Abdul Halim dari Majalengka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Referensi: minor cosmetic change
Syusuf2016 (bicara | kontrib)
k perbaikan dan pengembagan. Htrnuhun
Baris 2:
:''Untuk mantan Perdana Menteri [[Indonesia]] dengan nama yang sama, lihat: [[Abdul Halim]].''
 
'''Abdul Halim''', lebih dikenal dengan nama '''K.H. Abdul Halim Majalengka''' (lahir [[26 Juni]] [[1887]], di [[Desa Ciborelang]], [[Kecamatan Jatiwangi]], [[Kabupaten Majalengka]], [[Jawa Barat]] - meninggal [[7 Mei]] [[1962]], di Majalengka pada umur 75 tahun) adalah salah seorang [[tokoh]] [[pergerakan nasional]], tokoh [[organisasi Islam]], dan [[ulama]] yang terkenal toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat antarulama [[tradisional]] dan [[pembaharu]].<ref name="Ensiklopedi"> {{cite book|author=H.M. Bibit Suprapto|title=Ensiklopedi Ulama Nusantara|publisher=Gelegar Media Indonesia|year=2009|id=ISBN 979-980-6611-14-5}} Halaman 20-25.</ref><ref name="Menguak"> {{cite book|author=Asvi Warman Adam|title=Menguak Misteri Sejarah|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=2010|id=ISBN 978-979-709-504-8}} Halaman 47.</ref><ref name="Mengenang"> {{cite book|author=Ajip Rosidi|title=Mengenang hidup orang lain: sejumlah obituari|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|year=2010|id=ISBN 978-979-9102-22-5}} Halaman 187.</ref>. [[Pahlawan Nasional]] berdasarkan Keputusan [[Presiden]] [[Republik Indonesia]] Nomor : 041/TK/Tahun 2008 tanggal [[6 November]] [[2008]].<ref>http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/?p=2055</ref>
 
== Biografi ==
== Kehidupan awal dan pendidikan ==
Kiai Abdul Halim putra K.H. [[Muhammad Iskandar]], lahir dengan nama Otong Syatori..<ref name="www.pondokpesantren.net">[http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=175 www.pondokpesantren.net: K.H. Abdul Halim]. Diakses 13 April 2014</ref><ref name="pelitatangerang"/> Ia merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara dari pasangan K.H. [[Muhammad Iskandar]] dan Hj. Siti Mutmainah.<ref name="pelitatangerang">[http://pelitatangerang.xtgem.com/index/__xtblog_entry/59383-kh-abdul-halim-majalengka?__xtblog_block_id=1 www.pelitatangerang.xtgem.com: K.H. Abdul Halim, Majalengka]. Diakses 13 April 2014</ref> Selain mengasuh pesantren, ayahnya juga seorang [[penghulu]] di [[Kawedanan]], [[Jatiwangi]].<ref name="pelitatangerang"/> Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga [[pesantren]], Kiai Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.<ref name="Ensiklopedi"/> Ayahnya meninggal ketika Kiai Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.<ref name="Ensiklopedi"/> Sejak kecil Kiai Halim tergolong anak yang gemar belajar.<ref name="Ensiklopedi"/> Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.<ref name="Ensiklopedi"/> Ketika berumur 10 tahun Kiai Halim belajar [[al-Qur'an]] dan [[Hadis]] kepada K.H. [[Anwar]], yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.<ref name="Ensiklopedi"/> K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari [[Ranji Wetan]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/> Sebagai penggemar ilmu, Kiai Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran ([[Islam]]) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak.<ref name="Ensiklopedi"/> Hal itu terlihat ketika Kiai Halim belajar [[bahasa Belanda]] dan [[huruf latin]] kepada [[Van Hoeven]], seorang [[pendeta]] dan [[misionaris]] di [[Cideres]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/> Pada umur 21 tahun, Kiai Halim menikah dengan [[Siti Murbiyah]] puteri Kiai [[Ilyas]] ([[Penghulu]] [[Landraad]] Majalengka).<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="pelitatangerang"/> Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Selain mengasuh pesantren, ayahnya juga seorang [[penghulu]] di [[Kawedanan]], [[Jatiwangi]].<ref name="pelitatangerang"/> Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga [[pesantren]], Kiai Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.<ref name="Ensiklopedi"/> Ayahnya meninggal ketika Kiai Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.<ref name="Ensiklopedi"/>
Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah Jawa Barat.<ref name="Ensiklopedi"/> Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Halim adalah :<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Seorang di antara cucunya yang aktif di berbagai organisasi Islam seperti sebagai pengurus [[BP4]] Pusat, <ref>^ http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/menag-pendidikan-pra-nikah-perlu-dijadikan-gerakan-nasional-</ref>, BMOIWI (Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia), GUPPI [[Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam]] adalah Dra. Hj. Dadah Cholidah, M.Pd.I. Dan pernah menjadi Presidium BMOIWI periode [2015-2016]].
 
