Amir Machmud: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan 222.124.168.146 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Wagino Bot
Baris 38:
}}
 
'''Amir MachmudAmirmachmud''' ({{lahirmati|[[Cimahi]]|21|2|1923|[[Cimahi]]|21|4|1995}}) adalah seorang Jenderal [[Tentara Nasional Indonesia|Militer Indonesia]] yang merupakan saksi mata penandatanganan [[Supersemar]], sebuah dokumen serah terima kekuasaan dari Presiden [[Sukarno]] kepada Jenderal [[Suharto]].
 
== Awal kehidupan ==
 
Amir MachmudAmirmachmud lahir pada 21 Februari 1923 di Cimahi, Jawa Barat. Ia adalah anak kedua dari lima bersaudara dan ayahnya bekerja untuk sebuah [[perusahaan publik]] di bawah Pemerintah Kolonial Belanda.
 
Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1940, Amir MachmudAmirmachmud mulai memikirkan karier yang ia akan lakukan. Pada tahun 1941 ia mengambil kursus [[topografi]], meskipun tidak pernah datang untuk itu.
 
== Karier militer ==
Baris 50:
=== Pendudukan Jepang ===
 
Pada tahun 1942, Pemerintah Kolonial Belanda dikalahkan oleh [[Tentara Kekaisaran Jepang]] dan Indonesia berada di bawah pendudukan Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1943, dengan gelombang perang mulai berbalik melawan mereka, Jepang mendirikan [[Pembela Tanah Air]] ([[PETA]]). PETA merupakan kekuatan tambahan yang berisi orang Indonesia dan dirancang untuk meningkatkan jumlah pasukan untuk Jepang dan membantu mereka dalam melawan [[Amerika Serikat]] yang memutuskan untuk menyerang [[Jawa]]. Amir MachmudAmirmachmud bergabung dengan PETA dan menjadi komandan [[peleton]].
 
=== KODAM VI/Siliwangi ===
 
Pada 17 Agustus 1945, pemimpin nasionalis [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Hari kemudian, Sukarno menyerukan orang Indonesia yang berbadan sehat untuk mengumpulkan senjata dan kelompok sendiri dalam persiapan pembentukan Tentara Nasional Indonesia. Kelompok-kelompok milisi yang dikenal sebagai [[Badan Keamanan Rakyat]] (BKR) dibentuk dan Amir MachmudAmirmachmud memimpin salah satunya ke [[Lembang]], [[Jawa Barat]].
 
Pada tahun 1946, setelah [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR) didirikan, BKR Lembang telah diintegrasikan ke [[Kodam III/Siliwangi|Kodam VI/Siliwangi]] ([[Divisi Siliwangi]]), sebuah komando regional militer yang bertanggung jawab atas keamanan Jawa Barat. Amir MachmudAmirmachmud kemudian dipindahkan ke [[Bandung Utara]], di mana ia membiarkan pasukannya dalam pertempuran melawan pasukan Inggris dan pasukan Belanda, yang sangat ingin mempertahankan wilayah kolonial mereka.
 
Amir MachmudAmirmachmud dan KODAM VI/Siliwangi kemudian dipaksa untuk meninggalkan Jawa Barat pada tahun 1948 setelah penandatanganan [[Perjanjian Renville]]. Berdasarkan perjanjian ini, Pemerintah Indonesia dipaksa untuk mengakui wilayah yang telah diambil di bawah kontrol Belanda dan ini termasuk Jawa Barat. Di bawah komando Kolonel [[Abdul Haris Nasution]], KODAM VI/Siliwangi dipindahkan ke [[Jawa Tengah]]. Pada tahun yang sama, Amir MachmudAmirmachmud bergabung dengan pasukannya dalam [[Peristiwa Madiun|pemberontakan]] [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) di [[Madiun]].
 
Pada tahun 1949, ketika masa-masa awal Belanda untuk keluar dari Indonesia, Amir MachmudAmirmachmud dan pasukannya kembali ke Jawa Barat. Disana, Amir MachmudAmirmachmud terlibat dalam pertempuran melawan gerakan [[Negara Islam Indonesia|Darul Islam]], kelompok separatis yang ingin mendirikan Indonesia yang [[teokrasi|teokratis]] di bawah agama [[Islam]]. Pada tahun 1950, Amir MachmudAmirmachmud juga terlibat dalam penumpasan terhadap [[Angkatan Perang Ratu Adil]] (APRA), sebuah kelompok militer yang masuk ke Bandung dan mulai membidik prajurit TNI.
 
