Prijanto: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Mayjen (TNI) Purn Prijanto''' ([[Ngawi]], [[26 Mei]] [[1951]]) adalah seorang tokoh [[TNI]]. Jabatan terakhirnya adalah Aster KASAD dengan pangkat [[Mayor Jendral]].Dibalik kebersahajaan seorang Prijanto,
Prijanto merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara lahir dari pasangan Sumantri Wignjowijandjono dan Sumirah. Sang ayah merupakan seorang guru agama Islam di Ngawi serta merupakan pegawai kantor Pendidikan Agama di Karesidenan Madiun.
Prijanto kecil dikenal sebagai anak yang pandai bergaul dan memiliki banyak teman, namun untuk menjaga dari hal-hal negatif orangtuanya terus membekali Prijanto dengan ilmu agama.
Sebagai seorang guru agama, ayahanda Prijanto bahkan turun langsung menggembleng anak-anaknya dengan selalu menggelar pengajian di rumah. "Kadang-kadang pengajiannya dilakukan dirumah, kadang di rumah tetangga. Yah, hitung-hitung sambil membangun silaturahmi dengan lingkungan," ujar Prijanto.
Dalam pengajian itu, Prijanto kecil juga mengajak serta teman-teman bermainnya untuk bersama-sama menimba ilmu agama dari sang guru yang notabene adalah ayahnya sendiri. "Sejak kecil ayah saya selalu menanamkan bahwa dalam hidup ini bekal paling penting adalah agama. Ini mutlak dan perlu. Tidak bisa ditawar-tawar," jelas pria yang pensiun dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal TNI itu.
Hingga saat ini, lanjut Prijanto, dirinya tetap berusaha istiqomah dan tetap berusaha konsisten mengikuti aturan agama. "Ketika ada godaan untuk sedikit menyimpang, saya ingat Firman Allah dalam surat Yasin ayat 12. Dalam surat itu kita diingatkan bahwa setelah kita dimatikan Allah SWT, maka nanti kita akan dihidupkan dan diminta pertanggungjawabannya atas perilaku ketika kita masih di dunia. Disana kita tidak akan mungkin menutup-nutupi segala sesuatu karena Allah pasti melihat dan mencatat segala perilaku kita semasa hidup. Inilah yang saya tanamkan juga kepada anak-anak serta prajurit saya di lapangan," terang Prijanto.
Beberapa teman satu SMA menuturkan, sosok Prijanto merupakan pribadi yang sederhana, namun juga sangat dermawan. "Pandai bergaul dan tidak pilih-pilih teman. Dia bergaul dengan semua kalangan," ujar Dr Ir Kardono, sahabat dekat Prijanto semasa di bangku SMA Negeri I Ngawi, Jawa Timur.
Dikisahkannya, Prijanto di mata para sahabat adalah sosok yang sempurna. "Dia agamis, bisa bergaul pintar, jujur dan polos. Kita dulu lima sekawan seringkali jalan-jalan. Tapi dulu kalau kita jalan-jalan selalu naik sepeda, bahkan dari Ngawi sampai ke Surabaya kita pernah tempuh bareng," kenang Kardono yang kini bekerja di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Soal nilai pelajaran di sekolah, Prijanto cukup pintar dan berprestasi walaupun bukan menjadi peringkat pertama. Prijanto muda, menurut sahabat karibnya itu, dikenal sangat menguasai mata pelajaran ilmu ukur. ruang. "Menjelang kelulusan, Prijanto sempat bercerita dirinya ingin masuk sekolah militer, namun orangtuanya berharap agar dirinya tidak jadi tentara. Karena itu ia masuk kampus IKIP," cerita Kardono.
Walau demikian, Prijanto diam-diam tetap berusaha untuk bisa kuliah di Akademi Militer. Menurutnya, menjadi seorang prajurit merupakan sebuah kebanggaan setiap anak muda saat itu. "Apalagi saya lihat kakak-kakak saya banyak yang jadi tentara, ada di Angkatan Darat dan Angkatan Laut," beber mantan Asisten Teritorial Mabes TNI Angkatan Darat itu.
Namun demi menghormati harapan sang ayah yang ingin tidak semua anaknya 'lari' ke militer, maka selepas SMA, Prijanto melanjutkan kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang Fakultas Keguruan Eksakta pada tahun 1970.
Belum tuntas menyelesaikan pendidikan di kampus calon guru itu, angan-angan Prijanto untuk menjadi seorang tentara justru makin menggebu. Akhirnya tahun 1972 Prijanto pindah ke AKABRI dan selesai pada tahun 1975.
Biasa hidup bebas dalam lingkungan perkuliahan di IKIP, pertama kali menjalani pendidikan kemiliteran Prijanto mengaku kaget. Ketatnya aturan dan disiplin yang tinggi menjadi alasan kekagetannya. "Untung sejak kecil orangtua telah menanamkan kedisiplinan sehingga saya cepat bisa beradaptasi," imbuh suami Widyastuti itu. Prijanto terpilih sebagai wakil gubernur [[Jakarta|DKI Jakarta]] mendampingi [[Fauzi Bowo]] pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah DKI Jakarta 2007. Prijanto pernah terlibat aktif dalam [[Operasi Seroja]] di [[Timor Timur]] pada tahun 1978.
==Pendidikan==
|