== Pendidikan ==
Sejak kecil Kiai Halim tergolong anak yang gemar belajar.<ref name="Ensiklopedi"/> Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.<ref name="Ensiklopedi"/> Ketika berumur 10 tahun Kiai Halim belajar [[al-Qur'an]] dan [[Hadis]] kepada K.H. [[Anwar]], yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.<ref name="Ensiklopedi"/> K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari [[Ranji Wetan]], [[Majalengka]].<ref name="Ensiklopedi"/> Sebagai penggemar ilmu, Kiai Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran ([[Islam]]) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak.<ref name="Ensiklopedi"/> Hal itu terlihat ketika Kiai Halim belajar [[bahasa Belanda]] dan [[huruf latin]] kepada [[Van Hoeven]], seorang [[pendeta]] dan [[misionaris]] di [[Cideres]], [[Majalengka]].<ref name="Ensiklopedi"/> Pada umur 21 tahun, Kiai Halim menikah dengan [[Siti Murbiyah]] puteri Kiai [[Ilyas]] ([[Penghulu]] [[Landraad]] [[Majalengka]]).<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="pelitatangerang"/> Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah [[Jawa Barat]].<ref name="Ensiklopedi"/> Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Halim adalah :<ref name="Ensiklopedi"/>
* [[Pesantren Lontang jaya]], [[Penjalinan]], [[Leuimunding]], [[Majalengka]], pimpinan Kiai [[Abdullah]].
* [[Pesantren Bobos]], [[Kecamatan Sumber]], [[Cirebon]], asuhan Kiai [[Sujak]].
Baris 16 ⟶ 23:
 
=== Belajar di Mekah ===
Setelah banyak belajar di beberapa pesantren di Indonesia, Kiai Halim memutuskan untuk pergi ke [[MekahMekkah]] untuk melanjutkan mendalami ilmu-ilmu keislaman.<ref name="Ensiklopedi"/> Di Mekah, Kiai Halim berguru kepada ulama-ulama besar di antaranya Syeikh [[Ahmad Khatib al-Minangkabawi]], seorang ulama asal [[Indonesia]] yang menetap di Mekah dan menjadi ulama besar sekaligus menjadi [[Imam]] di [[Masjidil Haram]].<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="Historiografi"> {{cite book|author=M Saleh Putuhena|title=Historiografi Haji Indonesia|publisher=LKiS|year=2007|id=ISBN 978-979-25-5264-5}} Halaman 372.</ref> Selama menuntut ilmu di Mekah[[Mekkah]], Kiai Halim banyak bergaul dengan K.H. [[Mas Mansur]] yang kelak menjadi Ketua Umum [[Muhammadiyah]] dan K.H. [[Abdul Wahab Hasbullah]] yang merupakan salah seorang pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dan Rais Am Syuriyah (Ketua Umum Dewan Syuro) Pengurus Besar organisasi tersebut setelah Kiai [[Hasyim Asy’ari]] meninggal pada tahun [[1947]].<ref name="Ensiklopedi"/> Kedekatan Kiai Halim terhadap kedua orang sahabatnya yang berbeda latar belakang antara pembaharu dan tradisional inilah yang membuatnya terkenal sebagai ulama yang amat toleran.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Selain belajar langsung kepada Syeikh [[Ahmad Khatib al-Minangkabawi]], Kiai Halim juga mempelajari kitab-kitab para ulama lainnya, seperti kitab karya Syeikh [[Muhammad Abduh]], Syeikh [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridlo]], dan ulama pembaharu lainnya.<ref name="Ensiklopedi"/> Selain itu Kiai Halim juga banyak membaca majalah [[al-Urwatul Wutsqo]] maupun [[al-Manar]] yang membahas tentang pemikiran kedua ulama tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/>.
 
