Perang Tiongkok–Jepang Kedua: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Evan M (bicara | kontrib)
Latar belakang: pembenaran pranaal
Baris 43:
[[Berkas:Mukden 1931 japan shenyang.jpg|thumb|right|250px|Tentara Jepang memasuki [[Shenyang]] selama [[Insiden Mukden]].]]
 
Walaupun demikian, sejumlah pertempuran antara Tiongkok dan Jepang terus berlanjut karena meningkatnya [[nasionalisme Tiongkok]], dan untuk memenuhi salah satu tujuan dari [[Tiga Prinsip Rakyat]], yaitu untuk mengeluarkan Tiongkok dari imperialisme asing. Bagaimanapun, [[Ekspedisi Utara]] hanya mampu menyatukan Tiongkok secara nama saja, dan perang saudara pecah di antara para mantan pemimpin militer dan faksi saingan, Kuomintang. Sebagai tambahan lagi, [[Partai Komunis Tiongkok|para komunis Tiongkok]] memberontak terhadap pemerintah pusat setelah melakukan pembersihan terhadap anggotanya. Karena situasi-situasi demikian, pemerintahan pusat Tiongkok mengalihkan banyak perhatian pada perang-perang saudara dan mengikuti kebijakan "pendamaian internal didahulukan sebelum melawan pihak asing". Situasi ini memberikan kesempatan yang mudah bagi Jepang untuk melanjutkan agresinya. Pada tahun 1931, Jepang [[Invasi terhadapJepang ke Manchuria|menginvasi]] [[Manchuria]] segera setelah [[Insiden Mukden]]. Setelah bertempur selama lima bulan, pada tahun 1932, [[negara boneka]] [[Manchukuo]] dibentuk dengan kaisar terakhir Tiongkok, [[Puyi]], diangkat sebagai kepala negara. Tidak bisa menantang Jepang secara langsung, Tiongkok meminta bantuan kepada [[Liga Bangsa]]. Investigasi liga ini menerbitkan [[Laporan Lytton]], yang mengutuk Jepang karena telah menyerang Manchuria, dan mengakibatkan Jepang mengundurkan diri dari Liga Bangsa. Sejak akhir tahun 1920-an dan selama tahun 1930-an, ketenangan adalah dasar dari komunitas internasional dan tidak ada satu negara pun yang ingin menunjukkan pendirian secara aktif, melainkan hanya mengeluarkan kecaman-kecaman kecil. Jepang menganggap Manchuria sebagai sebuah sumber [[bahan baku]] yang tidak terbatas dan juga sebagai sebuah negara penyangga terhadap ancaman [[Uni Soviet]].
 
Konflik yang terjadi menyusul Insiden Mukden tidak terhenti. Pada tahun 1932, tentara Tiongkok dan Jepang bertempur dalam sebuah pertempuran singkat pada [[Insiden 28 Januari]] di [[Shanghai]]. Pertempuran ini menghasilkan demiliterisasi Shanghai, yang melarang Tiongkok untuk menempatkan tentara di kota mereka sendiri. Di Manchukuo, terdapat sebuah [[Perdamaian Manchukuo|kampanye yang sedang berlangsung]] untuk mengalahkan [[Tentara Sukarelawan Anti-Jepang|tentara sukarelawan]] yang bangkit karena kekecewaan terhadap kebijakan yang tidak menentang Jepang. Pada tahun 1933, Jepang menyerang wilayah [[Tembok Besar]], dan setelah itu, [[Gencatan Senjata Tanggu]] ditandatangani, yang memberi Jepang kendali atas provinsi [[Rehe]] dan sebuah zona demiliterisasi antara Tembok Besar dan wilayah Beiping-Tianjin. Jepang bertujuan untuk membuat wilayah penyangga yang lain, kali ini antara Manchukuo dan pemerintah Nasionalis Tiongkok yang saat itu beribukota di [[Nanjing]].