Setelah situasi mulai tenang, Amirmachmud memiliki karier militer yang relatif lancar dan menjabat sebagai Panglima [[Batalyon]] di [[Tasikmalaya]] dan [[Garut]] sebelum diangkat menjadi Kepala Staf [[Resimen]] di [[Bogor]]. Setelah mengabdi di Bogor, Amir MachmudAmirmachmud menjabat sebagai Kepala Staf Panglima KODAM VI/Siliwangi.
 
=== Markas Besar Tentara dan Sekolah Staf Angkatan Darat (Seskoad) ===
 
Pada tahun 1958, Amir MachmudAmirmachmud dipindahkan ke [[Jakarta]] di mana ia bekerja sebagai anggota staf di markas besar Angkatan Darat selama dua tahun.
 
Pada tahun 1960, Amir MachmudAmirmachmud dikirim ke Bandung untuk menghadiri [[Seskoad]]. Di sana, ia belajar tentang politik dan ekonomi, mata pelajaran penting bagi seorang prajurit dalam ketentaraan, ia juga mendapatkan lebih banyak dan lebih terlibat dalam menjalankan pemerintahan. Amir MachmudAmirmachmud juga berkenalan dengan [[Soeharto]] selama waktunya di Seskoad.<ref name="Supersemar">{{cite book|last= Elson|first= Robert|title= Suharto: A Political Biography|year= 2001|publisher= The Press Syndicate of the University of Cambridge|location= UK|language=|isbn=0-521-77326-1|page= 78}}</ref>
 
=== Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad) dan Irian Barat ===
 
Setelah ia menyelesaikan kursus Seskoad-nya, Amir MachmudAmirmachmud diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Caduad.<ref name="Supersemar"/> Caduad, yang selanjutnya akan menjadi [[Kostrad]] adalah kekuatan strategis yang dirancang untuk bersiap setiap saat sehingga dapat dengan mudah dipanggil selama kasus [[Keadaan darurat|darurat nasional]]. Caduad saat itu dipimpin oleh Soeharto.
 
Pada tahun 1962, Presiden Soekarno menetapkan bahwa Indonesia akan menduduki [[Irian Barat]] dan membuat perintah perang untuk pembebasan Irian Barat. Untuk operasi ini, Soeharto diangkat menjadi komandan lapangan dan sekali lagi, ia menunjukkan kepercayaannya kepada Amir MachmudAmirmachmud dengan menunjuknya untuk posisi Kepala Staf Operasional. Namun, setelah beberapa serangan militer kecil, Belanda berada di bawah tekanan dari Amerika Serikat dan menandatangani [[Perjanjian New York]] untuk menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, memberikan kesempatan diadakannya [[Pepera|referendum]], agar Irian Barat bisa memilih kemerdekaannya.
 
=== KODAM X/Lambung Mangkurat ===
 
Tugas pertama Amir MachmudAmirmachmud sekarang sebagai Pangdam. Pada tahun 1962, ia diangkat sebagai Panglima KODAM X/Lambung Mangkurat, yang bertanggung jawab untuk keamanan [[Kalimantan Selatan]].
 
Selama menjadi Pangdam, [[G30S/PKI]] meletus, mereka membuat usaha kudeta di [[Jakarta]] pada 1 Oktober 1965. Pada siang hari, Gerakan G30S mengumumkan pembentukan [[Dewan Revolusi Indonesia|Dewan Revolusi]] yang mencakup Amir MachmudAmirmachmud sebagai anggota. Amir MachmudAmirmachmud, seperti banyak jenderal anti-komunis lainnya yang masuk dalam daftar, dengan cepat menyangkal tuduhan tersebut. Hari akan selesai dengan Soeharto mengambil kembali kendali situasi di Jakarta dan [[PKI]] dituduh sebagai penyebab di balik Gerakan G30S.
 
=== KODAM V/Jaya ===
 
Pada bulan Desember tahun 1965, Amirm MachmudAmirmachmud diangkat Panglima [[Kodam Jaya|KODAM V/Jaya]] dan dia sekarang bertanggung jawab untuk keamanan [[Jakarta]] dan sekitarnya.
 
Penunjukan Amir MachmudAmirmachmud datang pada titik penting dalam sejarah Indonesia dan selama pengangkatannya itu [[Suharto]] mulai mengumpulkan dukungan politik dan momentum untuk menantang [[Sukarno]]. Amir MachmudAmirmachmud, seperti kebanyakan rekan Angkatan Darat lainnya, melemparkan dukungan mereka di belakang Suharto.
 