Selain belajar langsung kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Kiai Halim juga mempelajari kitab-kitab para ulama lainnya, seperti kitab karya Syeikh [[Muhammad Abduh]], Syeikh [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridlo]], dan ulama pembaharu lainnya.<ref name="Ensiklopedi"/> Selain itu Kiai Halim juga banyak membaca majalah [[al-Urwatul Wutsqo]] maupun [[al-Manar]] yang membahas tentang pemikiran kedua ulama tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
== Perserikatan Ulama Indonesia ==
Baris 26 ⟶ 34:
Hayatul Qulub (Hayat al-Qulub) yang didirikan tahun [[1912]] tersebut tidak hanya bergerak di bidang [[pendidikan]] saja, melainkan juga masuk ke bidang [[perekonomian]].<ref name="Ensiklopedi"/> Hal ini disebabkan Kiai Halim ingin memajukan lapangan pendidikan sekaligus [[perdagangan]].<ref name="Ensiklopedi"/> Maka anggota organisasinya bukan saja dari kalangan santri, [[guru]], dan [[kiai]], tetapi juga para [[petani]] dan [[pedagang]].<ref name="Ensiklopedi"/> Namun organisasi yang bergerak di bidang dagang tersebut tentu akan mempunyai [[saingan dagang]], khususnya dengan pedagang [[Cina]] yang pada masa itu cenderung lebih berhasil di bidang perdagangan.<ref name="Ensiklopedi"/> Karena [[pemerintah]] [[Hindia Belanda]] lebih banyak membela kepentingan pedagang-pedagang Cina yang diberi status hukum lebih kuat dibanding kelompok [[pribumi]].<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Persaingan tersebut memuncak ketika pemerintah [[Hindia Belanda]] menuduh organisasi Hayatul Qulub sebagai biang kerusuhan dalam peristiwa penyerangan toko-toko milik orang [[Cina]] yang terjadi di [[Majalengka]] pada tahun [[1915]].<ref name="Ensiklopedi"/> Akibatnya pemerintah Hindia Belanda membubarkan Hayatul Qulub dan melarang meneruskan segala kegiatannya.<ref name="Ensiklopedi"/> Setelah dibubarkannya organisasi tersebut, Kiai Halim memutuskan untuk kembali ke Majlis Ilmi untuk tetap menjaga kepentingan perjuangan Islam, terutama dalam bidang pendidikan.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Pada tanggal [[16 Mei]] [[1916]], Kiai Halim secara resmi mendirikan lembaga pendidikan baru yang ia beri nama ''[[Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin]]''.<ref name="Ensiklopedi"/> Lembaga pendidikan ini lebih baik dari sebelumnya, karena Kiai Halim menerapkan sistem [[klasikal]] dengan lama kursus lima tahun dan sistem [[koedukasi]].<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="Historiografi"/> Dan bagi yang sudah mencapai kelas tinggi akan menerima pelajaran [[bahasa Arab]].<ref name="Historiografi"/> Setahun kemudian, [[HOS Cokroaminoto]] memberi dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut, yang akhirnya dikembangkan dan diubah namanya menjadi [[Perserikatan Ulama]] yang lebih dikenal dengan PUI ([[Perserikatan Ulama Indonesia]]).<ref name="Ensiklopedi"/> Perserikatan tersebut meemiliki [[panti asuhan]], [[percetakan]], dan sebuah [[pertenunan]].<ref name="Historiografi"/>.
 
