Mien Brodjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Karir +Karier)
Baris 32:
Namun saat [[Jepang]] datang dan [[Penjajahan Jepang|menjajah Indonesia]], kehidupan keluarga Mien Brodjo yang semula berkecukupan menjadi berubah drastis. Ayahnya kehilangan pekerjaan. Untuk menambah nafkah keluarga, ibunda Mien Brodjo berjualan kain [[batik]] dengan ikhlas dan tanpa keluh kesah. Semangat ibundanya itulah yang selalu dikenang Mien Brodjo hingga dewasa kelak. Meski keluarganya sedang mengalami ujian hidup yang tidak ringan serta berada di masa [[Perang Kemerdekaan Indonesia|peperangan Indonesia]], masa kecil Mien Brodjo tetap dinikmati dengan bermain bersama teman-teman sebayanya<ref name="tokohindonesia"/>.
 
== KarirKarier di bidang seni ==
 
Sejak masih belia, ketertarikan dan bakat dalam hal [[Seni pertunjukan|seni peran]] pada diri Mien Brodjo sudah disadarinya. Hal ini membuat dirinya berkeinginan untuk masuk ke sekolah seni. Namun, orangtuanya tidak mengizinkan Mien Brodjo untuk masuk ke sekolah seni dikarenakan kekhawatiran akan masa depan yang suram jika berkarir sebagai seniman. Meski sempat kecewa namun Mien Brodjo tidak berlarut-larut dalam kesedihan<ref name="tokohindonesia"/>. Setelah tamat dari SMP, ia kemudian masuk di Sekolah Guru Pendidikan Djasmani (SGPD) pada tahun 1958<ref name="tim">{{cite |title = Mien Brodjo |website = tamanismailmarzuki.co.id |url = http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/brodjo.html |accessdate = 19 Oktober 2015}}</ref>. SGPD ialah sebuah sekolah menengah tingkat atas yang mendidik siswanya menjadi tenaga pengajar atau guru di bidang olahraga dan kesehatan jasmani, dengan masa pendidikan selama 4 tahun<ref name="biografi"/>.
Baris 44:
Untuk menyalurkan hobinya di teater, Mien Brodjo banyak bergaul dengan sejumlah seniman teater kenamaan, di antaranya ialah [[W.S. Rendra]], [[Koesno Soedjarwadi]], [[Putu Wijaya]], dan masih banyak lagi. Ia juga bergabung dengan Sanggar Bambu, sebuah kelompok sandiwara pimpinan [[Soenarto|Soenarto Pr]] di Rotowijayan, Yogyakarta. Pada saat itu Mien Brodjo mulai lebih sering ikut tampil dalam pementasan drama di Yogyakarta<ref name="biografi"/>.
 
KarirKarier Mien Brodjo di bidang seni peran mulai menunjukan perkembangan pesat saat ia pertama kalinya ikut dalam sebuah [[film]] layar lebar. Ia menandai debutnya sebagai [[aktris]] film pada tahun 1963 dalam sebuah film garapan sutradara [[Sunjoto]] yang berjudul "''Tangan Tangan Jang Kotor''". Meski hanya mendapat bagian sebagai pemeran pembantu, Mien Brodjo tampil cukup meyakinkan sebagai seorang artis pendatang baru di [[Perfilman Indonesia|dunia perfilman Indonesia]] pada masa itu. Tak membutuhkan waktu lama, hanya berselang 4 tahun kemudian, Mien Brodjo tampil sebagai pemeran utama di film kedunya yang berjudul "''Mutiara yang Hilang''" pada tahun 1967. Semenjak itu Mien Brodjo terus berkarya membintangi puluhan film dan sejumlah sinetron<ref name="biografi"/>.
 
Tahun 1988, Mien Brodjo mendapat tawaran untuk tampil dalam sebuah drama sandiwara televisi di [[TVRI]] yaitu [[sinetron]] "''[[Dokter Sartika]]''" yang kemudian rutin ditayangkan sebagai sebuah serial hingga tahun 1991. Dalam sinetron "''Dokter Sartika''" itu ia beradu ''akting'' dengan aktris lainnya, di antaranya ialah [[Dewi Yull]] dan [[Dwi Yan]]. Mien Brodjo juga ikut tampil dalam sinetron "''[[Noktah Merah Perkawinan]]''" yang ditayangkan di [[Indosiar]] tahun 1996 bersama [[Cok Simbara]], [[Ayu Azhari]], dan [[Berliana Febrianti]]<ref name="biografi"/>.