Pada awal tahun 1966, popularitas Sukarno menurun, cukup bagi orang untuk secara terbuka menentang dia melalui sarana protes. Yang paling vokal dari para demonstran adalah [[Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia]] ([[KAMI]]) yang pada tanggal 10 Januari menuntut agar PKI dilarang, simpatisan PKI ditangkap dan harga harus diturunkan, tuntutan mereka tersebut dikenal dengan nama [[Tritura]]. Amirmachmud dan Tentara mendukung, mendorong, dan melindungi demonstran. Untuk membuat hal-hal lebih praktis, Amirmachmud bersama dengan [[Umar Wirahadikusumah]] ([[Pangkostrad]]) dan [[Sarwo Edhie Wibowo]] (Komandan [[RPKAD]]) atas izin Kepala Staf Kostrad, [[Kemal Idris]] untuk mengambil kendali dari pasukan mereka yang sekarang terkonsentrasi di Jakarta.
Baris 94:
=== Supersemar ===
 
Pada [[11 Maret]] [[1966]], Sukarno menggelar Rapat Kabinet dan mengundang Amir MachmudAmirmachmud untuk menghadirinya. Sebelum pertemuan tersebut Sukarno bertanya kepada Amir MachmudAmirmachmud tentang situasi aman atau tidak, Amirmachmud menjawab aman. Sukarno kemudian memulai pertemuan yang ditandai oleh ketidakhadiran Suharto. 10 menit pertemuan berlangsung, Amirmachmud didekati oleh Brigadir Jenderal Sabur, Komandan [[Resimen Tjakrabirawa]]. Sabur mengatakan bahwa ada pasukan yang tak dikenal di luar. Amir MachmudAmirmachmud mengatakan kepada Sabur untuk tidak khawatir tentang hal itu.
 
Lima menit kemudian, Sabur mengulangi pesannya tadi, kali ini ia memberitahu Sukarno juga. Sukarno dengan cepat menangguhkan pertemuan tersebut dan meninggalkan ruangan. Bersikeras bahwa Sukarno akan aman, Amir MachmudAmirmachmud membahas opsi pengamanan dengan Presiden dan memutuskan bahwa [[Bogor]] akan menjadi tempat yang cukup aman untuk menghindari situasi tegang.
 
Pertemuan itu ditunda setelah Sukarno berangkat ke Bogor dengan [[helikopter]] dan Amir MachmudAmirmachmud telah bergabung dengan Mayor Jenderal [[Basuki Rachmat]], yang merupakan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Menteri Dalam Negeri]] dan Brigadir Jenderal [[M. Jusuf|Mohammad Jusuf]], yang merupakan [[Menteri Perindustrian Republik Indonesia|Menteri Perindustrian]]. Jusuf menyarankan bahwa tiga dari mereka pergi ke Bogor untuk menyediakan dukungan moral bagi Sukarno. Dua jenderal lainnya setuju dan bersama-sama ke Bogor setelah meminta izin Suharto. Menurut Amir MachmudAmirmachmud, Suharto meminta tiga Jenderal untuk memberitahu Sukarno tentang kesiapan untuk memulihkan keamanan harus dari perintah Presiden.
 
Di Bogor, tiga jenderal tersebut bertemu dengan Sukarno dan sekali lagi Amirmachmud berkata kepada Sukarno bahwa situasi aman. Sukarno menjadi marah padanya, bertanya bagaimana bisa situasi akan aman ketika protes sedang terjadi. Sukarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan Basuki, Jusuf, dan Amir MachmudAmirmachmud sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana ia bisa mengurus situasi. Amir MachmudAmirmachmud menyarankan agar Sukarno memberi Suharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan tersebut kemudian dibubarkan lalu Sukarno mulai mempersiapkan sebuah [[Keputusan Presiden]].
 
Saat senja dekrit yang akan menjadi [[Supersemar]] itu akhirnya disiapkan dan menunggu tanda tangan Sukarno. Sukarno memiliki beberapa menit keraguan terakhir tapi Amir MachmudAmirmachmud, dua Jenderal lainnya, dan lingkaran dalam Sukarno di kabinet yang juga telah membuat perjalanan ke Bogor mendorong dia untuk menandatangani. Sukarno akhirnya menandatangani dan menyerahkan Supersemar ke Basuki yang akan diteruskan kepada Suharto. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, Amirmachmud diminta untuk membaca Supersemar dan tampak terkejut mengetahui bahwa isi surat itu adalah penyerahan kekuasaan ke Suharto.<ref name="Supersemar"/> Dia kemudian akan mengklaim bahwa Supersemar adalah keajaiban.
 
