Ketika Mas Gagah Pergi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andira PA (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{Infobox Film | movie_name = Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) | image = | image_size = 230px | caption = poster film | director = | produ...'
Tag: tanpa kategori [ * ]
 
Andira PA (bicara | kontrib)
Baris 33:
Gita penyuka puisi yang tomboy, selalu bangga pada Mas Gagah, abang yang menurutnya nyaris sempurna. Gagah tampan, cerdas, modern dan selalu menjalankan sholat tepat waktu. Sejak Ayah mereka meninggal, Gagah sembari kuliah, membantu Mama jadi tulang punggung keluarga.
Untuk keperluan kuliahnya, Gagah pergi ke Maluku Utara, membantu dosen pembimbing skripsinya menyempurnakan konsep pembangunan menara pemancar di sana. Gagah sempat hilang kontak, saat ia masuk ke wilayah pedalaman dan mengalami kecelakaan. Gita dan Mama sempat panik, tapi reda setelah komunikasi dengan Gagah pulih kembali.
 
Akibat kecelakaan, Gagah dirawat oleh Kyai Ghufron, pemimpin pesantren yang bersahaja dan sangat dihormati di wilayah Maluku Utara. Gagah takjub dengan kehidupan yang dijalani Kyai Ghufron dan merasakan pancaran kharismatiknya
Selama Gagah pergi, Gita beberapa kali bertemu sosok misterius di jalan, tepatnya di bus, kereta api dan tempat-tempat lainnya. Sosok ini masih muda. Ia gemar mengajak orang-orang pada kebaikan, mencerahkan dan menguatkan setiap orang yang ia temui, termasuk di area pemukiman warga yang terkena musibah dan selalu menjadi orang yang paling dulu membantu mereka yang membutuhkan.
 
Sosok yang kemudian dikenal sebagai Yudi ini melakukan aksinya dengan enerjik, kadang kocak menghibur, menyentuh dan membawa perenungan, namun selalu menolak pemberian uang. Gita penasaran tapi ia tak merasa perlu untuk tahu lebih lanjut tentang Yudi.
Setelah dua bulan di Maluku Utara, akhirnya Gagah kembali ke rumah. Betapa terkejutnya Gita karena Gagah berubah sama sekali. Gagah kini terlihat sangat bersemangat menjalankan ajaran Islam, dan kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah-perintah agama. Gita sebal. Pada matanya, Gagah terlihat norak dan fanatik. Ia mulai “memusuhi” Gagah.
Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha dekat dengan Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu untuk lebih mengenal keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu cinta,” adalah hal yang selalu disampaikan Gagah pada Gita.
 
Gita juga bertambah syok karena sahabatnya Tika, kemudian memakai jilbab dan menasehatinya, persis seperti Mas Gagah. Tika memutuskan berjilbab karena salut dengan keteladanan kakak sepupunya; Nadia yang justru mengenakan jilbab saat kuliah di Amerika Serikat.
Ceramah-ceramah Yudi yang sederhana dan mengena, keberadaan Tika serta Nadia, perlahan turut menggugah kesadaran Gita agar berbaikan kembali dengan abangnya. Gita mulai mau mendengarkan Gagah dan jalan bareng lagi. Gita juga senang diajak Gagah ke “Rumah Cinta”, rumah singgah penuh buku yang pelan-pelan dibangun Gagah untuk anak-anak dhuafa di pinggiran Jakarta. Di sana ia menikmati persahabatan Gagah dengan Urip, Asep dan Ucok, mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat tersebut.
 
Saat kian dekat dengan Gagah, Gita memutuskan akan memberi kejutan pada abangnya tersebut dengan memakai jilbab di hari ulangtahunnya yang ke 18.
Sayang, kerusuhan yang direkayasa oknum preman, menggagalkan niat baiknya itu.