Mpu Gandring: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
memindahkan Mpu Gandring ke Empu Gandring
 
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Mpu Gandring''' adalah tokoh dalam ''[[Pararaton]]'' yang dikisahkan sebagai seorang pembuat senjata ampuh. Keris buatannya konon telah menewaskan [[Ken Arok]] pendiri [[Kerajaan Tumapel]].
#ALIH [[Empu Gandring]]
 
== Asal-Usul ==
Mpu Gandring berasal dari desa Lulumbang. Ia merupakan sahabat dari Bango Samparan ,ayah angkat [[Ken Arok]]. Dikisahkan dalam ''[[Pararaton]]'' bahwa [[Ken Arok]] berniat mencari senjata ampuh untuk membunuh majikannya, yaitu [[Tunggul Ametung]] akuwu [[Tumapel]]. Ia ingin memiliki sebilah [[keris]] yang dapat membunuh hanya sekali tusuk.
 
Bango Samparan pun memperkenalkan [[Ken Arok]] pada Mpu Gandring. Untuk mewujudkan pesanan [[Ken Arok]], Mpu Gandring meminta waktu setahun. [[Ken Arok]] tidak sabar. Ia berjanji akan datang lagi setelah lima bulan.
 
Desa Lulumbang tempat tinggal Mpu Gandring diperkirakan saat ini berada di daerah [[Lumbang, Pasuruan]].
 
== Kutukan Mpu Gandring ==
Lima bulan kemudian, [[Ken Arok]] benar-benar datang menemui Mpu Gandring. Ia marah melihat keris pesanannya baru setengah jadi. Karena marah, keris itu direbut dan digunakan untuk menikam dada Mpu Gandring. Meskipun belum sempurna, namun keris itu mampu membelah lumpang batu milik Mpu Gandring.
 
Mpu Gandring pun tewas terkena keris buatannya sendiri. Namun ia sempat mengutuk kelak keris tersebut akan merenggut nyawa tujuh keturunan [[Ken Arok]], termasuk [[Ken Arok]] sendiri.
 
[[Ken Arok]] kembali ke [[Tumapel]] untuk membunuh dan merebut kedudukan [[Tunggul Ametung]]. Rekan kerjanya yang bernama Kebo Hijo dijadikan kambing hitam segera dihukum mati menggunakan keris yang sama. [[Ken Arok]] sendiri akhirnya tewas oleh [[Anusapati]] putra [[Tunggul Ametung]].
 
Pengarang ''[[Pararaton]]'' mengisahkan adanya pembunuhan susul menyusul sejak [[Tunggul Ametung]] yang beberapa di antaranya terkena keris buatan Mpu Gandring. Mereka yang tewas terkena keris pusaka tersebut adalah Mpu Gandring, [[Tunggul Ametung]], Kebo Hijo, [[Ken Arok]], pembantu Anusapati, dan terakhir [[Anusapati]] sendiri. Sedangkan [[Tohjaya]] dikisahkan mati terkena tusukan tombak.
 
Rupanya pengarang ''[[Pararaton]]'' kurang teliti dalam mewujudkan kelanjutan kutukan Mpu Gandring. Dari tujuh keturunan [[Ken Arok]] (termasuk dirinya) ternyata hanya [[Ken Arok]] saja yang mati oleh keris itu. Adapun [[Anusapati]] adalah anak tiri, sedangkan [[Tohjaya]] meskipun anak kandung namun kematiannya akibat tertusuk tombak.
 
== Pergeseran Makna ==
Gelar [[mpu]] atau [[empu]] merupakan gelar [[Nusantara]] asli yang kini identik dengan istilah untuk profesi pembuat keris. Padahal sebenarnya tidak demikian.
 
Pada zaman [[Kerajaan Medang]], gelar [[mpu]] sama artinya dengan [[tuan]], dan juga tidak harus laki-laki. Misalnya, permaisuri [[Mpu Sindok]] menurut data-data prasasti bernama Mpu Kebi. Pada zaman [[Singhasari]] dan [[Majapahit]], gelar [[mpu]] hanya dipakai oleh golongan terhormat namun bukan bangsawan, dan itu hanya berlaku untuk laki-laki, misalnya [[Mpu Nambi]] atau [[Mpu Sora]].
 
Pada zaman [[Kesultanan Mataram]] gelar [[mpu]] tergeser oleh gelar [[kyai]]. Gelar [[mpu]] kemudian hanya dipakai oleh para pembuat senjata saja, dan ini diperkirakan berasal dari popularitas tokoh Mpu Gandring dalam ''[[Pararaton]]'' atau [[Empu Supa]] dari naskah-naskah babad.
 
==Kepustakaan==
* R.M. Mangkudimedja. 1979. ''Serat Pararaton Jilid 2''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
 
[[Kategori:Kerajaan Singhasari]]