Nama Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 7:
* Keturunan dari kasta [[kesatria]] biasanya diawali dengan gelar '''Anak Agung''' (disingkat ''Gung''), '''Cokorda''' (disingkat ''Cok''), atau '''Gusti'''. Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di [[puri di Bali|puri]] atau sekitar puri, yaitu kediaman leluhur mereka (bangsawan Bali) yang memerintah atau mengabdi pada masa lalu. Bagaimanapun, ada sebagian golongan kesatria yang tinggal di luar puri. Dalam kasta ini juga ada yang menggunakan gelar '''Dewa''', atau '''Dewa Ayu''' dan '''Desak''' untuk perempuan. Umumnya mereka adalah keturunan pejabat puri pada masa lalu. Pada mulanya, kasta kesatria merupakan orang-orang dengan profesi di bidang pemerintahan, baik sebagai [[raja]], [[menteri]], pejabat militer, [[bupati]], maupun abdi keraton. Saat ini, keturunan kasta kesatria bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan.
* Keturunan kasta [[Waisya]] biasanya diawali dengan gelar '''Ngakan''', '''Kompyang''', '''Sang''', atau '''Si'''. Pada masa lalu, orang dari kasta ini bekerja di bidang niaga dan industri. Kini, sebagian keturunan waisya tidak lagi menggunakan nama depannya, terkait banyaknya asimilasi kelompok ini dengan kaum sudra di masa lalu. Di samping itu, sekarang keturunan waisya tidak lagi mendominasi bidang niaga dan industri, sebagaimana profesi leluhur mereka di masa lalu. Mereka kini bekerja di berbagai bidang.
* Keturunan kasta [[sudra]] dicirikan dengan nama tanpa gelar kebangsawanan sebagaimana tersebut di atas, melainkan langsung mengacu pada urutan kelahiran sesuai tradisi Bali, seperti: [[Wayan]], [[Putu]], [[Gede]], [[Made]], [[Kadek]], [[Nengah]], [[Nyoman]], [[Komang]], dan [[Ketut]]. Pada masa lampau, golongan sudra terdiri dari buruh dan petani. Kini, golongan sudra sudah bekerja di berbagai profesi, mulai dari pejabat negara hingga buruh kasar.
== Jenis kelamin ==
Orang Bali mengenal tradisi pemberian imbuhan nama untuk mencirikan [[jenis kelamin]], yaitu awalan "I" untuk nama anak laki-laki, dan awalan "Ni" untuk nama anak perempuan. Contoh: I Gede…, Ni Made…, I Dewa…, Ni Nyoman…, dsb. Bentuk [[honorifik]] dari "I" adalah "Ida" ({{pron|id̪ə}}), digunakan untuk keturunan bangsawan, misalnya: Ida Cokorda. Pada beberapa nama untuk orang berkasta [[sudra]] (rakyat jelata), ada yang cocok ditambahkan "Luh" untuk mengindikasikan perempuan (''luh'' berarti "perempuan" dalam [[bahasa Bali]]), contoh: Luh Gede…, Luh Made…, Luh Nyoman…, dsb.
Untuk kasta selain sudra, mereka menggunakan kata "Ayu" (''ayu'' berarti "jelita" dalam [[bahasa Bali]]) daripada "Luh", contoh: I Gusti Ayu…, Dewa Ayu…, Sang Ayu…, dsb. Bagaimanapun, kata "Ayu" juga dapat diterapkan untuk kasta sudra, misalnya: Made Ayu…, Putu Ayu…, Komang Ayu…, dsb. Untuk kasta selain sudra, biasanya mereka juga sering menambahkan kata "Istri" sebagai padanan kata "Ayu" (''istri'' berarti "wanita" dalam [[bahasa Bali]]), contoh: Cokorda Istri…, Anak Agung Istri…, dsb.
== Urutan kelahiran ==
Orang Bali menggunakan tata cara penamaan yang mencirikan urutan kelahiran anak. Hal ini menjadi ciri khas kebudayaan [[suku Bali]] yang tak dikenal di tempat lainnya.
# Anak pertama diberi nama depan '''[[Wayan]]''', berasal dari kata ''wayahan'' yang artinya "lebih tua". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah '''[[Putu]]''' dan '''Gede'''. Kata ''putu'' artinya "cucu", sedangkan ''gede'' artinya "besar". Nama Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan jarang digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata ''Luh'' pada nama "Gede". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan kata Wayan maupun Gede. Mereka lebih memilih menggunakan nama Putu.
# Anak kedua diberi nama depan '''[[Made]]''' (madé), berasal dari kata ''madya'' yang berarti "tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama depan '''[[Nengah]]''' yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula nama '''Kade''' atau '''[[Made|Kadek]]''', bentuk variasi dari Made. Ada [[hipotesis]] bahwa Kade atau Kadek berasal dari kata ''adi'' yang bermakna "adik". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka lebih memilih menggunakan kata Made atau Kade.
# Anak ketiga diberi nama depan '''[[Nyoman]]''' atau '''[[Nyoman|Komang]]'''. Nama Nyoman ditenggarai berasal dari kata ''anom'' yang berarti "muda" atau "kecil"; bentuk variasinya adalah nama Komang. Ada hipotesis bahwa nama Nyoman diambil dari kata ''nyeman'' (artinya "lebih tawar" dalam [[bahasa Bali]]), mengacu kepada [[analogi|perumpamaan]] tentang lapisan terakhir pohon [[pisang]]—sebelum kulit terluar—yang rasanya cukup tawar. Ada pula dugaan bahwa nama Nyoman dan Komang secara [[etimologi]] berasal dari kata ''uman'' yang berarti "sisa" atau "akhir" dalam bahasa Bali.
# Anak keempat diberi nama depan '''[[Ketut]]''', berasal dari kata ''ketuwut'' yang bermakna "mengikuti" atau "membuntuti". Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno ''kitut'' yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang.
Sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak hanya mengenal 4 urutan kelahiran saja. Keluarga yang memiliki anak lebih dari empat orang dapat menggunakan kembali nama-nama depan sebelumnya, dimulai dari nama Wayan untuk anak kelima, Made untuk anak keenam, dan seterusnya. Ada juga yang sengaja menambahkan kata "Balik" setelah nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak yang keempat.<ref>Zajonc, R. B. 2001. The family dynamics of intellectual development. American Psychologist 56: 490–496, p. 490.</ref> Selain itu, ada juga yang menggunakan nama "Alit" atau "Cenik", yang artinya "kecil". Ada pula yang sejak awal telah merancang 4 nama anak-anak pertama mereka dengan tambahan kombinasi awalan urutan. Contoh: I Putu Gede…, I Made Putu…, I Ketut Gede…, dsb.
|