Papua Nugini: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
Baris 25:
== Politik ==
{{utama|Politik Papua Nugini}}
Papua Nugini adalah anggota [[Negara-Negara Persemakmuran]], dan [[Elizabeth II dari Britania Raya|Ratu Elizabeth II]] adalah kepala negaranya. Sudah diharapkan oleh konvensi konstitusional, yang menyiapkan rancangan konstitusi, dan oleh [[Australia]], bahwa Papua Nugini akan memilih untuk tidak mempertahankan hubungan dengan monarki [[Inggris]]. Bagaimanapun, para pendirinya menganggap bahwa kaum terhormat kerajaan menganggap bahwa negara yang baru merdeka tidak akan mampu berbicara dengan murni melalui sistem kerajaan pribumi - sehingga sistem monarki Inggris dipertahankan.<ref>{{Cite book|last=Bradford|first=Sarah|title=Elizabeth: A Biography of Britain's Queen|year=1997|publisher=Riverhead Books|isbn=1-57322-600-9}}</ref> Sang Ratu diwakili oleh [[Daftar Gubernur Jenderal Papua Nugini|Gubernur Jenderal Papua Nugini]], saat ini [[PauliasMichael MataneOgio]]. Papua Nugini dan [[Kepulauan Solomon]] adalah dua entitas negara yang tidak biasa di antara Negara-Negara Persemakmuran, yakni bahwa Gubernur Jenderal secara efektif dipilih oleh badan legislatif bukan oleh cabang eksekutif, seperti di beberapa negara demokrasi parlementer.
 
Kekuasaan eksekutif sebenarnya terletak pada [[Daftar Perdana Menteri Papua Nugini|Perdana Menteri]], yang mengepalai [[Kabinet Papua Nugini|kabinet]]. Perdana Menteri saat ini adalah Sir[[Peter Michael SomareO'Neill]]. [[Parlemen Nasional Papua Nugini|Parlemen nasional]] yang [[Sistem satu kamar|tunggal]] memiliki 109 kursi, 20 di antaranya ditempati oleh para gubernur dari 19 provinsi dan [[Port Moresby|Distrik Ibukota Nasional]]. Calon [[anggota parlemen]] dipilih pada saat perdana menteri menyerukan pemilihan umum nasional, selambat-lambatnya lima tahun setelah pemilu nasional sebelumnya. Pada awal-awal kemerdekaan, ketidakstabilan sistem partai menyebabkan sering terjadinya [[mosi tidak percaya]] di parlemen yang berakibat pada jatuhnya pemerintah masa itu dan pemilu nasional perlu diadakan lagi, sesuai dengan konvensi demokrasi parlementer. Dalam beberapa tahun terakhir, berturut-turut pemerintah telah mengeluarkan undang-undang demi mencegah suara seperti itu lebih cepat dari 18 bulan setelah pemilihan umum nasional. Ini mengakibatkan stabilitas yang lebih besar, meskipun mungkin dengan mengurangi akuntabilitas dari cabang eksekutif pemerintahan.
 
Pemilihan di Papua Nugini menarik banyak calon. Setelah kemerdekaan pada tahun 1975, anggota dipilih dengan ''[[plurality vote system]]'', dengan para pemenang seringkali meraih kurang dari 15% suara. Reformasi elektoral pada tahun 2001 memperkenalkan ''Limited Preferential Vote'', sebuah versi dari ''[[instant-runoff voting]]''. Pemilihan umum tahun 2007 adalah yang pertama dilakukan dengan menggunakan sistem itu.