Gereja Puhsarang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: sekedar → sekadar
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Baris 18:
Altar yang ada dalam gereja ini menarik dan punya bentuk yang khas, dibuat dari batu massif, kemudian dipahat. Pahatan di altar tersebut terdapat gambar seekor rusa yang sedang minum air, sedangkan rusa yang lain sedang menunggu minum air. Rusa yang sedang minum air menggambarkan mereka yang telah dibaptis, sedangkan rusa yang menunggu untuk minum air menggambarkan calon baptis atau para katekumen. Air yang mengalir dari 7 sumber melambangkan 7 sakramen dalam gereja. Sesuai dengan tata cara liturgi pada waktu itu, yaitu sebelum [[Konsili Vatikan II]] tahun 1965, maka bila seorang imam mempersembahkan misa di altar, dia membelakangi umat, tidak menghadap ke arah umat seperti yang lain dalam tata cara misa saat sekarang.
 
Di atas altar terdapat relief dari batubata merah yang disusun tanpa semen, tapitetapi menggunakan campuran air, kapur dan gula. Kemudian batu-batu bata digosok dan direkatkan pada batu bata lainnya dengan campuran tadi sehingga saling menggigit dengan baik walaupun tidak menggunakan adukan semen seperti zaman sekarang ini.
 
Di atas altar terdapat tabernakel dari kuningan, tempat untuk menyimpan Hosti. Di sebelah kiri-kanan tabernakel suci terlihat gambar keempat penginjil. Persis di atas altar terlihat gambar kain dengan gambar Yesus. Di atasnya ada gambar Hati Kudus Yesus yang tertusuk tombak, kemudian tulisan INRI.
Baris 62:
Dalam hal membangun gereja Pohsarang ia banyak memakai tukang-tukang yang telah berpengalaman dan membantunya waktu membuat museum di Trowulan. Mereka adalah ahli bangunan, ahli pahat, ukiran bahkan kemudian dia mendidik rakyat setempat untuk dilibatkan menjadi tenaga pembuat patung yang ahli. Banyak digunakannya batu-batu yang diambil dari Kali Kedak yang ada di dekat Puh Sarang.
 
Walaupun di sana banyak pohon bambu tapitetapi dia menggunakan kawat baja, sebab daya tahannya lebih kuat.
Selain dari itu waktu itu ada larangan dari Pemerintah Hindia Belanda untuk menggunakan bambu dalam membangun rumah guna mencegah penyakit pes, sebab tikus-tikus yang membawa kuman pes senang bersarang dalam bangunan bambu. Hasil kerajinan dari tanah (terracota) buatan tukang dan seniman lokal cukup terkenal hingga perang dunia kedua tahun 1945. Tapi entah mengapa kemudian menghilang dan tidak kelihatan bekas-bekasnya.
 
Baris 83:
Pada tahun 1974 kerusakan gereja Pohsarang sudah mencapai taraf yang membahayakan. Kondisinya sudah begitu parah sehingga setiap saat bisa runtuh menimpa u mat yang sedang beribadah, maka renovasi tak dapat ditunda lagi. Berhubung waktu itu keuangan paroki sangat lemah begitu pula keadaan keuangan Keuskupan Surabaya juga tidak mencukupi maka Romo Kumoro, Pr yang waktu itu menjadi Pastor Paroki punya gagasan untuk mengganti dinding gereja yang terbuat dari kayu dengan tembok biasa dari batu bata. Demikian pula bentuk atapnya yang unik itu akan diganti dengan konstruksi blandar, usuk, reng dan berbentuk seperti layaknya kapel atau sebuah kelas. Dengan demikian diharapkan jangka waktu untuk renovasi berikutnya menjadi lebih lama. Untunglah hal ini tidak terjadi, andaikata ini terjadi hilanglah keindahan dan keunikan gereja Puh Sarang.
 
Ir. [[Johan Silas]] yang mendengar hal ini berpendapat bahwa gereja Pohsarang ini bukan hanya monumen kebudayaan Gereja Katolik tapitetapi juga monumen negara Indonesia, sebuah warisan budaya yang layak dipertahankan. Maka atas bantuan Ir. [[Johan Silas]] bersama mahasiswanya dimulailah renovasi kedua Gereja Puh Sarang dengan konstruksi besi siku dan usuk jati tipis. Karena minimnya beaya maka Romo FX. Wartadi, CM , Romo Stasi Puh Sarang waktu itu minta agar bagian gereja yang terpaksa diganti supaya bentuk aslinya tetap dipertahankan. Misalnya dinding yang dulu aslinya dari batang-batang kayu jati yang dibelah dua diganti dengan tembok yang dibentuk mirip kayu jati yang dibelah. Lantai dalam gereja, baik di panti imam maupun di tempat umat, yang dulu terbuat dari batu diganti dengan semen biasa supaya bisa dipakai tempat duduk bersila dengan enak. Bagian Pendopo yang dulu terbuka ditutup dengan papan, pendapa yang dulu sempit diperluas.
 
=== Renovasi Ketiga Tahun 1986 ===