Trilaksana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: seksama → saksama, obyek → objek (2), subyek → subjek
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: faham → paham using AWB
Baris 47:
Konsep Anatta di diskusikan dalam [[Milinda Panha|"Pertanyaan Raja Milinda"]], yang dirangkum pada periode "Hellenistik" Kerajaan Indo-Yunani abad ke 2 dan ke 1 SM. Pada naskah ini, bhikkhu [[Nagasena]] menunjukkan pengertian akan "tanpa-inti" yang sesungguhnya dengan mengumpamakan mahluk hidup sebagai sebuah [[kereta perang]] dan menantang raja Yunani "Milinda (Menaher) untuk menemukan inti dari kereta tersebut. Nagasena menyatakan sebagaimana sebuah kereta perang yang terbuat dari berbagai benda, tidak satupun daripadanya merupakan inti dari kereta perang sesungguhnya, tanpa bagian lain, sama seperti tidak adanya bagian dari seseorang yang merupakan suatu entitas sejati; kita dapat dibagi menjadi lima faktor pendukung - tubuh, perasaan, cerapan, bentukan mental dan kesadaran - kesadaran menjadi yang paling dekat dengan pengertian sejati akan "diri", tetapi senantiasa berubah dengan pemikiran baru sebagaimana disebutkan oleh pandangan ini.
 
Menurut beberapa pemikir baik Barat atau Timur, ajaran mengenai "tanpa-inti", dapat diartikan bahwa [[Agama Buddha]] merupakan suatu bentuk dari nihilisme atau sesuatu sejenis. Akan tetapi, seorang pemikir seperti [[Nagarjuna]] yang telah menjelaskan dengan saksama, [[Agama Buddha]] bukan semata-mata menolak pandangan akan keberadaan atau arti, tetapi kepada pembedaan keras dan gegabah antara keberadaan dan ketidak-beradaan, atau lebih antara ada atau tidak ada. Gejala tidaklah berdiri sendiri dari sebab dan kondisi dan tidak berada sebagai suatu hal yang diasingkan sebagaimana kita mengganggapnya demikian. Kurangnya kesejatian, ketidak-berubahan, Diri yang sejati pada mahluk hidup dan benda-benda tidak berarti bahwa mereka tidak mengalami pertumbuhan dan hancur pada taraf tertentu. Tetapi pada tingkat analisis yang lebih lanjut, seseorang tidak dapat mengenali sebuah objek dari sebab dan kondisinya atau bahkan mengenali antara objek dan subjek (sebuah pemikiran yang baru oleh para ilmuwan negara barat). [[Agama Buddha]] oleh karenanya memiliki banyak kesamaan dengan [[teori pengalaman]] (empirisme) negara Barat, [[fahampaham pragmatis]], [[anti-fondamentalisme]], dan bahkan [[pra-strukturalisme]] dibandingkan dengan [[nihilisme]].
 
Di dalam [[Nikaya]], [[Sang Buddha]] dan para pengikutnya seringkali mempertanyakan atau menyatakan "Sesuatu yang tidak sejati, dapat berubah, dapat menderita, yang sesuai untuk dipertimbangkan demikian: 'Inilah saya, ini milik saya, ini adalah diri saya'?" Pertanyaan yang diajukan oleh Sang Buddha kepada pendengarnya apakah gejala persenyawaan sesuai untuk dianggap sebagai diri, yang mana para pendengar setuju bahwa tidaklah berharga untuk dianggap demikian. Dan dalam melepaskan keterikatan akan gejala persenyawaan, orang yang demikian meninggalkan kegembiraan, keinginan dan pendambaan akan gejala persenyawaan dan tidak terikat akan perubahannya. Ketika terbebaskan sepenuhnya dari keterikatan, pendambaan atau keinginan akan lima kelompok, orang yang demikian mengalami, kemudian melampaui penyebab utama dari penderitaan.