Jurusan Karawitan dan Wakil Kepala SMKI. Beberapa tahun kemudian melanjutkan kuliah ke Akademi Seni Tari (ASTI) Bandung dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Jurusan Karawitan Sunda, sampai selesai.
Baris 39 ⟶ 40:
== Karir ==
=== Karir bermusik ===
Nano mulai mencipta lagu sejak tahun 1963 sampai akhir hayatnya dengan kumpulan hampir seratusduaratus album. <ref name="NanoS"/> Tahun 1964, ia bergabung dengan kelompok Ganda Mekar pimpinan Mang Koko, namun beberapa tahun kemudian mendirikan kelompok sendiri yang diberi nama Gentra Madya (1972). Banyak menciptakan lagu karawitan Sunda, di awal masih memperlihatkan pengaruh gurunya, Mang Koko, tetapi kemudian mulai memperlihatkan cirinya sendiri. Ia juga menyusun buku kawih untuk bahan pelajaran di sekolah menengah dengan judul ''Haleuang Tandang'' (1976).
 
Jika Mang Koko, gurunya, mempunyai komposisi Sunda dan Belanda juga mengkritik berbagai ketidakberesan dalam masyarakat, Nano juga, tetapi di samping itu seakan-akan mentertawakan diri sendiri, yang sering terjebak dalam situasi yang lucu. Cara ini dibawakannya dalam pergelaran yang disebut ''prakpilingkung'' (keprak, kacapi, suling, angklung). Hasilnya, pada Festival Komponis Muda Indonesia I yang diselenggarakan oleh [[Dewan Kesenian Jakarta]] (1979), komposisinya, ''Sang Kuriang,'' mendapat perhatian sebagai komposisi yang sarat dengan kekuatan akar etnis karawitan Sunda yang penuh inovasi pengembangan.
 
SuksesNano pun sukses dalam pagelaran Karawitankarawitan ''Gending Sangkuriang'' di Festival Komponis Muda yang diselenggarakan di [[Taman Ismail Marzuki]] tahun [[1979]] diapresiasi dengan pujian positif. Ia juga dikenal sebagai penulis sajak dan cerita pendek berbahasa Sunda. Karyanya pernah di muat dalam majalah [[Mangle]], [[Hanjuang]], dan lainnya. Cerita pendeknya dikumpulkan dengan judul ''Nu Baralik Manggung'' (Yang pulang sehabis pertunjukan). Ia juga menyusun Buku Kawih untuk bahan pelajaran di Sekolah Menengah dengan judul ''Haleuang Tandang'' (1976).
Popularitasnya semakin menanjak setelah album-album rekaman kasetnya banyak diminati oleh masyarakat, diantaranya ''Kalangkang'' (''Bayangan,'' 1989), lewat suara Nining Maeda yang sekaligus mengorbitkan nama penyanyi itu, ''Kalangkang'' dalam versi pop Sunda meraih penghargaan BASF Award (1989), dan setahun kemudian meraih penghargaan HDX Award yang terjual dua juta kopi. <ref name="Nano"/>
1979, Nano membuat komposisi ''Umbul-Umbul'' yang ditayangkan pada televisi nasional dengan membawa tujuhpuluhlima orang dan memainkan limabelas ragam komposisi musik Sunda. <ref name="NanoS"/>
 
=== Prestasi ===
Tiga tahun kemudian ''Cinta Ketok Magic'' (1992), melalui suara penyanyi dangdut Evie Tamala meledak di pasaran sehingga mendapat HDX Award tingkat Nasional. Meskipun lagu-lagu ciptaannya berjenis karawitan, namun dengan cepat memperoleh penggemar di seluruh Indonesia, bukan hanya dari kalangan orang sunda saja, apalagi setelah lagu-lagu itu dijadikan pop Sunda. Selain itu, Ia juga membuat lagu untuk Gending Karesmen bersama Wahyu Wibisana, Raf, dan lainnya. Gending Karesmen ciptaannya antara lain ''Deugdeug Pati Jaya Perang'', ''Raja Kecit'', ''1 Syawal di Alam Kubur'', ''Perang'', dan sebagainya.
Pada tahun 1980 salah satu karyanya, yaitu ''Karawitan Gending Sangkuriang'' pernah disertakan di  Festival Musik Internasional di Taiwan. Nano pernah mendapat beasiswa fellowship dari The Japan Foundation selama setahun di Tokyo National University of Fine Arts and Music, <ref name="NanoS"/>Universitas Kesenian Tokyo, untuk mempelajari perbandingan [[tangga nada Sunda]] dan Jepang, terutama antara alam musik [[Kacapi|Kecapi]] dan Koto. Selain itu, ia juga belajar meniup ''Sakuhachi'' dan memetik Shamisen, yang kemudian membuat kolaborasi alat-alat itu pada ciptaannya dan membuat beberapa lagu karawitan Sunda yang berbahasa Jepang, diantaranya ''Katakana Hiragana Uta, Ueno Koen'' dan ''D'enshano Uta'' (1981-1982).
 
