Langgur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{About|salah satu pemukiman di [[Maluku Tenggara]]|Ibukota [[Kabupaten Maluku Tenggara]]|Langgur, Kei Kecil, Maluku Tenggara}}
'''Langgur''' adalah
==Sejarah==
Baris 12:
===Ohoingur===
Pada era 1800-an, Tual mulai menerima para saudagar nusantara, Arab, dan Tionghoa untuk menetap sehingga menjadikannya pemukiman termakmur dengan populasi paling heterogen di seluruh kepulauan Kei. Kampung-kampung lain merasa perlu menjalin hubungan baik dengan Raja Tual demi keikutsertaan dalam kemakmuran dan kemajuan Tual. Keadaan ini membuat Raja Tual menjadi pemimpin pribumi yang paling menonjol dan disegani.
Kota Langgur bermula dari sebuah pemukiman kecil di pesisir timur [[Pulau Kei Kecil]] bernama ''Ohoingur'' (Kampung Pasir). Ohoingur adalah salah satu dari kampung-kampung yang menurut tradisi bernaung di bawah kekuasaan Raja Tual di [[Pulau Kai Dullah]]. Tidak seperti Namser di Kai Dullah dan Haar di pulau Kei Besar, Ohoingur tidak tergolong pemukiman yang besar apalagi ramai, karena bukan tempat persinggahan utama para saudagar nusantara yang berlayar ke [[Kepulauan Aru]], [[Papua]], dan pesisir utara [[Australia]]. Kurangnya kontak langsung dengan dunia luar menjadikan warga Ohoingur teguh berpegang pada kepercayaan warisan leluhur, meskipun banyak warga Tual dan beberapa kampung di sekitarnya sudah memeluk agama Islam.▼
▲
Kebijakan etis baru yang diberlakukan pada 1870 mewajibkan Pemerintah Kolonial Belanda untuk "membimbing dan membantu masyarakat pribumi mencapai taraf peradaban yang lebih tinggi, sehingga mereka dapat menikmati buah-buah dari kerja, usaha, dan ketertiban." Pada 1870 juga, untuk meningkatkan investasi di daerah jajahan, pemerintah Batavia mengeluarkan sebuah Akta Agraria (''Agrarische Wet'') baru yang memperbolehkan usaha swasta mendapatkan hak sewa guna selama 75 tahun, yang dapat dialihkan kepemilikannya, atas tanah yang tidak diusahakan.▼
▲
Pada 1882, Gubernemen Maluku Selatan membentuk sebuah ''Posthouderschaap'' di Tual sebagai penyelia urusan-urusan pemerintahan di daerah ini. Pada tahun yang sama, [[Adolf Langen]], seorang pengusaha Jerman, mencoba peruntungannya dengan membuka usaha penggergajian kayu di Tual untuk menyuplai [[Ulin|kayu ulin]] gergajian kepada pusat-pusat pembuatan kapal di [[Makassar]] dan [[Batavia]].
Baris 23 ⟶ 25:
Untuk membendung pesatnya perkembangan [[agama Islam]] yang mereka curigai memupuk fanatisme dan pemberontakan, Pemerintah Kolonial Belanda dengan segera mengabulkan permohonan Gereja Katolik untuk membuka misi di kepulauan Kei. Pada 01 Juli 1888, dua orang misionaris ''jezuïeten'' ([[Yesuit]]), [[Johannes Kusters]] dan [[Johannes Booms]], tiba di Tual. Agama Islam yang sudah kuat berakar di Tual membuat usaha mereka sia-sia.
Setahun kemudian, Ohoingur dilanda wabah [[kolera]].
Warga Ohoingur berpendapat bahwa kemajuan dan kebebasan yang mereka dapatkan
===Pusat misi Katolik===
Dari sebuah pemukiman kecil yang tidak menonjol, Langgur tumbuh pesat menjadi pusat misi Katolik di kawasan timur [[Hindia Belanda]]. Pembangunan kapel, sekolah-sekolah, bengkel pertukangan, klinik
Pada 22 Desember 1902, oleh ketetapan [[Tahta Suci]] [[Vatikan]], berdiri [[Prefektur Apostolik]] [[Nugini Belanda]] ([[Bahasa Belanda]]: ''Apostolische Prefectuur Nederlands Nieuw-Guinea'') dengan wilayah yurisdiksi meliputi [[Papua]],
Pada 13 Februari 1903, [[Mathias Neyens]] ditunjuk menjadi prefek pertama untuk prefektur apostolik baru ini. Ia dibantu oleh [[H. Geurtjens]], [[antropologi|antropolog]] pertama yang menulis tentang kebudayaan masyarakat Kei dan terutama Tanimbar. Pada tahun yang sama mereka tiba di Kei dan menjadikan Langgur sebagai [[stasi]] utama.
|