Tuanku Imam Bonjol: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda +Hindia Belanda)
Baris 26:
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara [[Kaum Padri]] (penamaan bagi kaum ulama) dengan ''Kaum Adat''. Seiring itu dibeberapa [[nagari]] dalam [[kerajaan Pagaruyung]] bergejolak, dan sampai akhirnya ''Kaum Padri'' di bawah pimpinan [[Tuanku Pasaman]] menyerang [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]] pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di [[Koto Tangah, Tanjung Emas, Tanah Datar|Koto Tangah]] dekat [[Batu Sangkar]]. [[Sultan Arifin Muningsyah]] terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.
 
Pada [[21 Februari]] [[1821]], kaum Adat secara resmi bekerja sama dengan pemerintah [[Hindia- Belanda]] berperang melawan kaum Padri dalam perjanjian yang ditandatangani di [[Padang]], sebagai kompensasi [[Belanda]] mendapat hak akses dan penguasaan atas wilayah darek (pedalaman Minangkabau).<ref>G. Kepper, (1900), ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', M.M. Cuvee, Den Haag.</ref> Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga dinasti [[kerajaan Pagaruyung]] di bawah pimpinan [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tangkal Alam Bagagar]] yang sudah berada di [[kota Padang|Padang]] waktu itu.
 
Campur tangan [[Belanda]] dalam perang itu ditandai dengan penyerangan [[Simawang, Rambatan, Tanah Datar|Simawang]] dan [[Sulit Air, X Koto Diatas, Solok|Sulit Air]] oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang, Dalam hal ini ''Kompeni'' melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.