Sekalipun aktif dalam berbagai organisasi itu, Abdul Halim tetap mencurahkan perhatiannya untuk memajukan pendidikan. Hal itu diwujudkannya dengan mendirikan [[Santi Asromo]] pada tahun 1932. Dalam lembaga pendidikan ini, para murid tidak hanya dibekali dengan pengetahuan agama dan pengetahuan umum, tetapi juga dengan keterampilan sesuai dengan bakat anak didik, antara lain pertanian, pertukangan, dan kerajinan tangan.
 
Pada masa awal pendudukan Jepang, beberapa partai dan organisasi politik dibekukan. Organisasi keagamaan yang dibolehkan berdiri hanya Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. PO pun di­bekukan. Namun, Abdul Halim tetap berusaha agar organisasi itu dihidupkan kembali. Barulah pada tahun 1944 usahanya berhasil, tetapi namanya diganti menjadi Perikatan Oemat Islam (POI). Kelak, pada tahun [[1952]], POI mengadakan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan oleh K.H. [[Ahmad Sanusi]] menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) dan Abdul Halim diangkat sebagai ketuanya.
 
Perserikatan Ulama Indonesia memiliki tujuan pokok antara lain:<ref name="Ensiklopedi"/>
Baris 41 ⟶ 53:
# Mendidik pemuda sebagai kader muslim masa mendatang.
# Bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan muslim lainnya demi memajukan Agama Islam.
 
== Pergerakan Nasional ==
Pada masa pendudukan Jepang, Abdul Halim diangkat menjadi anggota Cuo Sangi In (semacam dewan perwakilan). Pada bulan Mei 1945, ia diangkat menjadi anggota [[Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan negara. Dalam [[BPUPKI]] ini Abdul Halim duduk sebagai anggota Panitia Pembelaan Negara.
 
Sesudah [[Republik Indonesia]] berdiri, Abdul Halim diangkat sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah (PB KNID) [[Cirebon]]. Selanjutnya ia aktif membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pada waktu [[Belanda]] melancarkan [[agresi militer kedua]] yang dimulai tanggal [[19 Desember]] [[1948]], Abdul Halim aktif membantu kebutuhan logistik bagi pasukan [[TNI]] dan para gerilyawan. [[Residen]] [[Cirebon]] juga mengangkatnya menjadi [[Bupati]] [[Majalengka]].
 
Sesudah perang kemerdekaan berakhir, Abdul Halim tetap aktif dalam organisasi keagamaan dan membina [[Santi Asromo]]. Namun, seba­gai ulama yang berwawasan kebangsaan dan persatuan, ia menentang gerakan [[Darul Islam]] pimpinan [[Kartosuwiryo]], walaupun ia tinggal di daerah yang dikuasai oleh Darul Islam. la juga merupakan salah seorang tokoh yang menuntut pembubaran [[Negara Pasundan]] ciptaan Belanda.
 
Dalam periode tahun 1950-an Abdul Halim pernah menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] [[Jawa Barat]] dan kemudian menjadi anggota [[Konstituante]].
 
== Meninggalnya ==
K.H. Abdul Halim meninggal [[7 Mei]] [[1962]] dikebumikan di [[Majalengka]].
 
== Penghargaan ==
Atas jasa-jasanya Pemerintah Republik Indonesia, Presiden [[Susilo Bambang Yudoyono]] menganugerahi Gelar [[Pahlawan Nasional]] berdasarkan Keputusan [[Presiden]] [[Republik Indonesia]] Nomor : 041/TK/Tahun 2008 tanggal [[6 November]] [[2008]].<ref>http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/?p=2055</ref>.<ref>https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2</ref>
 
== Referensi ==
Baris 56 ⟶ 83:
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh JawaSunda]]
[[Kategori:Pahlawan Nasional]]