Pada 13 Maret Sukarno memanggil Amir MachmudAmirmachmud, Basuki, dan Jusuf. Soekarno marah karena Suharto telah melarang [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) dan tiga jenderal mengatakan Supersemar tidak mengandung instruksi tersebut. Sukarno kemudian memerintahkan untuk membuat sebuah surat untuk memperjelas isi dari Supersemar tapi tidak ada yang pernah datang selain dari salinan-salinan yang mantan Duta Besar Kuba, [[AM Hanafi]] kumpulkan.
 
== Karier politik ==
Baris 110:
=== Menteri Dalam Negeri ===
 
Ketika Suharto menggantikan Sukarno dari kekuasaannya sebagai Presiden pada tahun 1967, Amir MachmudAmirmachmud masih terus menjadi Panglima Kodam V/Jaya. Pada awal 1969, [[Basuki Rahmat]], yang menjadi Menteri Dalam Negeri meninggal mendadak. Amir MachmudAmirmachmud kemudian dipindahkan dari jabatannya sebagai Panglima Kodam V/Jaya untuk mengambil tempat Basuki sebagai Menteri Dalam Negeri.
 
Selama masa jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri, Amirmachmud mengembangkan reputasi sebagai orang yang "menyapu" oposisi dan pembangkang pemerintah. Hal ini membuatnya mendapatkan julukan "[[Buldoser]]". Amirmachmud juga menangani dengan keras orang-orang yang masuk penjara karena diduga menjadi terlibat dengan [[PKI]]. Pada tahun 1981, ia memerintahkan bahwa mantan [[wikt:narapidana|narapidana]] mesti diberi pengawasan khusus.
 
Amir MachmudAmirmachmud juga membantu memperkuat kontrol Suharto di Indonesia. Pada tahun 1969, ia melarang [[PNS]] untuk terlibat dalam politik, tetapi mendorong mereka untuk memilih [[Golkar]] pada Pemilu Legislatif sebagai tanda kesetiaan kepada pemerintah.<ref name="Supersemar"/> Pada tahun 1971, Amir MachmudAmirmachmud berpengaruh dalam pembentukan [[Korps Pegawai Republik Indonesia]] ([[KORPRI]]).
 
=== Ketua Lembaga Pemilihan Umum (LPU) ===
Baris 124:
Pada tahun 1982, Amirmachmud terpilih sebagai [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat|ketua]] [[MPR]] dan seperti semua pimpinan MPR lainnya, ia juga merangkap sebagai [[Daftar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat|ketua]] [[Dewan Perwakilan Rakyat]].
 
Amir MachmudAmirmachmud memimpin Sidang Umum MPR 1983 yang menghasilkan Suharto terpilih untuk masa jabatan ke-4 sebagai Presiden dengan [[Umar Wirahadikusumah]] terpilih menjadi [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden]]. Di bawah kepemimpinannya, MPR juga menganugerahi Suharto gelar "Bapak Pembangunan" atas apa yang telah diraihnya.
 
Di DPR, Amir MachmudAmirmachmud memimpin lewat undang-undang reorganisasi struktur MPR, DPR, dan DPRD, menetapkan aturan untuk [[partai politik]], dan meletakkan pedoman untuk referendum.
 
== Pensiun dan meninggal ==
Amir MachmudAmirmachmud pensiun setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai Ketua MPR/DPR. Beliau

Dia meninggal pada tanggal 21 April 1995.
 
== Keluarga ==
Amir MachmudAmirmachmud menikah dengan Siti Hadidjah, dan ia memiliki dua anak, Anon Badariah dan Bambang Permadi Amir MachmudAmirmachmud. Jenderal bintang empat ini memiliki 10 cucu. Ketika Siti meninggal, dia menikah lagi dengan Shri Hardhani Sadat Siswojo.
 
== Trivia ==
Amir MachmudAmirmachmud menjadi teman dekat dengan sesama saksi penandatanganan Supersemar lainnya, [[M. Jusuf]]. Sebelum meninggal, Amir MachmudAmirmachmud meminta agar Jusuf menghadiri pemakamannya. Permintaan ini tidak pernah dipenuhi Jusuf, ia tidak dapat menghadiri pemakamannya. Amir MachmudAmirmachmud juga meninggalkan Jusuf sebuah surat rahasia.
 
== Kutipan ==