Kerajaan Sumedang Larang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan aplikasi seluler |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 464:
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan dia membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga dia dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekadar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, [[Kabupaten Karawang|Karawang]], dan [[Kabupaten Brebes|Brebes]].
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama '''Ratu Istri Rajamantri''', menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua '''Sunan Guling''', yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang.
Ratu Pucuk Umun menikah dengan '''Pangeran Kusumahdinata''', putra [[Pangeran Pamelekaran]], Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. '''Pangeran Kusumahdinata''' lebih dikenal dengan julukan '''Pangeran Santri''' karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.
Baris 654:
{{reflist}}
== Bacaan lanjut ==
{{Col|2}}
* "Maharadja Cri Djajabhoepathi, Soenda's Oudst Bekende Vorst", TBG, 57. Batavia: BGKW, page 201-219, 1915)
* Ekajati, Edi S. (2005). ''Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran''.
* Zahorka, Herwig. (20 Mei 2007). ''The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor''. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
* Uka Tjandrasasmita. (2009). ''Arkeologi Islam Nusantara.'' Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Baris 665:
* Joedawikarta (1933). ''Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah.'' Bandoeng: Pengharepan
* Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). ''Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II''. Bandung: Satya Historica.
* Herman Soemantri Emuch. (1979). ''Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis''. Jakarta: Universitas Indonesia.
* Zamhir, Drs. (1996). ''Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang.'' Sumedang: Yayasan Pangeran Sumedang.
* Sukardja, Djadja. (2003). ''Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886.'' Ciamis: Sanggar SGB.
Baris 676:
* Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). ''Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578''. Sumedang: Yayasan Pangeran Sumedang.
* Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). ''Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580''. Bandung: Kujang.
* Winarno, F. G. (1990). ''Bogor Hari Esok Masa Lampau.'' Bogor: Bina Hati.
* Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). ''Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647.'' Yogyakarta: Buku Kita Bagikan.
{{EndDiv}}
|