Hasan Mustapa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
k Merapikan. |
||
Baris 114:
| doi =
| accessdate =29 September 2015}}</ref>]]
Ayahnya, [[Mas Sastramanggala]], setelah naik haji disebut [[Haji Usman]],
Guru-gurunya di tanah air, antara lain [[Kiai Haji Hasan Basri]] ([[Kiara Koneng]], [[Garut]]), [[Kiai Haji Yahya]] (Garut), [[Kiai Abdul Hasan]] ([[Tanjungsari, Sumedang|Tanjungsari]], [[Sumedang]]), [[Kiai Muhamad]] ([[Cibunut]], [[Garut]]), [[Muhamad Ijra'i]] (murid [[Kiai Abdulkadir]], [[Dasarema]], [[Surabaya]]) dan [[Kiai Khalil]] ([[Bangkalan]], [[Madura]]). Setelah menikah dan beranak satu, sekitar [[1880]], ia berangkat lagi dengan anak istrinya ke Mekkah untuk belajar lebih jauh. Guru-gurunya di Mekah antara lain [[Syekh Muhamad]], [[Syekh Abdulhamid Dagastani]] atau Sarawani, [[Syekh Ali Rahbani]], [[Syekh Umar Syami]], [[Syekh Mustafa al-Afifi]], [[Sayid Abubakar al-Sathahasbulah]], [[Syekh Nawawi Al-Bantani]], [[Abdullah Al-Zawawi]], dan lain lain. Pada waktu itu, Hasan Mustapa sendiri sudah mengajar di [[Masjidil Haram]].
Menurut Dr. [[Christiaan Snouck Hurgronje]] yang berkenalan dengannya di Mekkah, Hasan Mustapa diikuti oleh beberapa lusin murid setiap kali ia mengajar. Menurut [[Abubakar Djajadiningrat]] yang memberikan bahan-bahan sumber kepada Snouck Hurgronje, dalam naskah yang bertitimangsa
Tahun [[1889]] ia diajak oleh
Hasan Mustapa dianggap sebagai orang yang benar-benar ahli tentang adat-istiadat [[Sunda]], sehingga kemudian ia diminta menulis buku tentang hal itu
Selain itu Hasan Mustapa menulis naskah dalam bahasa melayu ''Kasful Sarair Fihakikati Aceh wa Fidir'' (Buku Rahasia sebetulnya Aceh dan Fidi) yang sampai sekarang naskahnya tersimpan di perpustakaan [[Universitas Leiden]]. Tahun [[1895]], Hasan Mustapa dipindahkan dan diangkat menjadi Penghulu Besar Bandung sampai pensiun ([[1918]]). Selama menjadi penghulu besar di Bandung sampai setelah pensiun ia banyak menulis karangan dalam bahasa Sunda dan juga dalam bahasa Jawa, baik berupa prosa maupun puisi. Tapi kecuali bukunya tentang adat Sunda dan kemudian beberapa buku kecil yang disunting oleh [[Wangsaatmadja]] (yang antara [[1923]]-[[1930]] menjadi sekretarisnya), kebanyakan karyanya tidak pernah diterbitkan sebagai buku. Saluran yang dipakainya untuk menyebarkannya adalah saluran naskah Islam tradisional, yaitu dengan melalui saling salin. Sekretarisnya di Kantor Kepenghuluan Wangsadireja membuat salinan karangan-karangannya itu untuk dikirimkan kepada
Sekitar tahun [[1900]] ia menulis lebih dari 10.000 bait ''[[Dangding]]'' yang mutunya dianggap sangat tinggi oleh para pengeritik sastra Sunda, umumnya membahas masalah ''[[Suluk]]'', terutama membahas hubungan antara hamba (kaula) dengan Tuhan (Gusti). Metafora yang sering yang sering digunakannya untuk menggambarkan hubungan itu ialah seperti rebung dengan bambu, seperti pohon aren dengan ''caruluk'' (bahan aren), yang menyebabkan sebagian ulama menuduhnya pengikut mazhab [[Wihdatul Wujud|''Wihdatul Wujud'']]. Terhadap tuduhan itu, ia sempat membuat bantahan ''Injazu'l-Wa'd,fi ithfa-I- r-Ra'd'' (membalas kontan sekalian membekap guntur menyambar) dalam bahasa Arab yang salah satu salinan naskahnya masih tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden.
== Pranala luar ==
|