Teungku Ahmad Dewi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{kelayakan}}
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{kelayakan}}
 
Teungku Ahmad Dewi kelahiran Idicut (Aceh Timur) adalah seorang tokoh ulama penda'wah (Da'i), seorang ulama yang berani dengan tegas melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Syariat Islam. Beliau mengharamkan anak-anak Aceh menghafal Pancasila sebelum pandai membaca Alif Ba ta, karena menurut beliau lebih dahulu turun perintah menuntut ilmu Agama daripada mengamalkan Pancasila. Nama Ayahnya Teungku Muhammad Husen, dan Ibunya Dewi kelahiran Peudagee (Sumatera Utara), Beliau mengambil nama belakang daripada nama Ibunya Dewi, sehingga ia lebih dikenal dengan Ahmad Dewi, Kakeknya seorang ulama fiqh ternama Teungku Hasballah yang bergelar Teungku Chik di Meunasah Kumbang. Dari kecil beliau belajar ilmu Agama Islam di Dayah / Pesantren dan terakhir tercatat sebagai santri dari Pesantren Abu Abdul Aziz Samalanga. Beliau pemimpin Pesantren BTM Bantayan Idi Cut (Aceh Timur). Sebagai penda'wah kondang beliau diundang hampir ke setiap pelosok desa yang ada di seluruh Aceh dan dalam da'wahnya selalu berisikan sindiran-sindiran halus kepada pemerintahan untuk merubah kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat kecil. dan meminta agar diberlakukan syari'at Islam di Aceh. Beliau dengan Barisan Tentara Merahnya menghalau muda-mudi yang bukan muhrim yang duduk berdua-duaan di tepi pantai Idi Cut. Beliau berdakwah tujuh hari tujuh malam dengan mengundang para Ulama-ulama seluruh Aceh untuk mencari solusi tegaknya Syari'at Islam di Nanggroe Aceh. Akhirnya beliau dituduh subvertif (merong-rong ideologi Pancasila), dan berkali-kali keluar masuk penjara, dalam penjara pun beliau tetap berdakwah mengajak narapidana bertobat kembali ke jalan Allah. Setiap ada persidangan beliau di Pengadilan selalu dipenuhi ratusan ribu massa untuk meyaksikan jalannya sidang sang da'i. Pada waktu Aceh berstatus Siaga, Operasi Jaring Merah dilancarkan di Aceh, Teungku Ahmad Dewi (sang pendakwah kondang)sampai hari ini tidak pernah muncul lagi di atas podium meyeruakan untuk tegaknya syariat Islam di Aceh. Walaupun Teungku Ahmad Dewi telah tiada, pengikut-pengikut setianya selalu memperjuangkan agar Aceh diberlakukan Syariat Islam, dan akhirnya Pemerintah mengumumkan Syariat Islam harus ditegakkan di Bumi Serambi Mekkah ini. Teungku Ahmad Dewi sebagai tokoh pelopor pemberlakuan Syariat Islam di Aceh sampai hari ini tidak diketahui kuburannya.
Teungku Ahmad Dewi kelahiran [[Idi Cut]], [[Aceh Timur]] adalah seorang tokoh [[ulama]] pendakwah (dai), seorang ulama yang berani dengan tegas melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan syariat Islam. Beliau mengharamkan anak-anak [[Aceh]] menghafal [[Pancasila]] sebelum pandai membaca Alif Ba ta, karena menurut beliau lebih dahulu turun perintah menuntut ilmu agama daripada mengamalkan Pancasila.
 
Nama ayahnya Teungku Muhammad Husen, dan ibunya Dewi kelahiran Peudagee, [[Sumatera Utara]], Beliau mengambil nama belakang dari nama ibunya Dewi, sehingga ia lebih dikenal dengan Ahmad Dewi. Kakeknya seorang ulama [[fiqh]] ternama Teungku Hasballah yang bergelar Teungku Chik di Meunasah Kumbang. Dari kecil beliau belajar ilmu agama Islam di [dayah]] (pesantren) dan terakhir tercatat sebagai santri dari Pesantren Abu Abdul Aziz [[Samalanga]]. Beliau pemimpin Pesantren BTM Bantayan Idi Cut, Aceh Timur.
 
Sebagai pendakwah kondang beliau diundang hampir ke setiap pelosok desa yang ada di seluruh Aceh dan dalam dakwahnya selalu berisikan sindiran-sindiran halus kepada pemerintahan untuk merubah kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat kecil dan meminta agar diberlakukan syariat Islam di Aceh. Beliau dengan Barisan Tentara Merahnya menghalau muda-mudi yang bukan muhrim yang duduk berdua-duaan di tepi pantai Idi Cut. Beliau berdakwah tujuh hari tujuh malam dengan mengundang para ulama-ulama seluruh Aceh untuk mencari solusi tegaknya syariat Islam di Aceh.
 
Akhirnya beliau dituduh subversif (merongrong ideologi Pancasila) dan berkali-kali keluar masuk penjara, dalam penjara pun beliau tetap berdakwah mengajak narapidana bertobat kembali ke jalan Allah. Setiap ada persidangan beliau di pengadilan selalu dipenuhi ratusan ribu massa untuk meyaksikan jalannya sidang sang dai. Pada waktu Aceh berstatus siaga, [[Operasi Jaring Merah]] dilancarkan di Aceh, Teungku Ahmad Dewi (sang pendakwah kondang) sampai hari ini tidak pernah muncul lagi di atas podium meyeruakan untuk tegaknya syariat Islam di Aceh. Walaupun Teungku Ahmad Dewi telah tiada, pengikut-pengikut setianya selalu memperjuangkan agar Aceh diberlakukan syariat Islam, dan akhirnya pemerintah mengumumkan syariat Islam harus ditegakkan di bumi Serambi Mekkah ini. Teungku Ahmad Dewi sebagai tokoh pelopor pemberlakuan syariat Islam di Aceh sampai hari ini tidak diketahui kuburannya.