Pada bulan Oktober 1999, di Jepang, ia memainkan lagu ciptaannya yang berjudul “''Hiroshima''“, yang dibuat khusus untuk memenuhi permintaan Wali Kota Hiroshima yang mengenalnya sebagai pencipta lagu. Selain itu, ia diundang oleh departemen musik Universitas Santa Cruz untuk mengajar dan membuat pergelaran dalam ''Spring Performance'' (1990). Popularitasnya semakin menanjak setelah album-album rekaman kasetnya banyak diminati oleh masyarakat, diantaranya ''Kalangkang'' (''Bayangan,'' 1989), lewat suara [[Nining MaedaMaida]] yang sekaligus mengorbitkan nama penyanyi itu, ''Kalangkang'' dalam versi pop Sunda yang dipopulerkan [[Detty Kurnia]] meraih penghargaan BASF Award (1989), dan setahun kemudian meraih penghargaan HDX Award yang terjual dua juta kopi. <ref name="Nano"/>
Sukses dalam pagelaran Karawitan Gending Sangkuriang di Festival Komponis Muda yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki tahun 1979 diapresiasi dengan pujian positif. Ia juga dikenal sebagai penulis sajak dan cerita pendek berbahasa Sunda. Karyanya pernah di muat dalam majalah Mangle, Hanjuang, dan lainnya. Cerita pendeknya dikumpulkan dengan judul ''Nu Baralik Manggung'' (Yang pulang sehabis pertunjukan). Ia juga menyusun Buku Kawih untuk bahan pelajaran di Sekolah Menengah dengan judul ''Haleuang Tandang'' (1976).
 
=== Prestasi ===
Pada tahun 1980 salah satu karyanya, yaitu Karawitan Gending Sangkuriang pernah disertakan di  Festival Musik Internasional di Taiwan. Nano pernah mendapat beasiswa fellowship dari The Japan Foundation selama setahun di Tokyo National University of Fine Arts and Music, Universitas Kesenian Tokyo, untuk mempelajari perbandingan [[tangga nada Sunda]] dan Jepang, terutama antara alam musik [[Kacapi|Kecapi]] dan Koto. Selain itu, ia juga belajar meniup ''Sakuhachi'' dan memetik Shamisen, yang kemudian membuat kolaborasi alat-alat itu pada ciptaannya dan membuat beberapa lagu karawitan Sunda yang berbahasa Jepang, diantaranya ''Katakana Hiragana Uta, Ueno Koen'' dan ''D'enshano Uta'' (1981-1982).
 
Tiga tahun kemudian ''Cinta Ketok Magic'' (1992), melalui suara penyanyi dangdut [[Evie Tamala]] meledak di pasaran sehingga mendapat HDX Award tingkat Nasional. Meskipun lagu-lagu ciptaannya berjenis karawitan, namun dengan cepat memperoleh penggemar di seluruh Indonesia, bukan hanya dari kalangan orang sundaSunda saja, apalagi setelah lagu-lagu itu dijadikan pop Sunda. Selain itu, Ia juga membuat lagu untuk ''Gending Karesmen'' bersama [[Wahyu Wibisana]], Raf[[Rahmatullah Ading Affandie]], dan lainnya. ''Gending Karesmen'' ciptaannya antara lain ''Deugdeug Pati Jaya Perang'', ''Raja Kecit'', ''1 Syawal di Alam Kubur'', ''Perang'', dan sebagainya.
Pada bulan Oktober 1999, di Jepang, ia memainkan lagu ciptaannya yang berjudul “''Hiroshima''“, yang dibuat khusus untuk memenuhi permintaan Wali Kota Hiroshima yang mengenalnya sebagai pencipta lagu. Selain itu, ia diundang oleh departemen musik Universitas Santa Cruz untuk mengajar dan membuat pergelaran dalam ''Spring Performance'' (1990).
 
Profesionalismenya dalam dalam kesenian Sunda semakin terbukti ketika ia di minta oleh ''Min on'' ''impresario'', sebuah kelompok kesenian Jepang yang besar, untuk mengadakan pertunjukan kesenian Sunda di berbagai kota seluruh Jepang selama empatpuluh hari dengan duapuluhdua kali pertunjukan. Pertunjukan ini mendapat sambutan antusias karena keindahan yang ditampilkan dengan disiplin yang tinggi (1988). Pertunjukan itu diminta untuk diulang berkali-kali tampil di kota lainnya. Negara-negara yang pernah dikunjunginya untuk mengadakan pertunjukan antara lain Jepang, Hongkong, Philipina, Belanda, Australia, Amerika Serikat, dan sebagainya.