Kopi gayo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ejaan, replaced: sekedar → sekadar |
k →Peninggalan: ejaan, replaced: terlantar → telantar |
||
Baris 17:
Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Masjid Baitul Makmur, Desa [[Wih Porak, Silih Nara, Aceh Tengah]], [[Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam]] (Susilowati,2007). Secara astronomis terletak pada 040 36.640′ LU dan 0960 45.660′ BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik pengeringan kopi tersebut menempati lahan berukuran 110 m x 60 m, sebagian kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu Darul Uini. Pada lahan tersebut terdapat sisa bangunan berupa sisa pondasi, sisa tembok bangunan, bekas tempat kincir air, dan beberapa kolam tempat proses pengeringan kopi.<ref name="Sisa bangunan pengeringan kopi">[http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1619/kopi-gayo-masa-belanda-jepang], Sisa bangunan pengeringan kopi masa Belanda, Sumber: [http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1619/kopi-gayo-masa-belanda-jepang kebudayaanindonesia.net].</ref>
Tempat kincir air ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan 15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan sebagai tempat bertumpunya kincir angin. Di dekat bekas tempat kincir air tersebut dijumpai dua buah kolam tempat pemrosesan kopi, salah satunya berukuran panjang sekitar 2,65 m, lebar, 2,33 m dan tinggi sekitar 1,25 m. Pada bagian selatan terdapat saluran air yang menuju ke kolam di bagian selatan. Selain itu juga terdapat bekas tembok kolam pengering gabah kopi di bagian paling selatan setelah tembok saluran air. Pada bekas tembok kolam tersebut masih terdapat lubang saluran air di bagian utara. Setelah masa kemerdekaan pabrik tersebut pernah
===Setelah kemerdekaan===
|